DEDEN SURA AGUNG Sharing

Selasa, 01 Januari 2013

PENYEBAB HEPATITIS C

By DEDEN SURA AGUNGHepatitis berarti pembengkakan pada hati. Banyak macam dari virus Hepatitis C. Dalam banyak kasus, virus yang masuk ke dalam tubuh, mulai hidup di dalam sel hati, mengganggu aktivitas normal dari sel tersebut, lalu menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C kemudian menginfeksi sel lain yang sehat.
Jika anda penderita Hepatitis C, sangat penting untuk mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari alkohol. Alkohol akan memperparah kerusakan hati anda, baik anda dalam pengobatan ataupun tidak.
Salah satu gejala umum dari Hepatitis C adalah kelelahan kronis. Kelelahan juga bisa sebagai efek samping pengobatan Hepatitis C. Rasa lelah akibat Hepatitis C dapat diatasi dengan istirahat cukup dan menjalankan olah raga yang rutin.
Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.
Bagaimana Keluhan dan Gejalanya?
Penderita terinfeksi Hepatitis C dari berbagai macam cara. Mereka bisa saja tidak merasakan gejalanya sama sekali. Faktanya, gejala pada Hepatitis C yang kronis tidak tampak sampai kerusakan hati yang parah terjadi. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan tes kesehatan hati Anda, misalnya memeriksa kadar ensim pada darah atau tes darah lainnya, USG hati, atau biopsy hati.
Gejala-gejala hepatitis bisa hilang timbul atau mungkin hanya bersifat temporer. Namun, proses kerusakan hati tetap saja terjadi, terlepas dari ada tidaknya gejala. Gejala yang berat bisa juga muncul tanpa terjadinya proses kerusakan hati yang permanen tetapi ini jarang.
Bila Anda mengalami salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah, mungkin saja Anda terinfeksi virus hepatitis C. Sangat jarang orang yang mengidap infeksi virus Hepatitis C mengalami semua gejala Hepatitis C.
Gejala biasanya terjadi pada lebih kurang 5% dari seluruh pengidap Hepatitis C dan gejala-gejala itu meliputi:
  • rasa letih,
  • demam,
  • menggigil
  • tidak nafsu makan
  • mual dan muntah
  • kuning
  • nyeri perut kanan atas
  • penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Bila Anda merasa yakin berisiko tertular Hepatitis C, sebaiknya Anda segera berkonsultasi dengan dokter Anda.
Ingat: Apa yang Anda rasakan tidak dapat menjadi ukuran terhadap seberapa parahnya kerusakan fisik yang Anda alami. Jika Anda menunggu sampai merasakan gejalanya sebelum melakukan pengobatan mungkin saja hati Anda sudah mengalami kerusakan parah.
Dalam beberapa kasus,Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.
Meskipun demikian, sangat perlu untuk melakukan tes jika anda pikir anda memiliki resiko terjangkit Hepatitis C atau jika anda pernah berhubungan dengan orang atau benda yang terkontaminasi. Satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi penyakit ini adalah dengan tes darah.
 
Penularan Hepatitis C
Virus hepatitis C adalah virus yang terkandung dalam darah, artinya virus ini menyebar/menular melalui darah dan produk-produk darah. Cara penularan umumnya meliputi:

  • Luka tusuk jarum suntik di kalangan tenaga kesehatan.
  • Transfusi darah sebelum pertengahan tahun 1992 (selepas tahun 1992, bank darah mulai melakukan penapisan secara ketat untuk Hepatitis C dengan menerapkan cara pemeriksaan yang efektif).


  • Pemakaian narkoba suntik (misalnya pemakaian jarum suntik yang sama secara bergantian).
Cara-cara penularan lainnya meliputi :
  • Akupunktur dan tindikan pada tubuh dengan menggunakan jarum yang tidak disterilisasi atau dibersihkan sebagaimana mestinya.

  • Tato dengan menggunakan jarum yang tidak disterilisasi atau tinta yang telah terkontaminasi.

  • Pemakaian barang-barang perawatan pribadi secara bergantian (misalnya pisau cukur, sikat gigi, gunting atau pengikir kuku) dan alat-alat rumah tangga lainnya yang telah terkena darah.

  • Pemakaian kokain hisap dengan menggunakan sedotan atau alat lain yang sama secara bergantian di antara pemakai. Pemakaian sedotan untuk menghisap kokain bisa menyebabkan kontak darah melalui luka atau goresan pada hidung.
  • Aktivitas seksual yang menyebabkan perdarahan atau kontak darah antara pasangan yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi (misalnya melalui luka yang terbuka).

Virus hepatitis C tidak menular melalui kontak biasa seperti berpelukan, bersin, batuk atau duduk berdekatan dengan pengidap Hepatitis C.

Hepatitis C jarang ditularkan lewat aktivitas seksual. Namun, ada kecenderungan bahwa mereka yang memiliki banyak pasangan seksual juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami infeksi virus hepatitis C.

Satu - satunya cara untuk melindungi diri Anda adalah dengan menghindari perilaku seks yang berisiko, seperti melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan atau dengan satu pasangan yang status kesehatannya tidak jelas.

Sekalipun jarang, hepatitis C bisa juga menular dari ibu kepada anaknya selama proses persalinan. Sebagian besar penelitian memperkirakan bahwa risiko penularan melalui cara ini meningkat hingga 8%. Kegiatan menyusui belum ditemukan terkait dengan penularan virus hepatitis C. 


Bila Anda atau pasangan Anda mengidap hepatitis C, dan Anda (bila Anda seorang isteri) atau isteri Anda (bila Anda seorang suami) tengah mengandung ataupun Anda dan pasangan tengah berencana untuk memiliki anak, sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter perihal tindakan pencegahan yang perlu dilakukan.

Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya.

Dengan mengetahui cara penularanya, maka kita dapat berusaha untuk dapat mencegah terpapar oleh penyakit Hepatitis C.

Konsekuensi Penderita Hepatitis C


Salah satu konsekuensi paling berat pada penderita Hepatitis C adalah kanker hati.
Sekitar 15 % pasien yang terinfeksi virus Hepatitis C dapat menghilangkan virus tersebut dari tubuhnya secara spontan tanpa menghadapi konskwensinya di kemudian hari. Hal tersebut disebut infeksi akut. Sayangnya, mayoritas penderita penyakit ini menjadi kronis. (suatu penyakit dikatakan kronis bila menetap lebih dari 6 bulan).
Hepatitis C kronis salah satu bentuk penyakit Hepatitis paling berbahaya dan dalam waktu lama dapat mengalami komplikasi, apalagi bila tidak diobati.
Penderita Hepatitis kronis beresiko menjadi penyakit hati tahap akhir dan kanker hati. Sedikit dari penderita Hepatitis kronis, hatinya menjadi rusak dan perlu dilakukan transplantasi hati. Kenyataannya, penyakit hati terutama Hepatitis C penyebab utama pada transplantasi hati sekarang ini.
Sekitar sepertiga kanker hati disebabkan oleh Hepatitis C. Hepatitis C yang menjadi kanker hati terus meningkat di seluruh dunia karena banyak orang terinfeksi Hepatitis C tiap tahunnya.

Walaupun Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, kerusakan hati terus berlanjut dan menjadi parah seiring waktu.
Saat hati menjadi rusak (sebagai contoh, karena Hepatitis C) hati tersebut akan memperbaiki sendiri yang membentuk parut. Bentuk parut ini sering disebut fibrosis. Semakin banyak parut menunjukkan semakin parahnya penyakit. Sehingga, hati bisa menjadi sirosis (penuh dengan parut).
Struktur sel hati mulai pecah, sehingga hati tidak lagi berfungsi normal. Kerusakan hati yang disebabkan Hepatitis C biasanya terjadi secara bertahap selama 20 tahun, tetapi beberapa faktor dapat membuat perkembangan penyakit lebih cepat, seperti alkohol, jenis kelaminnya pria, umur dan infeksi HIV. Karena infeksi Hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa gejala, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin dan bicarakan pilihan pengobatan dengan dokter anda. Penelitian menunjukkan pasien yang diobati sebelum hatinya rusak secara signifikan memiliki respon yang lebih baik terhadap pengobatan dibandingkan pada pasien yang menunda pengobatannya. 
 
Proses Kerusakan Hati
Hati yang normal halus dan kenyal bila disentuh. Ketika hati terinfeksi suatu penyakit (misalnya Hepatitis C), hati menjadi bengkak. Sel hati mulai mengeluarkan enzim alanin aminotransferase ke darah. Dengan keadaan ini dokter dapat memberitahu anda apakah hati sudah rusak atau belum. Bila konsentrasi enzim tersebut lebih tinggi dari normal, itu adalah tanda hati mulai rusak. Sewaktu penyakit hati berkembang, perubahan dan kerusakan hati meningkat.

Fibrosis.
Setelah membengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekasluk atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis", yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut "sirosis".

Sirosis

Kerusakan yang berulang, area besar hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi koreng. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak. Hati mulai menciut dan menjadi keras. Penyakit Hepatitis C kronis biasanya dapat menyebabkan sirosis sama seperti kelebihan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Fungsi hati rusak.
Sewaktu sirosis bertambah parah, hati tidak dapat menyaring kotoran, racun, dan obat yang ada dalam darah. Hati tidak lagi dapat memproduksi “clotting factor” untuk menghentikan pendarahan. Cairan tubuh terbentuk pada abdomen dan kaki, pendarahan pada usus sering terjadi, dan biasanya fungsi mental menjadi lambat. Pada titik ini, transplantasi hati adalah pilihan satu-satunya.

Kanker hati.
Kadang kala kerusakan sel hati diikuti dengan perubahan gen sel yang mana dapat menjadi kanker. Pasien Hepatitis C kronis memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita "hepatocellular carcinoma", suatu tipe tumor hati.

Sirosis dapat dihentikan dan kadang kala dapat dicegah. Untuk pasien Hepatitis C kronis, sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada hati dimana sirosi lebih buruk. Selain itu, jika anda penderita penyakit Hepatitis C hindari alkohol secara total. Juga jangan minum alkohol dengan acetaminophen (merupakan kandungan obat sakit kepala dan flu), karena bila dikonsumsi berbarengan dapat menyebabkan kondisi "hepatitis fulminant", yang dapat menyebabkan fungsi hati rusak total. 

Faktor Resiko Hepatitis C 
Karena Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.
Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan darah serta produk transfusi darah sebelum tahun 1992
Faktor resiko lain seperti tato dan tindik tubuh. Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato atau menindik dapat menjadi pembawa virus Hepatitis C dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, jika pelaku tidak melakukan sterilasasi pada perlengkapannya.
Faktor resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum, terutama pada pekerja kesehatan, hemodialisis dan transplantasi organ sebelum tahun 1992.
Luka karena jarum suntik, yang seringkali terjadi pada petugas kesehatan, dapat menjadi alat penularan virus Hepatitis C. Probabilitas penularan virus Hepatitis C melalui jarum suntik lebih besar dibanding dengan virus HIV.
Sekarang ini, pada penderita HIV ada protokol standar dalam penanganan jarum suntik untuk mengurangi resiko tertular HIV atau AIDS. Sayangnya, tidak ada protokol yang sama untuk penanganan pada penderita Hepatitis C untuk menghindari penularan melalui jarum suntik.

Pengguna Obat Bius Suntik
Dua pertiga pengguna obat bius suntik mengidap Hepatitis C.
Orang yang menggunakan obat bius suntik, walaupun sekali, memiliki resiko tinggi tertular Hepatitis C. Sekarang ini, resiko terinfeksi virus Hepatitis C melalui obat bius suntik lebih tinggi dibandingkan terinfeksi HIV sekitar 60% hingga 80% yang terinfeksi Hepatitis C sedangkan yang terinfeksi HIV sekitar 30%.
Virus Hepatitis C mudah sekali menyebar melalui berbagi jarum, jarum suntik dan perlengkapan lain pengguna obat bius suntik.

Hubungan Seksual
Meskipun Hepatitis tidak mudah menular melalui hubungan seksual, prilaku seksual yang beresiko, terutama yang memilki pasangan seksual lebih dari satu, menjadi pemicu meningkatnya resiko terinfeksi virus Hepatitis C.
Sekitar 15 % infeksi Hepatitis C ditularkan melalui hubungan seksual. Penularan melalui hubungan seksual pada Hepatitis C tidak setinggi pada Hepatitis B. Walaupun demikian, prilaku seks yang beresiko tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko tertular Hepatitis C. Faktor resiko dari penularan Hepatitis C melalui hubungan seksual meliputi
  • Memiliki lebih dari satu pasangan
  • Pengguna jasa PSK
  • Luka karena seks (kurangnya pelicin pada vagina dapat meningkatkan resiko penularan melalui darah)
  • Melakukan hubungan seksual sewaktu menstruasi.
Pada pasangan yang menikah, resiko penularan meningkat sejalan dengan lamanya perkawinan. Hal ini berkaitan dengan hubungan seksual dan berbagi perlengkapan (seperti sikat gigi, silet cukur, gunting kuku dan sebagainya).
Jika anda memiliki hubungan seksual dengan orang yang memiliki faktor resiko terinfeksi Hepatitis C, anda sebaiknya menjalankan tes untuk Hepatitis C juga.


Baca juga:
Daftar Pustaka:
http://www.pegintron.com


By DEDEN SURA AGUNG

RIBAVIRIN MENINGKATKAN EFEKTIVITAS TERAPI TUNGGAL INTERFERON ALFA-2b

NAMA GENERIK
Ribavirin
STRUKTUR KIMIA
C8H12N4O5
KETERANGAN
Nama lain : tribavirin
SUB KELAS TERAPI
Antivirus
KELAS TERAPI
Antiinfeksi

By DEDEN SURA AGUNG

SIFAT FISIKOKIMIA
Serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih, bentuk polimorfisa, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol, sukar larut dalam diklormetana.larutan 2% mempunyai PH 4-6,5

Farmakologi
Ribavirin merupakan analog nukleosida sintetik yang secara in vitro mempunyai aktivitas terhadap beberapa virus RNA (hepatitis C) dan virus DNA (hepatitis B). Ribavirin atau metabolit nukleotida intra selularnya pada konsentrasi fisiologis tidak mempunyai efek menghambat enzim spesifik HCV atau replikasi HCV. Tetapi jika dikombinasikan dengan Interferon alfa-2b untuk pengobatan hepatitis C kronis, Ribavirin dapat meningkatkan efektivitas terapi tunggal Interferon alfa-2b sekitar 10 kali. Peningkatan efektivitas ini termasuk penurunan HCV-RNA serum, perbaikan peradangan hati dan normalnya ALT.

Ribavirin diabsorbsi dengan cepat dan sempurna setelah pemberian per oral. Tetapi karena mengalami metabolisme lintas pertama, bioavailabilitas rata-ratanya menjadi 64%.

Pada penelitian farmakokinetik Ribavirin dosis tunggal, AUCtf and Cmax Ribavirin akan meningkat sebanyak 70% jika diberikan dengan makanan berkadar lemak tinggi (841 Kkal, 53,8 g lemak, 31,6 g protein, dan 57,4 g karbohidrat). Hasil ini kurang didukung data-data yang menggambarkan efek klinisnya.

Penggunaan Ribavirin bersama dengan antasida yang mengandung magnesium, aluminium dan simetikon menurunkan AUCtf rata-rata Ribavirin sebesar 14%. Belum diketahui adanya relevansi klinis pada hasil penelitian dosis tunggal tersebut.

Ribavirin mempunyai 2 jalur metabolisme:
(i) jalur fosforilasi yang reversibel di dalam sel-sel berinti; dan
(ii) jalur degradasi yang melibatkan deribosilasi dan hidrolisis senyawa amid yang menghasilkan metabolit asam karbosiklik triasol.

Ribavirin dan metabolit karboksamid triasol dan asam karbosiklik triasol diekskresikan melalui ginjal. Setelah pemberian 14C-Ribavirin 600 mg per oral, radioaktifitasnya dieliminasi dalam urin (61%) dan feses (12%) dalam waktu 336 jam. 17% dari dosis Ribavirin yang diberikan ditemukan dalam bentuk tidak berubah.

Dosis dan cara pemakaian
Kapsul Ribavirin 200 mg diberikan per oral dengan dosis 1.000 - 1.200 mg perhari dibagi dalam dua dosis (pagi dan malam), dikombinasikan dengan Interferon injeksi yang diberikan subkutan dengan dosis 3 juta UI tiga kali seminggu selama 24-48 minggu pada pasien yang belum pernah mendapatkan terapi sebelumnya dan 24 minggu pada pasien yang kambuh. Tidak ada data keamanan dan efektivitas untuk terapi lebih dari 24 minggu pada populasi pasien yang kambuh.

Dosis Ribavirin 200 mg yang direkomendasikan tergantung pada berat badan pasien:
  1. Pasien dengan berat badan ≤75 kg: 1.000 mg per hari, 2 kapsul @ 200 mg pada pagi hari dan 3 kapsul @ 200 mg pada malam hari.
  2. Pasien dengan berat badan > 75 kg: 1.200 mg per hari, 3 kapsul @ 200 mg pada pagi hari dan 3 kapsul @ 200 mg pada malam hari.
Indikasi
Ribavirin 200 mg kapsul diindikasikan sebagai kombinasi dengan injeksi Interferon alfa-2b untuk pengobatan hepatitis C kronis pada pasien dengan penyakit hati terkompensasi yang sebelumnya tidak diterapi dengan Interferon alfa atau yang kambuh setelah terapi Interferon alfa.

Kontraindikasi
  1. Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap Ribavirin.
  2. Pasien dengan riwayat penyakit jantung yang berat, termasuk penyakit jantung tidak stabil atau tidak terkontrol, dalam jangka waktu 6 bulan sebelum terapi.
  3. Ribavirin dikontraindikasikan bagi ibu hamil atau mungkin hamil selama pengobatan dengan obat ini. Dalam sebuah penelitian, Ribavirin menunjukkan efek teratogenik dan/atau kematian janin yang bermakna pada semua spesies hewan. Efek ini terjadi pada dosis rendah sekitar seperduapuluh dosis Ribavirin yang dianjurkan untuk manusia. Jika terjadi kehamilan pada pasien atau pasangannya selama pengobatan atau pada 6 bulan setelah pengobatan dihentikan, dokter dianjurkan untuk melaporkannya.
  4. Hemoglobinopati (contoh: talasemia, sickle-cell anemia).
  5. Kondisi kesehatan yang lemah dan berat, termasuk pasien dengan gagal ginjal kronis atau bersihan kreatinin < 50 mL/menit.
  6. Epilepsi dan/atau gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
  7. Sirosis hati tidak terkompensasi.
  8. Pasien yang sedang menjalani terapi atau yang baru saja mendapat terapi imunosupresan  kecuali  penghentian  sesaat  terapi  kortikosteroid.
  9. Hepatitis autoimun atau penyakit autoimun.
  10. Pasien penerima transplantasi yang mendapat imunosupresan.
  11. Penderita tiroid, kecuali jika dapat dikontrol dengan terapi konvensional.
  12. Pasien dengan riwayat atau sedang mengalami kondisi kejiwaan yang berat, terutama depresi berat, mempunyai kecenderungan bunuh diri atau usaha untuk bunuh diri.
Peringatan dan perhatian
Berdasarkan hasil penelitian klinis, penggunaan monoterapi Ribavirin tidak efektif dan Ribavirin sebaiknya tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk terapi hepatitis C. Keamanan dan efektivitas terapi Ribavirin untuk hepatitis C hanya terbukti jika diberikan bersama-sama dengan injeksi Interferon alfa-2b.

Pasien wanita. Terapi Ribavirin sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil, dan terapi sebaiknya tidak diberikan sampai ada hasil tes yang menyatakan bahwa pasien tidak sedang dalam keadaan hamil. Wanita yang masih reproduktif dan pria, keduanya harus mempergunakan kontrasepsi yang efektif selama pengobatan dan 6 bulan sesudah pengobatan Ribavirin (merupakan waktu paruh untuk bersihan Ribavirin dari tubuh), pemeriksaan tes kehamilan pada wanita harus dilakukan setiap bulan selama waktu tersebut.

Pasien pria. Ribavirin diakumulasi di dalam sel dan dikeluarkan dari tubuh secara perlahan. Belum diketahui apakah sperma yang mengandung Ribavirin dapat menyebabkan efek teratogenik pada proses fertilisasi ovum.

Hemolisis. Anemia terjadi dalam 1-2 minggu setelah pemberian Ribavirin. Karena terjadinya penurunan hemoglobin yang akut, maka sebelum pengobatan dan pada minggu ke-2 dan ke-4 terapi (atau lebih sering lagi jika dibutuhkan secara klinis) sebaiknya dilakukan pemeriksaan hitung darah total. Pasien sebaiknya mengikuti petunjuk dokter.
Hipersensitivitas akut. Jika terjadi reaksi hipersensitivitas akut (seperti: urtikaria, angioedema, bronkokonstriksi, anafilaksis), terapi Ribavirin sebaiknya segera dihentikan dan diberikan pengobatan yang sesuai. Ruam yang bersifat sementara tidak membutuhkan penghentian terapi.
Psikiatrik dan susunan saraf pusat (SSP). Pasien dengan riwayat penyakit kejiwaan atau mempunyai riwayat gangguan kejiwaan yang berat sebaiknya tidak diberikan terapi Ribavirin.

Penggunaan pada anak-anak. Keamanan dan efektifitasnya pada anak-anak belum terbukti. Oleh karena itu penggunaan pada anak di bawah 18 tahun tidak dianjurkan. Penggunaan pada pasien lanjut usia. Karena mungkin dapat terjadi penurunan fungsi ginjal dan hati pada pasien lanjut usia, maka keadaan ginjal dan hati harus dievaluasi sebelum memulai terapi dengan Ribavirin.

Mengemudi dan mengoperasikan mesin. Pasien dengan gejala kelelahan, mengantuk, atau mengalami kebingungan selama terapi, sebaiknya tidak mengemudi atau mengoperasikan mesin.

Wanita hamil dan menyusui. Pada penelitian pada tikus dan kelinci dengan dosis kurang dari dosis anjuran ditemukan bahwa Ribavirin bersifat embriotoksik dan/atau mutagenik. Ditemukan malformasi pada tulang tengkorak, palatum, mata, rahang, tungkai, kerangka tubuh dan saluran cerna. Insiden dan derajat beratnya efek teratogenik akan meningkat sesuai dengan kenaikan dosis Ribavirin. Kelangsungan hidup janin dan keturunan dapat berkurang. Pada penelitian embriotoksisitas/teratogenisitas pada tikus dan kelinci tidak memperlihatkan kelainan pada pemberian dosis di bawah dosis anjuran (0,3 mg/kg/hari baik untuk tikus dan kelinci; sekitar 0,06 kali dosis anjuran Ribavirin pada manusia untuk 24 jam). Efek toksik tidak terlihat pada induk atau keturunannya dalam penelitian toksisitas peri/pasca persalinan pada tikus yang mendapat Ribavirin 1 mg/kg/hari per oral (diperkirakan setara dengan dosis 0,17 mg/kg pada manusia berdasarkan luas permukaan tubuh orang dewasa dengan berat badan 60 kg; sekitar 0,01 kali dosis anjuran maksimum Ribavirin untuk 24 jam pada manusia). Bila kehamilan terjadi selama pengobatan atau 6 (enam) bulan setelah pengobatan, penderita harus diberitahu tentang resiko teratogenik yang bermakna terhadap janin akibat Ribavirin.

Karsinogenisitas dan mutagenisitas. Belum ada penelitian yang adekuat pada hewan untuk mengevaluasi potensi karsinogenik Ribavirin. Ribavirin merupakan analog nukleosida yang mengakibatkan efek genotoksik pada beberapa penelitian in vitro dan in vivo pada hewan. Potensi terjadinya karsinogenik tidak dapat diabaikan. Penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi potensi karsinogenik Ribavirin pada hewan sedang dilaksanakan. Pada pengujian in vitro, Ribavirin dapat menyebabkan transformasi sel Balb/3T3. Pada penelitian lain, Ribavirin tidak menyebabkan mutasi gen (Salmonella typhimurium, pengujian dengan media hospes) dan kerusakan kromosom (dominant lethal assay pada tikus).

Efek samping
Efek toksik Ribavirin yang utama adalah anemia hemolitik. Penurunan kadar hemoglobin terjadi dalam 1-2 minggu pertama pengobatan. Kelainan jantung dan paru yang berkaitan dengan anemia terjadi sekitar 10% pada pasien yang mendapat terapi Ribavirin. Pada penelitian di Amerika, gangguan kejiwaan yang paling sering terjadi pada pasien yang tidak pernah diterapi maupun pasien kambuh yang diberi terapi Ribavirin adalah insomnia (39%, 26%), depresi (34%, 23%) dan iritabilitas (27%, 25%). Kecenderungan bunuh diri terjadi pada 1% pasien. Efek samping spontan yang pernah dilaporkan selama terapi Ribavirin: gangguan pendengaran dan vertigo.

Secara umum, efek samping yang membutuhkan pengobatan segera yang dilaporkan pada penelitian intemasional mempunyai insiden lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian di Amerika; kecuali astenia, gejala mirip flu, gugup dan gatal.

 ≥5% adalah: Kejadian tidak diinginkan dengan insidens
•  Secara umum: astenia, rasa lelah, demam, sakit kepala, gejala mirip influenza, lemas, kekakuan, dan penurunan berat badan.
•  Sistem saraf pusat / tepi: pusing.
•  Sistem pencernaan: nyeri perut, nafsu makan menurun, diare, dispepsia, mual dan muntah.
•  Sistem otot dan kerangka: nyeri sendi, dan nyeri otot.
•  Gangguan kejiwaan: cemas, gangguan konsentrasi, depresi, labilitas, emosi, insomnia, iritabilitas.
•  Gangguan sel darah merah: anemia.
•  Mekanisme resistensi: infeksi virus.
•  Sistem pernafasan: batuk, sesak nafas, faringitis, rinitis, sinusitis.
•  Kulit dan alat tambahan: kebotakan, ruam kemerahan, gatal-gatal, kulit kering.

Kejadian tidak diinginkan lainnya dengan insidens < 5%, termasuk sebagai berikut:
•  Secara umum: nyeri dada.
•  Sistem saraf pusat/tepi: parestesia.
•  Sistem pencernaan: sembelit, kembung.
•  Gangguan kejiwaan: agitasi, gugup, mengantuk.
•  Gangguan reproduksi pada wanita: nyeri haid.
•  Gangguan sel darah merah: anemia.
•  Mekanisme retensi: herpes simplex.
•  Gangguan penglihatan: konjungtivitis.

Oral: semua ROTD sebagai penggunaan kombinasi dengan interferonalfa-2b atau interferon alfa2a: % penggunaan pada dewasa: >10%: SSP : Lemah (60-70%), sakit kepala (43-66%), demam (32-46%), insomnia(26-41%), depresi (20-36%), iritabilitas ( 23-32%), pusing (14-26%), konsentrasi terganggu (10-14%, emosi labil (7-12%. Dermatologi: Alopesia (27-36%), pruritis (13-29%), kulit kering (13-24%), ruam (5-28%), dermatitis (sampai 16%). Saluran cerna: mual (33-47%), anoreksia (21-32%), berat turun (10-29%), diare (10-22%), dispepsia (8-16%), muntah (9-14%), nyeri abdomen (8-13%), mulut kering (sampai 12%), nyeri di kuadran kanan atas perut ( sampai 12%). Hematologi: neutropenia (18-27%; 40% dengan adanya infeksi HIV), Penurunan Hb (25-36%), hiperbilirubinemia ( 24-34%), anemia ( 11-17%), limfopenia (12-14%), jumlah netrofil absolut <0,5 x 109/L (5-11%), trombositopenia (<1%-4%), anemia hemolisis (10-13%), penurun sel darah putih. Saraf-otot: mialgia ( 40-64%), kaku (40-48%), atralgia (22-34%, nyeri otot skelet (19-28%). Pernafasan: dispnea (13-26%), batuk (7-23%), faringitis (sampai 13%, sinusitis (sampai 12%), hidung tersumbat.; Lain-lain: gejala seperti flu (13-18%), infeksi virus (sampai 13%), peningkatan keringat (sampai 11%). 1-10%: kardiovaskuler : dada nyeri (5-9%), flushing (sampai 4%). SSP: perubahan mood(sampai 6%, bersamaan dengan infeksi HIV 9%), gangguan ingatan (sampai 6%), cemas (sampai 5%). Dermatologi: eksim(4-5%), Endokrin: hipotiroid (sampai 5%), Saluran cerna: perubahan rasa (4-9%), konstipasi (sampai 5%). Saluran genitalurinaria: gangguan menstruasi (sampai 7%), hati: hepatomegali( sampai 4%), saraf-otot: lemah (9-10%), backpain (5%). Mata: konjuntivitis (sampai 6%), penglihatan kabur (sampai 5%). Pernafasan: rinitis (sampai 8%), dispnea (sampai 7%). Lain-lain: infeksi jamur (sampai 6%). <1%: hanya yang penting atau mengancam jiwa: agresi, angina, cemas, anemia aplastik, aritmia, gangguan otoimun (lupuseritematosus sistemik, reamoid artritis, sarkoidosis), perdarahan serebral, kolangitis, kolitis, koma, diabetes melitus, dermatitis eksfoliatif, hati berlemak, gangguan/hilang pendengaran, perdarahan saluran cerna, gout, disfungsi hati, hiper/hipotiroid, hipersensitifits (shok anafilaksis,, angioedema, bronkokonstriksi, urtikaria), miositis, pankreatitis, ulkus peptikus, neuropati perifer, psikhosis, disfungsi pulmonal, embolisme pulmonal, aplasia sl merah, Steven Johnson syndrome, ide bunuh diri, bunuh diri, trombotik, trombositopenia purpura, test fungsi tiroid abnormal.

Interaksi obat
Tidak ditemukan adanya interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik antara Ribavirin dengan senyawa lain seperti teofilin atau didanosine, walaupun literatur pendukungnya terbatas. Hasil penelitian in vitro yang menggunakan preparat mikrosoma hati manusia, tikus menunjukkan sedikit atau tidak ditemukannya enzim sitokrom P450 yang merupakan mediator metabolisme Ribavirin, sehingga mempunyai potensi minimal terhadap timbulnya interaksi dengan obat yang metabolismenya tergantung pada enzim sitokrom P450.

Efek adanya antasida. Penggunaan Ribavirin 600 mg bersama dengan antasida yang mengandung magnesium, aluminium dan simetikon dapat menurunkan bioavailabilitas Ribavirin sebesar 14%. Hal ini disebabkan karena “transit” Ribavirin melambat atau perubahan pH saluran cerna. Walaupun demikian tidak ada hubungan secara klinis.

Analog nukleosida. Secara in vitro, Ribavirin menghambat fosforilasi zidovudine dan stavudine dan meningkatkan fosforilasi didanosine. Tetapi efek klinis yang bermakna dari hal ini tidak diketahui. Walaupun demikian, penemuan in vitro tersebut kemungkinan meningkatkan viremia HIV dalam plasma jika Ribavirin diberikan bersama-sama dengan zidovudine maupun stavudine. Oleh karena itu dianjurkan agar kadar RNA HIV plasma dimonitor secara ketat pada pasien yang mendapat terapi kombinasi Ribavirin dan Interferon alfa-2b bersamaan dengan pemberian salah satu dari kedua obat tersebut. Jika kadar RNA HIV meningkat, maka terapi kombinasi Ribavirin-Interferon alfa-2b bersamaan dengan penghambat reverse transcriptase harus dievaluasi. Berdasarkan waktu paruh Ribavirin (rata-rata 298 jam), secara teoritis terdapat potensi untuk terjadi interaksi selama lebih dari 2 bulan setelah penghentian terapi kombinasi Ribavirin-Interferon alfa-2b. Tidak ada bukti yang menunjukkan terjadinya interaksi antara Ribavirin dengan penghambat reverse transcriptase non-nukleosida atau penghambat protease. Oleh karena itu, terapi kombinasi Ribavirin-lnterferon dapat diberikan bersama dengan obat-obat tersebut pada pasien dengan infeksi hepatitis C yang juga menderita HIV.

Kelebihan dosis
Dalam beberapa uji klinis dengan terapi Ribavirin, kelebihan dosis maksimum yang dilaporkan adalah pada dosis total Ribavirin kapsul 10 g (50 x 200 mg). Pasien tersebut diobservasi di ruang gawat darurat selama 2 hari, dan tidak dijumpai efek samping karena kelebihan dosis tersebut selama observasi.

Kemasan
Kapsul @200 mg
Lindungi dari cahaya.
Simpan di bawah suhu 25°C.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lacy CF, Armstrong LL, Goldman MP, Lance LL.Drug Information Handbook 17th ed. (2008),Lexi-Comp Inc. Ohio. 2. Sweetman SC.Blake PS., McGlashan JM., Neathercoat GC., Parson AV., et.al. Martindale: The Complete Drug Reference 24th ed. 2005, Pharmaceutical Press great Britain. 3.Drugs.com. 4. Fauzi Kasim, Yulia Trisna, Kosasih, ISO Indonesia vol.43 2008. PT.ISFI penerbitan, Jakarta. 5. Tatro DS, Bolgsdorf RL., Catalano JT., KLahl JC, Lopez JR., Frederick K., Et.Al. A to Z Drug Fact, 2003. Ovid


Baca juga:

GEJALA GANGGUAN HATI

Gangguan hati sendiri bentuknya berjenis-jenis, dengan jumlah penderita tak sedikit. Jumlah pengidap hepatitis C saja sekitar 3% dari populasi. Belum lagi hepatitis A dan B yang jumlahnya jauh lebih banyak. Apalagi jika ditambah dengan perlemakan hati, sirosis, intoksikasi obat, fibrosis hati, dan penyakit lain yang nama-nya jarang kita dengar. By DEDEN SURA AGUNG

Penyakit-penyakit tadi umumnya ditandai dengan peningkatan angka SGOT-SGPT. Namun, kedua enzim itu tidak 100% dihasilkan oleh liver. Sebagian kecil juga diproduksi oleh sel otot, jantung, pankreas, dan ginjal. Itu sebabnya, jika sel-sel otot mengalami kerusakan, kadar kedua enzim ini pun meningkat.

Rusaknya sel-sel otot bisa disebabkan oleh banyak hal, misalnya aktivitas fisik yang berat, luka, trauma, atau bahkan kerokan. Ketika kita mendapat injeksi intra muskular (suntik lewat jaringan otot), sel-sel otot pun bisa mengalami sedikit kerusakan dan meningkatkan kadar enzim transaminase ini. Pendek kata, ada banyak faktor yang bisa menyebabkan kenaikan SGOT-SGPT.

Dibandingkan dengan SGOT, SGPT lebih spesifik menunjukkan ketidakberesan sel hati, karena SGPT hanya sedikit saja diproduksi oleh sel nonliver. Biasanya, faktor nonliver tidak menaikkan SGOT-SGPT secara drastis. Umumnya, tidak sampai 100% melampaui batas atas normal (BAN). Misalnya, jika BAN kadar SGPT adalah 65 unit/liter (u/l), kenaikan akibat bermain sepakbola lazimnya tak sampai dua kali lipat.

Jika kadarnya melampaui dua kali lipat, ini pertanda mulai menyalanya lampu merah yang harus diwaspadai. Jangan “sakit hati” jika dokter curiga kita mengidap sakit hati. BAN sendiri bisa berbeda antar laboratorium. Jika pernah tes darah di dua laboratorium yang berbeda, dan melampaui batas atas normal (BAN) yang berbeda, anda tak perlu heran.

“Batas atas normal tergantung pada reagen dan alat yang digunakan. Di rumah sakit tertentu, BAN kadar SGPT bisa 40 u/l, tapi di klinik lain bisa 65 u/l. Ini hanya masalah teknis pemeriksaan. Itu sebabnya, kita tak bisa menyatakan tinggi rendahnya SGOT-SGPT dari angka absolut, tetapi dari nilai relatif (dibandingkan dengan melampaui batas atas normal “BAN”).

SGOT-SGPT merupakan dua enzim transaminase yang dihasilkan terutama oleh sel-sel hati. Bila sel-sel liver rusak, misalnya pada kasus hepatitis atau sirosis, biasanya kadar kedua enzim ini meningkat. Makanya, lewat hasil tes laboratorium, keduanya dianggap memberi gambaran adanya gangguan pada hati.
SGOT-SGPT yang berada sedikit di atas normal tak selalu menunjukkan seseorang sedang sakit. Bisa saja peningkatan itu terjadi bukan akibat gangguan pada liver. “Kalau kita tes darah sesudah main bola atau kerokan, sangat mungkin SGOT-SGPT kita bakal naik,” kata dr. Rino A. Gani, Sp.PD-KGEH, hepatolog Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Kadar SGOT-SGPT juga gampang naik turun. Mungkin saja saat diperiksa, kadarnya sedang tinggi. Namun setelah itu, dia kembali normal. Pada orang lain, mungkin saat diperiksa, kadarnya sedang normal, padahal biasanya justru tinggi. Karena itu, satu kali pemeriksaan saja sebenarnya belum bisa dijadikan dalil untuk membuat kesimpulan.

Bunuh diri terencana
Sebagaimana organ lain, hati punya mekanisme pertahanan diri. Ketika diserang virus, ia berusaha melawan. Jika kalah, ia punya dua pilihan: berjuang sampai akhir hayat atau bunuh diri. Pada hepatitis A dan B, hati mengambil pilihan pertama, berjuang sampai mati.

Begitu sel-sel liver mati, dindingnya jebol dan akhirnya hati mengalami peradangan. Kondisi ini menyebabkan naiknya kadar SGOT-SGPT di dalam darah. Karena kadarnya meningkat, dokter lebih mudah mendiagnosis.
Namun pada hepatitis C, urusannya lebih kompleks. Tak semua sel hati merespons kekalahan dengan tetap berjuang sampai mati. Sebagian yang lain bunuh diri secara terencana. Dalam istilah kedokteran itu disebut apotosis (programmed cell death). Acara bunuh diri ini bukan tanpa tujuan. Dengan bunuh diri, sel-sel liver berusaha “membunuh” virus secara tidak langsung.

Salah satu kelemahan virus, yaitu tidak punya mekanisme sendiri dalam berkembang biak. Mereka beranak pinak dengan cara memanfaatkan mekanisme hidup sel makhluk hidup lainnya. Dalam kasus hepatitis, sel yang ditumpangi adalah sel-sel liver. Dengan bunuh diri, sel liver berusaha membuat virus tak bisa berkembang biak.
Karena bunuh diri, sel-sel hati tidak pecah, tapi menciut. Yang terjadi selanjutnya bukan proses peradangan, melainkan pengerutan. Karena liver tak meradang, kadar SGPT pun tak terpengaruh. Itulah yang menyebabkan penderita hepatitis C bisa memiliki kadar SGPT normal, meskipun sebenarnya ia telah menderita penyakit kronis. Itu pula yang membuat dokter harus berulang-ulang membetulkan letak kacamata, karena sulit menegakkan diagnosis.

Perlu tes lain
SGOT-SGPT hanya menggambarkan tingkat kerusakan sel hati. Kedua enzim lain itu tak bisa menggambarkan tingkat kemampuan sel hati untuk meregenerasi diri. Dalam kondisi normal, sel-sel tubuh memiliki kemampuan regenerasi. Jika rusak, mereka akan menggantinya dengan sel-sel baru. Kemampuan regenerasi inilah yang akan mengimbangi kerusakan sel. Hal itulah yang tidak tergambar dari hasil tes SGOT-SGPT. Bisa saja seseorang mengalami kenaikan SGOT-SGPT hingga di atas normal, tapi sebetulnya liver tidak dalam kondisi sakit, karena sel yang telah mati segera diganti oleh sel baru.

Meski kenaikan SGOT-SGPT bisa disebabkan banyak faktor, peningkatan keduanya harus tetap diwaspadai. Sepanjang masih punya dua mata, kita tak boleh memandangnya dengan sebelah mata. Meski hanya sedikit di atas normal pun, penyebabnya harus ditelusuri, sampai yakin memang tidak ada penyakit yang menyerang. Kadar di atas normal jadi pertanda kita harus mencurigai adanya gangguan pada hati.
Pada hepatitis C, jika SGPT sampai dua kali lipat dari melampaui batas atas normal (BAN), para hepatolog sepakat untuk mengambil tindakan terapi. Untuk kasus SGPT normal atau sedikit di atas BAN, terjadi perbedaan mazhab. Mazhab pertama mengharuskan terapi segera. Mazhab kedua, pasien harus dipantau secara ketat sebelum diterapi.
Selama masa pemantauan itu, pasien harus 4 - 5 kali pergi ke laboratorium untuk menjalani tes fungsi hati tiap 1 - 2 bulan sekali. Tes fungsi hati di sini bukan hanya tes SGOT dan SGPT. Ada banyak komponen kimia darah lain yang perlu diperiksa. Untuk memastikan, dokter perlu melakukan biopsi. Secuplik sampel jaringan diambil dari liver untuk diperiksa lewat mikroskop. Jika hasil pemeriksaan menunjukkan nilai normal, pasien boleh sedikit lega hati. Ia hanya perlu kontrol setahun lagi. Namun, jika rangkaian pemeriksaan menunjukkan pasien telah sakit hati, ia harus berbesar hati untuk menjalani terapi.

Virus hepatitis C (HCV) dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Infeksi HCV terutama tersebar melalui hubungan langsung darah-ke-darah. Kebanyakan orang tertular HCV melalui penggunaan narkoba suntikan dengan memakai jarum suntik secara bergantian. Sampai 90% orang yang pernah menyuntik narkoba, walau hanya sekali, ternyata terinfeksi HCV. Beberapa orang juga terinfeksi HCV melalui hubungan seks tanpa kondom. Risiko ini terutama tinggi untuk laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, orang dengan infeksi menular seksual yang lain, orang dengan banyak pasangan seks, dan orang yang melalukan kegiatan seksual yang menyebabkan perdarahan, misalnya memasukkan tangan pada dubur (fisting). HCV juga dapat tertular melalui peralatan tato. Beberapa orang juga terinfeksi dalam sarana kesehatan, melalui tertusuk secara tidak sengaja dengan jarum suntik atau alat lain yang tidak steril. HCV juga dapat menular melalui transfusi darah, walau darah donor di Indonesia diskrining untuk HCV.

Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh anda telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 15% yang berhasil, pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak.
Kadangkala, pengobatan Hepatitis C memerlukan waktu yang lama, dan tidak dapat membantu. Tetapi karena penyakit ini dapat menjadi parah sepanjang waktu, sangatlah penting untuk mencari pengobatan yang tepat dari dokter anda.

Diagnosa dan pengobatan awal sangatlah mendesak dan penting. Persentase yang signifikan dari orang yang melakukannya dapat sembuh dari Hepatitis C dan menunjukan perbaikan hatinya. Tujuan pengobatan dari Hepatitis C adalah menghilangkan virus dari tubuh anda sedini mungkin untuk mencegah perkembangan yang memburuk dan stadium akhir penyakit hati.
Perjalanan penyakit ini memang mengesankan penyakit yang seram. Tapi menurut dokter Unggul Budihusodo, SpPD, dari Sub bagian Hepatologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, pasien hepatitis C bisa disembuhkan jika didiagnosis dan diobati secara dini. Apalagi perkembangan hepatitis menjadi sirosis atau pun kanker hati memerlukan waktu belasan sampai puluhan tahun.
"Bila pasien terdeteksi terinfeksi virus hepatitis C pada saat usianya masih muda dan langsung mendapatkan pengobatan, kemungkinan sembuhnya cukup besar, sampai 80 persen," kata dr Unggul dalam acara seminar Permasalahan Hepatitis C di Indonesia yang diadakan di Jakarta beberapa waktu lalu.
Dikatakan oleh dokter Unggul, ada beberapa faktor yang memengaruhi keberhasilan terapi pengobatan, yakni tipe virus, jumlah virus dalam tubuh, usia pasien, kondisi penyakit hati, kapan terapi dimulai, serta kepatuhan pasien dalam menjalani terapi. "Pasien yang berusia muda umumnya lebih besar peluangnya sembuh," katanya. Selain itu, pasien yang terinfeksi virus hepatitis C tipe 2 dan tipe 3 banyak yang berhasil sembuh total. "Sayangnya, tipe virus yang banyak di negara kita adalah tipe 1 yang lebih bandel," ujarnya. Untuk menentukan genotipe virus, pasien diharuskan melakukan pemeriksaan darah.
Genotipe virus ini akan menentukan lamanya pengobatan yang harus dilakukan. Pasien hepatitis C dengan tipe virus 2 dan 3 hanya memerlukan pengobatan selama 6 bulan. Sedangkan pasien dengan tipe virus 1 harus melakukan pengobatan selama 12 bulan.

Para pakar penyakit hati dewasa ini merekomendasikan terapi gabungan interferon dan obat antivirus yang disebut ribavirin sebagai pilihan obat terbaik untuk hepatitis C. Obat ini disuntikkan seminggu sekali selama beberapa bulan tergantung genotipe virus. Kebanyakan bentuk Interferon Alfa hanya dapat bertahan satu hari tetapi dapat dimodifikasi melalui proses pegilasi untuk membuatnya bertahan lebih lama. Meskipun interferon alfa dapat digunakan sebagai obat Hepatitis C tunggal termasuk Pegylated Interferon, penelitian menunjukkan lebih efektif bila dikombinasi dengan anti virus ribavirin.


3 (tiga) senyawa digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:
  1. Interferon Alfa adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah dari Inteferon Alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya.
  2. Pegylated Interferon Alfa, dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut "Polyethylene Glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan lebih efektif dalam membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa.
  3. Ribavirin adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri.
Pengobatan ini telah diterima berdasarkan kemampuannya dalam menghasilkan respon melawan virus pada penderita penyakit Hepatitis C kronis. Penderita dikatakan memiliki respon melawan virus jika jumlah virus Hepatitis C begitu rendah sehingga tidak terdeteksi pada tes standar RNA virus Hepatitis C dan jika level tersebut tetap tidak terdeteksi selama lebih dari 6 bulan setelah pengobatan selesai.


Baca juga:
Sumber  : Kompas Cyber Media
Tanggal : 10 Juli 2006
http://kesehatan.kompas.com/read/2009/10/23/11194643/
http://medicastore.com/hepatitis_c/pengobatan_hepatitis_c.htm
http://spiritia.or.id/li/bacali.php?lino=506


By DEDEN SURA AGUNG

RESEP RAMUAN HERBAL UNTUK PENGOBATAN HEPATITIS

Tumbuhan obat / herbal yang dapat digunakan untuk mencegah dan membantu pengobatan hepatitis diantaranya mempunyai efek sebagai hepatoprotektor yaitu melindungi hati dari pengaruh zat toksik yang dapat merusak sel hati, juga bersifat antiradang, kolagogum dan khloretik yaitu meningkatkan produksi empedu oleh hati. (another site By DEDEN SURA AGUNG)
Beberapa jenis tumbuhan obat yang dapat digunakan untuk pengobatan hepatitis, antara lain yaitu temulawak (Curcuma xanthorrhiza ), kunyit (Curcuma longa), sambiloto (Andrographis paniculata), meniran (Phyllanthus urinaria), daun serut / mirten, jamur kayu / lingzhi (Ganoderma lucidum), akar alang-alang (Imperata cyllindrica), rumput mutiara (Hedyotis corymbosa), pegagan (Centella asiatica), buah kacapiring (Gardenia augusta), buah mengkudu (Morinda citrifolia), jombang (Taraxacum officinale).

Berikut contoh beberapa resep herbal untuk membantu pengobatan hepatitis.
Resep 1.
30 gram temu lawak (dikupas dan diris-iris) + 15 gram sambiloto kering + 60 gram akar alang-alang. Semua dicuci, direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring, airnya diminum untuk 2 kali sehari.

Resep 2.
30-60 gram daun serut/mirten segar + 60 gram pegagan + 30 gram meniran. Semua dicuci, direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring, airnya diminum untuk 2 kali sehari.

Resep 3.
10 gram jamur kayu/lingzhi + 10 gram biji kacapiring (zhi zi), keduanya dicuci, direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 300 cc, disaring, airnya diminum untuk 2 kali sehari. (kedua bahan dapat dibeli di toko obat Tionghoa)

Resep 4.
60 gram rumput mutiara atau rumput lidah ular segar + 30 gram tumbuhan jombang segar + 25 gram kunyit. dicuci bersih, direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 400 cc, disaring, airnya diminum untuk 2 kali sehari.

Catatan :
  • Pilih salah satu resep dan lakukan secara teratur
  • Tetap konsultasi ke dokter
  • Untuk perebusan, gunakan periuk tanah, panci kaca atau enamel.
Sumber : Hembing


Baca juga:

JENIS VIRUS PENYEBAB HEPATITIS

Peradangan hati dapat disebabkan oleh infeksi berbagai mikroorganisme seperti virus, bakteri, dan protozoa. Namun pada umumnya disebabkan oleh virus (hepatitis virus). Radang hati juga dapat terjadi akibat bahan-bahan kimia yang meracuni hati, obat-obatan, dan alkohol, yang disebut juga dengan hepatitis non-virus. Hepatitis akibat obat-obatan hanya menyerang orang yang sensitif.
Pada umumnya hepatitis virus akut mempunyai gejala-gejala sebagai berikut:
  1. Tingkat awal merasa cepat lelah, tidak napsu makan, sakit kepala, pegal-pegal di seluruh badan, lemah, mual, dan kadang disertai muntah, dan selanjutnya demam.
  2. Fase kuning (ikterik): ditandai dengan urin berwarna kuning kehitaman seperti air teh dan feses berwarna hitam kemerahan. Bagian putih dari bola mata, langit-langit mulut dan kulit menjadi berwarna kekuning-kuningan. Fase ini berlangsung kurang lebih selama 2-3 minggu.
  3. Fase penyembuhan: ditandai dengan berkurangnya gejala dan warna kuning menghilang. Umumnya penyembuhan sempurna memerlukan waktu sekitar 6 bulan.
*another site By DEDEN SURA AGUNG

Tidak semua penderita hepatitis menunjukan gejala seperti di atas, ada juga yang tidak menunjukan warna kuning. Selain melihat gejala klinis diperlukan juga pemeriksaan laboratorium seperti SGOT, SGPT, Bilirubin, dan asam empedu.
Hepatitis yang disebabkan oleh infeksi virus menyebabkan sel-sel hati mengalami kerusakan sehingga tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya. Pada umumnya, sel-sel hati dapat tumbuh kembali dengan sisa sedikit kerusakan, tetapi penyembuhannya memerlukan waktu berbulan-bulan dengan diet dan istirahat yang baik. Hepatitis virus dibagi menjadi 5 berdasarkan jenis virus penyebabnya, yaitu: Virus Hepatitis A (VHA), B (VHB), C (VHC), D (VHD), dan E (VHE). Hepatitis virus dapat menjadi kronis dan bisa berlanjut menjadi sirosis hati dan kanker hati.

1. Hepatitis A
Hepatitis A lebih banyak diderita oleh anak-anak dan orang muda. Disebabkan oleh infeksi virus hepatitis A, pada umumnya menular melalui makanan/minuman yang terkontaminasi oleh feses penderita, bisa juga melalui konsumsi kerang yang terkontaminasi virus. Penyakit ini jarang menjadi kronis. Gejala yang timbul ringan dan tidak selalu timbul fase kuning/ikterik. Langkah pencegahannya, yaitu :
  • Cuci tangan setelah dari toilet, sebelum makan dan sebelum menyiapkan makanan;
  • Disarankan tidak makan dengan menggunakan alat-alat makan secara - bergantian atau memakai sikat gigi bersama-sama;
  • Memperhatikan kebersihan lingkungan dan sanitasi ;
    Imunisasi
2. Hepatitis B
Hepatitis B merupakan bentuk hepatitis yang lebih serius dibandingkan dengan jenis hepatitis lainnya. Penularannya melalui transfusi darah, penggunaan jarum suntik yang tidak steril, alat tato, hubungan seksual, air liur, feses, juga dapat ditularkan dari ibu kepada bayi yang baru dilahirkannya. Hepatitis virus yang akut dapat sembuh dengan sendirinya, namun sejumlah besar penderita hepatitis B akan menjadi kronis. Semakin muda usis terinfeksi virus hepatitis B semakin besar kemungkinan menjadi kronis. Hepatitis kronis akan meningkatkan risiko terjadinya sirosis dan hepatoma (kanker hati) di kemudian hari.  Upaya pencegahan terhadap hepatitis B, antara lain yaitu:
Imunisasi hepatitis B
  • Hindarkan pemakaian jarum suntik bekas, dan peralatan tato yang tidak steril.
  • Hindarkan pemakaian bersama sikat gigi, pisau cukur dan alat lainnya yang dapat menimbulkan luka.
  • Penderita hepatitis B dilarang minum alkohol untuk mencegah rangsangan selanjutnya pada hati.
3. Hepatitis C
Pada Hepatitis C sebagian besar penderitanya berlanjut menjadi hepatitis kronis. Seperti halnya hepatitis B kronis, hepatitis C yang kronis juga akan berkembang menjadi sirosis hati dan dapat berpotensi menjadi hepatoma. Sebagian besar penderita hepatitis C tidak menunjukan gejala. Seperti halnya hepatitis B, penularan hepatitis C umumnya terjadi melalui transfusi darah, selain itu mungkin juga melalui hubungan seksual, penggunaan sikat gigi secara bersamaan, dan dari ibu pengidap hepatitis C kepada bayinya.

4. Hepatitis D
Virus hepatitis D hanya dapat ditemukan pada penderita hepatitis B, karena untuk hidupnya memerlukan virus pembantu yaitu virus hepatitis B. Upaya pencegahan terhadap hepatitis B secara tidak langsung juga mencegah Hepatitis D.

5. Hepatitis E
Tipe penularannya sama dengan virus hepatitis A yaitu melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh feses. Infeksi virus hepatitis E terutama terjadi di daerah yang tingkat kesehatan dan sanitasinya buruk, dan lebih banyak diderita oleh anak-anak dan wanita hamil.

Baca juga:

Minggu, 20 Mei 2012

JENIS DAN BENTUK VAGINA

Mungkin sulit untuk membayangkan mengapa perempuan harus peduli tentang ukuran dan bentuk kelamin mereka. Ini karena kita tidak pernah memimpikan perempuan memiliki alat kelamin luar; semuanya harus berada di dalam tubuh mereka dan tidak kelihatan. Perempuan memiliki vagina. Ini yang kita telah diberitahukan dalam sekolah dan kehidupan. Kenyataan bahwa gadis dan wanita memiliki vulva jarang dinyatakan. Hanya anak laki-laki dan pria yang memiliki alat kelamin luar. Apa yang kebanyakan orang tidak menyadari adalah bahwa wanita dan gadis remaja pada kenyataannya juga memiliki kelamin dengan berbagai bentuk, warna, tekstur dan ukuran.

Pubertas / Waktu Perubahan
Selama masa pubertas, organ kelamin seorang gadis dapat mengalami perubahan yang besar. Sebelum masa pubertas kulit dari vulva sangat tipis, dan sangat mudah mengalami luka dan iritasi. Bahkan sebelum perkembangan payudara dapat dilihat jaringan vulva mulai memberikan reaksi terhadap peningkatan kadar hormon dengan perubahan jaringan menjadi lebih tebal dan besar. Selama masa pubertas labia dalam dan luar dari seorang gadis, penutup, klitoris dan selaput dara seringkali bertambah besar ukurannya. Bukan hanya perubahan ukuran dari alat kelamin gadis tersebut, akan tetapi juga bentuk, warna dan tekstur. Karena rambut kemaluan juga mulai tumbuh pada waktu ini para gadis remaja biasanya tidak menyadari perubahan-perubahan ini kecuali mereka melihatanya dengan sebuah cermin atau memeriksa dengan menggunakan jari-jari tangan mereka. Bahkan apabila seorang gadis mandi dengan gadis lainnya biasanya dia masih tidak menyadari bahwa mereka mengalami perubahan yang sama. Gadis remaja dan wanita bahkan biasanya dilarang untuk memperlihatkan alat kelamin mereka dan bercerita tentang ini, eksplorasi bersama bukan hal yang biasa diantara wanita yang lebih muda. (Gadis remaja dan wanita biasanya memandang ke alat kelamin dari gadis remaja dan wanita lainnya saat mereka memiliki kesempatan, karena rasa ingin tahu yang alami.) Pada masa pubertas berikutnya, alat kelamin gadis mungkin kelihatan tidak sama seperi saat mereka masih anak-anak.

Kaum wanita (istri anda) akan mengalami sebuah perubahan yang signifikan berupa :
  1. Suami akan merasakan perubahan fantastis saat senggama disebabkan vagina mampu mencengkeram penis lebih kuat.
  2. Vagina akan lebih sensitif dan peka rangsang, sehingga akan lebih mudah mencapai orgasme.
  3. Meningkatkan kepuasan seksual (karena lebih kuatnya ‘daya cengkeram’ vagina).
 Jenis dan Bentuk Vagina Wanita
  1. Vagina Mutasyahhimah, yaitu perempuan yang dipenuhi lemak. Perempuan semacam ini tidak mendapatkan kenikmatan kecuali dari penis yang panjang sehingga bisa mencapai jarak terjauh.
  2. Vagina Lizqah, yaitu perempuan yang termakan oeh daerah-daerah yang ada di sekitarnya. Lemak di dalamnya sedikit. Dan daging yang tersisa menempel dan menggantung pada bagian atasnya. Perempuan semacam ini menyukai penis yang diameternya lebar.
  3. Vagina Qa’ra, yaitu perempuan yang cekung karena syahwatnya yang besar dan nafsunya yang melampaui batas. Penis yang paling disukainya adalah yang diameternya lebar dan kepalanya besar agar dapat memenuhi tempat-tempat yang ada di dalam dan mengalirkan nikmat kepadanya.
  4. Vagina Jaufa, yaitu perempuan yang sisi-sisi berongga dan jarak antara kedua bibir serta sudut-sudutnya Vagina semacam ini tidak dapat dipenuhi kecuali oleh penis yang panjang dan besar. Biasanya dimiliki oleh perempuan yang tinggi.
  5. Vagina Mutkhamah, yaitu perempuan yang bagian bawah dan bagian atas sama. Syahwatnya kecil dan orgasmenya cepat. Perempuan semacam ini menyukai laki-laki yang goyangannya kuat dan orgasmenya cepat.
  6. Vagina Syafra’, yaitu perempuan yang daging kedua sisi tipis. Perempuan semacam ini menyukai penis yang panjang dan kecil.
  7. Vagina Munhaniqah, yaitu perempuan yang dinding-dinding tebal pada bagian luar dan kurang berisi pada bagian dalam sehingga syahwat tertahan di dalamnya. Perempuan semacam ini menyukai penis yang besar dan diameternya lebar, urat-uratnya keras dan kepalanya sangat besar.
Kepekaan Estrogen
Labia minora sangat sensitif terhadap estrogen dan kadar yang meningkat dapat mengakibatkan pembesaran dan peningkatan sensitifitas. Hal ini mungkin terjadi selama masa kehamilan. Ini dapat menjadi kondisi yang sangat tidak menyenangkan yang membutuhkan perhatian dokter. Resep obat-obatan dan krim yang diberikan dapat menjadi penyebabnya. Kebanyakan labia yang besar timbul karena masalah genetik, bukan karena masalah lingkungan.
 

By DEDEN SURA AGUNG

Kamis, 15 Maret 2012

ANATOMI ORGAN GENITALIA EKSTERNA PADA WANITA

Organ reproduksi eksterna yang sering disebut sebagai vulva, mencakup semua organ yang dapat terlihat dari luar, mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons pubis, labia mayora dan minora, klitoris, himen, vestibulum, meatus uretra, berbagai kelenjar serta pembuluh darah (Cunningham, 2001).

Cek another site By DEDEN SURA AGUNG

LABIA MAYORA: Berupa dua lipatan jaringan lemak yang ditutupi kulit dan folikel rambut yang akan berlanjut menjadi mons pubis di bagian anterior dan bersatu menjadi perineum di posterior (Sastrawinata, 1993).

LABIA MINOR
A: Berupa lipatan jaringan yang tipis, lembab dan kemerahan. Tidak ditemukannya folikel rambut, namun banyak folikel sebasea yang tersebar. Labia minora merupakan jaringan erektil yang sangat sensitif dan memiliki ujung-ujung saraf. Pada labia minora yang menyatu di bagian posterior disebut fourchette posterior. Terlihat jelas pada wanita nullipara, anmun pada multipara labia minora secara tidak kentara bergabung menjadi labia mayora (Sastrawinata, 1993)

HIMEN atau SELAPUT DARA: Lapisan yang tipis dan menutupi sebagian besar dari introitus vagina. Pada wanita dewasa yang masih gadis, tebal himen bervariasi dan selaput ini menutupi hampir seluruh liang vagina. Lubang pada himen mempunyai diameter yang bervariasi, mulai dari sebesar jarum sampai dapat dilewati satu atau bahkan dua jari. Lubang himen biasanya berbentuk bulan sabit atau bulat, kadangkala berupa banyak lubang kecil, dan dapat pula berupa celah atau berumbai tidak beraturan.  Biasanya, himen robek pada beberapa tempat sewaktu coitus yang pertama kali, seringkali di bagian posterior. Kadangkala, robeknya himen dapat disertai dengan perdarahan yang hebat (Sastrawinata, 1993 ; Cunningham, 2001).
Perubahan pada hymen yang disebabkan koitus seringkali mempunyai arti mediko-legal yang penting, khususnya pada persangkaan perkosaan di mana dokter diminta untuk memeriksa korban dan memberikan kesaksian sehubungan dengan temuan fisik. Pada gadis yang diperiksa beberapa jam setelah persangkaan perkosaan, ditemukannya laserasi himen yang masih baru, ditemukannya titik-titik perdarahan atau abrasi pada himen, merupakan bukti yang mendukung adanya penetrasi vagina belum lama berselang dengan kemungkinan karena persetubuhan (Cunningham, 2001).

FOSSA NAVIKULARIS: Berada di bagian posterior vestibulum yang agak jarang terlihat kecuali pada wanita nullipara karena biasanya rusak setelah melahirkan.

VAGINA: Suatu jaringan muskulomembranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus, berada di antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Dinding depan vagina (~ 9cm) lebih pendek dari dinding belakang (~ 11cm). Fungsi dari vagina antara lain sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi; sebagai alat persetubuhan dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan (Cunningham, 2001).

REKTUM: Saluran panjang (13cm) sebagai lanjutan kolon sigmiodeum yang akan melanjutkan diri sebagai kanalis ani. Rektum terdiri dari lapisan muskular dan mukosa. Lapisan muskular tersusun atas lapisan otot polos longitudinal dan sirkuler, sedangkan mukosa rektum bersama dengan lapisan otot sirkuler membentuk tiga lipatan yang disebut plica transversalis recti (Cunningham, 2001).
 
By DEDEN SURA AGUNG

REAKSI FISIOLOGIS HUBUNGAN SEKSUAL PADA WANITA


Reaksi pertama pada wanita yang mengalami rangsangan seksual adalah diproduksinya getah lendir vagina, pembesaran labia, pemanjangan serta pelebaran vagina. Perubahan ini hanya bersifat sementara dan jarang berlangsung lama setelah orgasme. Lendir vagina merupakan hasil transudasi (sweating phenomenon) di seluruh vagina, di mana produksinya akan berhenti bila rangsangan seksual menghilang, akhirnya getah tersebut mengering dengan cepat (Budiyanto, 1997).


Selaput dara biasanya robek pada hubungan seksual yang pertama kali. Namun dapat pula terjadi hubungan seksual tanpa menimbulkan  kerusakan pada selaput dara, bila introitus vagina cukup lebar. Hasil penelitian klinis menunjukkan bahwa rasa sakit biasa timbul pada waktu terjadi deflorasi, namun perdarahan yang timbul, baik dari selaput dara atau fourchet sangat sedikit. Tidak adanya perdarahan menunjukkan juga bahwa introitus vagina telah mengalami regangan tanpa terjadi robekan, atau terjadi robekan pada jaringan avaskuler (Budiyanto, 1997).

Bukti adanya deflorasi tidak selalu dapat ditemukan. Minimal ditemukan robekan kecil pada selaput dara yang tidak meluas ke perifer. Mungkin pula ditemukan robekan kecil yang telah sembuh yang disebabkan penggunaan tampon dalam vagina. Selain itu, selaput dara juga dapat robek oleh jari tangan atau benda lain (Budiyanto, 1997).

Tidak terdapatnya robekan pada selaput dara, tidak berarti bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi penis, sebaliknya adanya robekan hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda tumpul yang masuk ke dalam vagina. Proses penyembuhan dari selaput dara yang robek pada umumnya dicapai dalam waktu 7-10 hari setelah penetrasi terjadi (Knight, 1991 ; Idries, 1997).

Selama persetubuhan, pada saat terjadi ejakulasi, cairan semen akan mengisi saluran vagina. Perubahan posisi pada wanita dapat menyebabkan cairan semen keluar lagi dan membuat noda pada rambut pubis, perineum, paha bagian atas, juga seprai atau celana dalam. Ejakulasi di luar vagina dapat menyebabkan deposit cairan semen pada berbagai bagian dari tubuh (Idries, 1997).

Setelah ejakulasi terjadi, sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam. Sperma yang tidak bergerak masih dapat ditemukan sampai sekitar 24-36 jam setelah ejakulasi. Meskipun korban (perempuan) telah mati, sperma masih dapat ditemukan sampai  7-8 hari (Idries, 1991).
 

By DEDEN SURA AGUNG

SHARING, BLOGGING AND EARNING