DEDEN SURA AGUNG Sharing

Selasa, 01 Januari 2013

HEPATITIS C

By DEDEN SURA AGUNG
Hati adalah satu dari sejumlah organ terpenting dalam tubuh manusia yang memiliki kurang lebih 500 fungsi vital untuk keberlangsungan proses metabolisme. Karenanya adalah tidak mungkin seorang manusia dapat mempertahankan kesehatannya tanpa keberadaan organ hati.
Beberapa fungsi diantaranya adalah :
  1. Mengubah racun, residu obat, alkohol dan bahan berbahaya yang diproduksi oleh tubuh menjadi unsur yang dapat diterima oleh organ lain untuk dikeluarkan melalui ginjal dan usus. Banyak jenis obat harus di cerna didalam hati sebelum berfungsi sempurna.
  2. Memecah sel darah merah yang sudah tua dan mengubah hemoglobin (substansi yang membawa oksigen di dalam sel darah merah) menjadi bile, untuk kemudian disalurkan kedalam kantung empedu untuk keperluan selanjutnya. Bila dibutuhkan, bile ini akan dikeluarkan melalui usus untuk membantu emulsi lipid serta menyerap vitamin yang dibutuhkan dari konsumsi makanan.
  3. Memproduksi, menyimpan dan mengedarkan glukosa untuk seluruh bagian tubuh. Disamping juga mengawasi kadar kolesterol dalam darah, mengolah dan memproduksinya sebanyak dibutuhkan.
  4. Mengolah protein, sebagaimana yang dibutuhkan untuk memproduksi kadar kekentalan darah, untuk mengirimkan zat gizi ke organ lainnya dan sebagian lagi berfungsi untuk memproduksi daya tahan tubuh atas infeksi.
Fungsi lainnya adalah :
  • Memproses karbohidrat, lemak, protein dan alkohol
Mencerna dan memproduksi bilirubin (dari sel darah merah), kolesterol, hormon dan obat.

Hepatitis C adalah salah satu tipe virus yang menyerang hati. Ketika virus ini berkembang biak, virus ini membunuh sel hati dan memancing sistem kekebalan tubuh untuk melakukan perlawanan. Reaksi serangan ini bisa berakibat fatal pada hati seperti terjadinya peradangan dan/ atau terbentuknya jaringan parut / fibrosis pada hati. Jika hal ini terus dibiarkan terjadi tanpa melakukan pengobatan dapat berakibat pada terjadinya kerusakan hati yang sangat serius seperti sirosis (pengerasan hati karena terbentuknya jaringan parut) atau kanker hati.

Kebanyakan orang yang terinfeksi virus hepatitis C berlanjut menjadi hepatitis C yang kronis. Infeksi ini menjadi kronis (menahun) karena sistem kekebalan tubuh sudah tidak lagi bisa memerangi virus ini.
Anda mungkin berpikir kondisi seperti ini akan membuat Anda semakin merasakan sakit seiring berjalannya waktu. Tetapi perlu diketahui bahwa, pada sebagian besar orang, hepatitis C adalah asimtomatik yang artinya mereka tidak merasakan gejala apa–apa selama bertahun-tahun sejak terinfeksi hepatitis C. Tidak ada yang bisa memastikan apakah gejala-gejala ini akan timbul di waktu kemudian.
Tidak merasakan gejalanya bukan berarti virus hepatitis C tidak sedang merusak hati Anda. Virus ini tetap hidup di dalam tubuh Anda tanpa memberikan gejala yang pasti. Faktanya, banyak orang yang tidak merasakan gejalanya sampai kerusakan hati yang parah terjadi. Itulah mengapa amat penting melakukan tes dan berkonsultasi dengan dokter Anda mengenai pengobatan hepatitis C.

Penyakit Hepatitis C adalah penyakit hati yang disebabkan oleh virus Hepatitis C (HCV= Hepatitis C virus). Virus Hepatitis C masuk ke sel hati, menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C, kemudian menginfeksi banyak sel lainnya. 15% dari kasus infeksi Hepatitis C adalah akut, artinya secara otomatis tubuh membersihkannya dan tidak ada konsekwensinya. Sayangnya 85% dari kasus, infeksi Hepatitis C menjadi kronis dan secara perlahan merusak hati bertahun-tahun. Dalam waktu tersebut, hati bisa rusak menjadi sirosis (pengerasan hati), stadium akhir penyakit hati dan kanker hati.

Diagnosa Hepatitis C
Diagnosa awal adalah melalui tes darah sederhana untuk mendeteksi keberadaan virus hepatitis C atau jumlah virus yang ada dalam jaringan tubuh. Jika virus terdeteksi dalam tubuh Anda ini berarti Anda memiliki hepatitis C. Kemudian dokter akan memeriksa keadaan kesehatan hati Anda.

Cara yang paling umum atau biasa digunakan untuk memeriksa masalah hati adalah melalui tes fungsi hati, suatu tes darah yang memeriksa zat-zat kimia dalam tubuh yang dihasilkan oleh hati dalam berkerja menjalankan fungsinya:
  • ALT (SGPT) – suatu enzim yang bila dalam keadaan normal berada di dalam sel hati dan di dalam darah. Ketika sel hati rusak, enzim ini merembes ke dalam aliran darah sehingga menyebabkan kadar ALT (SGPT) meningkat. Tes ALT (SGPT) yang hanya dilakukan sekali belum tentu bisa menunjukkan seberapa parah perusakan yang telah terjadi dan seringkali orang yang menderita hepatitis C kronis memiliki kadar ALT (SGPT) normal. Enzim hati lainnya yang biasanya diukur melalui tes darah ini adalah AST (aspartate aminotransferase / SGPT), GGT (gamma-glutamyl transferase), dan alkaline phosphatase.
  • Bilirubin -  suatu pigmen berwarna kuning yang disalurkan ke dalam hati ketika sel darah merah pecah. Jika hati tidak bekerja dengan baik maka kadar bilirubin dalam darah akan naik.
  • Albumin – adalah suatu protein yang dihasilkan oleh hati. Penurunan jumlah albumin dapat mencerminkan buruknya fungsi hati.
  • Prothrombin Time – Ketika mengalami kerusakan, hati akan gagal memproduksi zat pembeku darah dalam jumlah yang memadai. Tes ini mengukur kemampuan pembekuan darah. Pada gangguan fungsi hati Prothrombin Time (PT) memanjang.
  • Penghitungan darah lengkap – penghitungan darah lengkap dapat membantu mendeteksi kondisi umum/ keseluruhan hati.
Bila diperlukan dokter Anda juga mungkin akan melakukan biopsi hati yaitu suatu prosedur yang dilakukan dengan mengambil sepotong kecil jaringan hati dengan menggunakan jarum biopsi, yang kemudian dianalisis di bawah mikroskop oleh ahli patologi anatomi. Biopsi hati biasanya direkomendasikan untuk diagnosis kelainan hati atau untuk menentukan derajat beratnya kelainan hati.

Penyebab Hepatitis C
Hepatitis berarti pembengkakan pada hati. Banyak macam dari virus Hepatitis C. Dalam banyak kasus, virus yang masuk ke dalam tubuh, mulai hidup di dalam sel hati, mengganggu aktivitas normal dari sel tersebut, lalu menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C kemudian menginfeksi sel lain yang sehat.

Jika anda penderita Hepatitis C, sangat penting untuk mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari alkohol. Alkohol akan memperparah kerusakan hati anda, baik anda dalam pengobatan ataupun tidak.
Salah satu gejala umum dari Hepatitis C adalah kelelahan kronis. Kelelahan juga bisa sebagai efek samping pengobatan Hepatitis C. Rasa lelah akibat Hepatitis C dapat diatasi dengan istirahat cukup dan menjalankan olah raga yang rutin.
Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.
Bagaimana Keluhan dan Gejalanya?
Penderita terinfeksi hepatitis C dari berbagai macam cara. Mereka bisa saja tidak merasakan gejalanya sama sekali. Faktanya, gejala pada hepatitis C yang kronis tidak tampak sampai kerusakan hati yang parah terjadi. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan tes kesehatan hati Anda, misalnya memeriksa kadar ensim pada darah atau tes darah lainnya, USG hati, atau biopsy hati.
Gejala-gejala hepatitis bisa hilang timbul atau mungkin hanya bersifat temporer. Namun, proses kerusakan hati tetap saja terjadi, terlepas dari ada tidaknya gejala. Gejala yang berat bisa juga muncul tanpa terjadinya proses kerusakan hati yang permanen tetapi ini jarang.
Bila Anda mengalami salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah, mungkin saja Anda terinfeksi virus hepatitis C. Sangat jarang orang yang mengidap infeksi virus hepatitis C mengalami semua gejala Hepatitis C.
Gejala biasanya terjadi pada lebih kurang 5% dari seluruh pengidap Hepatitis C dan gejala-gejala itu meliputi:
  • rasa letih,
  • demam,
  • menggigil
  • tidak nafsu makan
  • mual dan muntah
  • kuning
  • nyeri perut kanan atas
  • penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Bila Anda merasa yakin berisiko tertular Hepatitis C, sebaiknya Anda segera berkonsultasi dengan dokter Anda.
Ingat: Apa yang Anda rasakan tidak dapat menjadi ukuran terhadap seberapa parahnya kerusakan fisik yang Anda alami. Jika Anda menunggu sampai merasakan gejalanya sebelum melakukan pengobatan mungkin saja hati Anda sudah mengalami kerusakan parah.
Dalam beberapa kasus,Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.
Meskipun demikian, sangat perlu untuk melakukan tes jika anda pikir anda memiliki resiko terjangkit Hepatitis C atau jika anda pernah berhubungan dengan orang atau benda yang terkontaminasi. Satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi penyakit ini adalah dengan tes darah.
 
Penularan Hepatitis C
Virus hepatitis C adalah virus yang terkandung dalam darah, artinya virus ini menyebar/menular melalui darah dan produk-produk darah. Cara penularan umumnya meliputi:
  • Luka tusuk jarum suntik di kalangan tenaga kesehatan.
  • Transfusi darah sebelum pertengahan tahun 1992 (selepas tahun 1992, bank darah mulai melakukan penapisan secara ketat untuk Hepatitis C dengan menerapkan cara pemeriksaan yang efektif).
  • Pemakaian narkoba suntik (misalnya pemakaian jarum suntik yang sama secara bergantian).

Cara-cara penularan lainnya meliputi :
  • Akupunktur dan tindikan pada tubuh dengan menggunakan jarum yang tidak disterilisasi atau dibersihkan sebagaimana mestinya.
  • Tato dengan menggunakan jarum yang tidak disterilisasi atau tinta yang telah terkontaminasi.
  • Pemakaian barang-barang perawatan pribadi secara bergantian (misalnya pisau cukur, sikat gigi, gunting atau pengikir kuku) dan alat-alat rumah tangga lainnya yang telah terkena darah.
  • Pemakaian kokain hisap dengan menggunakan sedotan atau alat lain yang sama secara bergantian di antara pemakai. Pemakaian sedotan untuk menghisap kokain bisa menyebabkan kontak darah melalui luka atau goresan pada hidung.
  • Aktivitas seksual yang menyebabkan perdarahan atau kontak darah antara pasangan yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi (misalnya melalui luka yang terbuka).

Virus hepatitis C tidak menular melalui kontak biasa seperti berpelukan, bersin, batuk atau duduk berdekatan dengan pengidap Hepatitis C.
Hepatitis C jarang ditularkan lewat aktivitas seksual. Namun, ada kecenderungan bahwa mereka yang memiliki banyak pasangan seksual juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami infeksi virus hepatitis C.

Satu - satunya cara untuk melindungi diri Anda adalah dengan menghindari perilaku seks yang berisiko, seperti melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan atau dengan satu pasangan yang status kesehatannya tidak jelas.

Sekalipun jarang, hepatitis C bisa juga menular dari ibu kepada anaknya selama proses persalinan. Sebagian besar penelitian memperkirakan bahwa risiko penularan melalui cara ini meningkat hingga 8%. Kegiatan menyusui belum ditemukan terkait dengan penularan virus hepatitis C. 


Bila Anda atau pasangan Anda mengidap hepatitis C, dan Anda (bila Anda seorang isteri) atau isteri Anda (bila Anda seorang suami) tengah mengandung ataupun Anda dan pasangan tengah berencana untuk memiliki anak, sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter perihal tindakan pencegahan yang perlu dilakukan.

Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya.
Dengan mengetahui cara penularanya, maka kita dapat berusaha untuk dapat mencegah terpapar oleh penyakit Hepatitis C.

Konsekuensi Penderita Hepatitis C

Salah satu konsekuensi paling berat pada penderita Hepatitis C adalah kanker hati.
Sekitar 15 % pasien yang terinfeksi virus Hepatitis C dapat menghilangkan virus tersebut dari tubuhnya secara spontan tanpa menghadapi konskwensinya di kemudian hari. Hal tersebut disebut infeksi akut. Sayangnya, mayoritas penderita penyakit ini menjadi kronis. (suatu penyakit dikatakan kronis bila menetap lebih dari 6 bulan).
Hepatitis C kronis salah satu bentuk penyakit Hepatitis paling berbahaya dan dalam waktu lama dapat mengalami komplikasi, apalagi bila tidak diobati.
Penderita Hepatitis kronis beresiko menjadi penyakit hati tahap akhir dan kanker hati. Sedikit dari penderita Hepatitis kronis, hatinya menjadi rusak dan perlu dilakukan transplantasi hati. Kenyataannya, penyakit hati terutama Hepatitis C penyebab utama pada transplantasi hati sekarang ini.
Sekitar sepertiga kanker hati disebabkan oleh Hepatitis C. Hepatitis C yang menjadi kanker hati terus meningkat di seluruh dunia karena banyak orang terinfeksi Hepatitis C tiap tahunnya.

Walaupun Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, kerusakan hati terus berlanjut dan menjadi parah seiring waktu.
Saat hati menjadi rusak (sebagai contoh, karena Hepatitis C) hati tersebut akan memperbaiki sendiri yang membentuk parut. Bentuk parut ini sering disebut fibrosis. Semakin banyak parut menunjukkan semakin parahnya penyakit. Sehingga, hati bisa menjadi sirosis (penuh dengan parut).
Struktur sel hati mulai pecah, sehingga hati tidak lagi berfungsi normal. Kerusakan hati yang disebabkan Hepatitis C biasanya terjadi secara bertahap selama 20 tahun, tetapi beberapa faktor dapat membuat perkembangan penyakit lebih cepat, seperti alkohol, jenis kelaminnya pria, umur dan infeksi HIV. Karena infeksi Hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa gejala, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin dan bicarakan pilihan pengobatan dengan dokter anda. Penelitian menunjukkan pasien yang diobati sebelum hatinya rusak secara signifikan memiliki respon yang lebih baik terhadap pengobatan dibandingkan pada pasien yang menunda pengobatannya. 
 
Proses Kerusakan Hati
Hati yang normal halus dan kenyal bila disentuh. Ketika hati terinfeksi suatu penyakit (misalnya Hepatitis C), hati menjadi bengkak. Sel hati mulai mengeluarkan enzim alanin aminotransferase ke darah. Dengan keadaan ini dokter dapat memberitahu anda apakah hati sudah rusak atau belum. Bila konsentrasi enzim tersebut lebih tinggi dari normal, itu adalah tanda hati mulai rusak. Sewaktu penyakit hati berkembang, perubahan dan kerusakan hati meningkat.
Fibrosis.
Setelah membengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekasluk atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis", yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut "sirosis".
Sirosis.
Kerusakan yang berulang, area besar hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi koreng. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak. Hati mulai menciut dan menjadi keras. Penyakit Hepatitis C kronis biasanya dapat menyebabkan sirosis sama seperti kelebihan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Fungsi hati rusak.
Sewaktu sirosis bertambah parah, hati tidak dapat menyaring kotoran, racun, dan obat yang ada dalam darah. Hati tidak lagi dapat memproduksi “clotting factor” untuk menghentikan pendarahan. Cairan tubuh terbentuk pada abdomen dan kaki, pendarahan pada usus sering terjadi, dan biasanya fungsi mental menjadi lambat. Pada titik ini, transplantasi hati adalah pilihan satu-satunya.

Kanker hati.
Kadang kala kerusakan sel hati diikuti dengan perubahan gen sel yang mana dapat menjadi kanker. Pasien Hepatitis C kronis memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita "hepatocellular carcinoma", suatu tipe tumor hati.

Pencegahan Kerusakan Hati
Sirosis dapat dihentikan dan kadang kala dapat dicegah. Untuk pasien Hepatitis C kronis, sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada hati dimana sirosi lebih buruk. Selain itu, jika anda penderita penyakit Hepatitis C hindari alkohol secara total. Juga jangan minum alkohol dengan acetaminophen (merupakan kandungan obat sakit kepala dan flu), karena bila dikonsumsi berbarengan dapat menyebabkan kondisi "hepatitis fulminant", yang dapat menyebabkan fungsi hati rusak total. 

Faktor Resiko Hepatitis C 
Karena Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.
Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan darah serta produk transfusi darah sebelum tahun 1992
Faktor resiko lain seperti tato dan tindik tubuh. Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato atau menindik dapat menjadi pembawa virus Hepatitis C dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, jika pelaku tidak melakukan sterilasasi pada perlengkapannya.
Faktor resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum, terutama pada pekerja kesehatan, hemodialisis dan transplantasi organ sebelum tahun 1992.
Luka karena jarum suntik, yang seringkali terjadi pada petugas kesehatan, dapat menjadi alat penularan virus Hepatitis C. Probabilitas penularan virus Hepatitis C melalui jarum suntik lebih besar dibanding dengan virus HIV.
Sekarang ini, pada penderita HIV ada protokol standar dalam penanganan jarum suntik untuk mengurangi resiko tertular HIV atau AIDS. Sayangnya, tidak ada protokol yang sama untuk penanganan pada penderita Hepatitis C untuk menghindari penularan melalui jarum suntik.

Pengguna Obat Bius Suntik
Dua pertiga pengguna obat bius suntik mengidap Hepatitis C.
Orang yang menggunakan obat bius suntik, walaupun sekali, memiliki resiko tinggi tertular Hepatitis C. Sekarang ini, resiko terinfeksi virus Hepatitis C melalui obat bius suntik lebih tinggi dibandingkan terinfeksi HIV sekitar 60% hingga 80% yang terinfeksi Hepatitis C sedangkan yang terinfeksi HIV sekitar 30%.
Virus Hepatitis C mudah sekali menyebar melalui berbagi jarum, jarum suntik dan perlengkapan lain pengguna obat bius suntik.

Hubungan Seksual
Meskipun Hepatitis tidak mudah menular melalui hubungan seksual, prilaku seksual yang beresiko, terutama yang memilki pasangan seksual lebih dari satu, menjadi pemicu meningkatnya resiko terinfeksi virus Hepatitis C.
Sekitar 15 % infeksi Hepatitis C ditularkan melalui hubungan seksual. Penularan melalui hubungan seksual pada Hepatitis C tidak setinggi pada Hepatitis B. Walaupun demikian, prilaku seks yang beresiko tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko tertular Hepatitis C. Faktor resiko dari penularan Hepatitis C melalui hubungan seksual meliputi
  • Memiliki lebih dari satu pasangan
  • Pengguna jasa PSK
  • Luka karena seks (kurangnya pelicin pada vagina dapat meningkatkan resiko penularan melalui darah)
  • Melakukan hubungan seksual sewaktu menstruasi.
Pada pasangan yang menikah, resiko penularan meningkat sejalan dengan lamanya perkawinan. Hal ini berkaitan dengan hubungan seksual dan berbagi perlengkapan (seperti sikat gigi, silet cukur, gunting kuku dan sebagainya).
Jika anda memiliki hubungan seksual dengan orang yang memiliki faktor resiko terinfeksi Hepatitis C, anda sebaiknya menjalankan tes untuk Hepatitis C juga.


Baca juga:
Daftar Pustaka:

PENYEBAB HEPATITIS C

By DEDEN SURA AGUNGHepatitis berarti pembengkakan pada hati. Banyak macam dari virus Hepatitis C. Dalam banyak kasus, virus yang masuk ke dalam tubuh, mulai hidup di dalam sel hati, mengganggu aktivitas normal dari sel tersebut, lalu menggunakan mesin genetik dalam sel untuk menduplikasi virus Hepatitis C kemudian menginfeksi sel lain yang sehat.
Jika anda penderita Hepatitis C, sangat penting untuk mengkonsumsi makanan sehat dan menghindari alkohol. Alkohol akan memperparah kerusakan hati anda, baik anda dalam pengobatan ataupun tidak.
Salah satu gejala umum dari Hepatitis C adalah kelelahan kronis. Kelelahan juga bisa sebagai efek samping pengobatan Hepatitis C. Rasa lelah akibat Hepatitis C dapat diatasi dengan istirahat cukup dan menjalankan olah raga yang rutin.
Virus Hepatitis C sangat pandai merubah dirinya dengan cepat. Sekarang ini ada sekurang-kurangnya enam tipe utama dari virus Hepatitis C (yang sering disebut genotipe) dan lebih dari 50 subtipenya.
Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan.
Bagaimana Keluhan dan Gejalanya?
Penderita terinfeksi Hepatitis C dari berbagai macam cara. Mereka bisa saja tidak merasakan gejalanya sama sekali. Faktanya, gejala pada Hepatitis C yang kronis tidak tampak sampai kerusakan hati yang parah terjadi. Oleh sebab itu, sangat penting untuk melakukan tes kesehatan hati Anda, misalnya memeriksa kadar ensim pada darah atau tes darah lainnya, USG hati, atau biopsy hati.
Gejala-gejala hepatitis bisa hilang timbul atau mungkin hanya bersifat temporer. Namun, proses kerusakan hati tetap saja terjadi, terlepas dari ada tidaknya gejala. Gejala yang berat bisa juga muncul tanpa terjadinya proses kerusakan hati yang permanen tetapi ini jarang.
Bila Anda mengalami salah satu atau lebih dari gejala-gejala di bawah, mungkin saja Anda terinfeksi virus hepatitis C. Sangat jarang orang yang mengidap infeksi virus Hepatitis C mengalami semua gejala Hepatitis C.
Gejala biasanya terjadi pada lebih kurang 5% dari seluruh pengidap Hepatitis C dan gejala-gejala itu meliputi:
  • rasa letih,
  • demam,
  • menggigil
  • tidak nafsu makan
  • mual dan muntah
  • kuning
  • nyeri perut kanan atas
  • penurunan berat badan yang tidak diketahui sebabnya
Bila Anda merasa yakin berisiko tertular Hepatitis C, sebaiknya Anda segera berkonsultasi dengan dokter Anda.
Ingat: Apa yang Anda rasakan tidak dapat menjadi ukuran terhadap seberapa parahnya kerusakan fisik yang Anda alami. Jika Anda menunggu sampai merasakan gejalanya sebelum melakukan pengobatan mungkin saja hati Anda sudah mengalami kerusakan parah.
Dalam beberapa kasus,Hepatitis C dapat menyebabkan peningkatan enzim tertentu pada hati, yang dapat dideteksi pada tes darah rutin. Walaupun demikian, beberapa penderita Hepatitis C kronis mengalami kadar enzim hati fluktuasi ataupun normal.
Meskipun demikian, sangat perlu untuk melakukan tes jika anda pikir anda memiliki resiko terjangkit Hepatitis C atau jika anda pernah berhubungan dengan orang atau benda yang terkontaminasi. Satu-satunya jalan untuk mengidentifikasi penyakit ini adalah dengan tes darah.
 
Penularan Hepatitis C
Virus hepatitis C adalah virus yang terkandung dalam darah, artinya virus ini menyebar/menular melalui darah dan produk-produk darah. Cara penularan umumnya meliputi:

  • Luka tusuk jarum suntik di kalangan tenaga kesehatan.
  • Transfusi darah sebelum pertengahan tahun 1992 (selepas tahun 1992, bank darah mulai melakukan penapisan secara ketat untuk Hepatitis C dengan menerapkan cara pemeriksaan yang efektif).


  • Pemakaian narkoba suntik (misalnya pemakaian jarum suntik yang sama secara bergantian).
Cara-cara penularan lainnya meliputi :
  • Akupunktur dan tindikan pada tubuh dengan menggunakan jarum yang tidak disterilisasi atau dibersihkan sebagaimana mestinya.

  • Tato dengan menggunakan jarum yang tidak disterilisasi atau tinta yang telah terkontaminasi.

  • Pemakaian barang-barang perawatan pribadi secara bergantian (misalnya pisau cukur, sikat gigi, gunting atau pengikir kuku) dan alat-alat rumah tangga lainnya yang telah terkena darah.

  • Pemakaian kokain hisap dengan menggunakan sedotan atau alat lain yang sama secara bergantian di antara pemakai. Pemakaian sedotan untuk menghisap kokain bisa menyebabkan kontak darah melalui luka atau goresan pada hidung.
  • Aktivitas seksual yang menyebabkan perdarahan atau kontak darah antara pasangan yang terinfeksi dan yang tidak terinfeksi (misalnya melalui luka yang terbuka).

Virus hepatitis C tidak menular melalui kontak biasa seperti berpelukan, bersin, batuk atau duduk berdekatan dengan pengidap Hepatitis C.

Hepatitis C jarang ditularkan lewat aktivitas seksual. Namun, ada kecenderungan bahwa mereka yang memiliki banyak pasangan seksual juga memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami infeksi virus hepatitis C.

Satu - satunya cara untuk melindungi diri Anda adalah dengan menghindari perilaku seks yang berisiko, seperti melakukan hubungan seksual dengan banyak pasangan atau dengan satu pasangan yang status kesehatannya tidak jelas.

Sekalipun jarang, hepatitis C bisa juga menular dari ibu kepada anaknya selama proses persalinan. Sebagian besar penelitian memperkirakan bahwa risiko penularan melalui cara ini meningkat hingga 8%. Kegiatan menyusui belum ditemukan terkait dengan penularan virus hepatitis C. 


Bila Anda atau pasangan Anda mengidap hepatitis C, dan Anda (bila Anda seorang isteri) atau isteri Anda (bila Anda seorang suami) tengah mengandung ataupun Anda dan pasangan tengah berencana untuk memiliki anak, sebaiknya Anda berkonsultasi terlebih dahulu dengan dokter perihal tindakan pencegahan yang perlu dilakukan.

Seorang yang terinfeksi Hepatitis C dapat menularkan ke orang lain 2 minggu setelah terinfeksi pada dirinya.

Dengan mengetahui cara penularanya, maka kita dapat berusaha untuk dapat mencegah terpapar oleh penyakit Hepatitis C.

Konsekuensi Penderita Hepatitis C


Salah satu konsekuensi paling berat pada penderita Hepatitis C adalah kanker hati.
Sekitar 15 % pasien yang terinfeksi virus Hepatitis C dapat menghilangkan virus tersebut dari tubuhnya secara spontan tanpa menghadapi konskwensinya di kemudian hari. Hal tersebut disebut infeksi akut. Sayangnya, mayoritas penderita penyakit ini menjadi kronis. (suatu penyakit dikatakan kronis bila menetap lebih dari 6 bulan).
Hepatitis C kronis salah satu bentuk penyakit Hepatitis paling berbahaya dan dalam waktu lama dapat mengalami komplikasi, apalagi bila tidak diobati.
Penderita Hepatitis kronis beresiko menjadi penyakit hati tahap akhir dan kanker hati. Sedikit dari penderita Hepatitis kronis, hatinya menjadi rusak dan perlu dilakukan transplantasi hati. Kenyataannya, penyakit hati terutama Hepatitis C penyebab utama pada transplantasi hati sekarang ini.
Sekitar sepertiga kanker hati disebabkan oleh Hepatitis C. Hepatitis C yang menjadi kanker hati terus meningkat di seluruh dunia karena banyak orang terinfeksi Hepatitis C tiap tahunnya.

Walaupun Hepatitis C tidak menunjukkan gejala, kerusakan hati terus berlanjut dan menjadi parah seiring waktu.
Saat hati menjadi rusak (sebagai contoh, karena Hepatitis C) hati tersebut akan memperbaiki sendiri yang membentuk parut. Bentuk parut ini sering disebut fibrosis. Semakin banyak parut menunjukkan semakin parahnya penyakit. Sehingga, hati bisa menjadi sirosis (penuh dengan parut).
Struktur sel hati mulai pecah, sehingga hati tidak lagi berfungsi normal. Kerusakan hati yang disebabkan Hepatitis C biasanya terjadi secara bertahap selama 20 tahun, tetapi beberapa faktor dapat membuat perkembangan penyakit lebih cepat, seperti alkohol, jenis kelaminnya pria, umur dan infeksi HIV. Karena infeksi Hepatitis C dapat menyebabkan kerusakan hati tanpa gejala, sangat penting untuk melakukan pemeriksaan sedini mungkin dan bicarakan pilihan pengobatan dengan dokter anda. Penelitian menunjukkan pasien yang diobati sebelum hatinya rusak secara signifikan memiliki respon yang lebih baik terhadap pengobatan dibandingkan pada pasien yang menunda pengobatannya. 
 
Proses Kerusakan Hati
Hati yang normal halus dan kenyal bila disentuh. Ketika hati terinfeksi suatu penyakit (misalnya Hepatitis C), hati menjadi bengkak. Sel hati mulai mengeluarkan enzim alanin aminotransferase ke darah. Dengan keadaan ini dokter dapat memberitahu anda apakah hati sudah rusak atau belum. Bila konsentrasi enzim tersebut lebih tinggi dari normal, itu adalah tanda hati mulai rusak. Sewaktu penyakit hati berkembang, perubahan dan kerusakan hati meningkat.

Fibrosis.
Setelah membengkak, hati mencoba memperbaiki dengan membentuk bekasluk atau parut kecil. Parut ini disebut "fibrosis", yang membuat hati lebih sulit melakukan fungsinya. Sewaktu kerusakan berjalan, semakin banyak parut terbentuk dan mulai menyatu, dalam tahap selanjutnya disebut "sirosis".

Sirosis

Kerusakan yang berulang, area besar hati yang rusak dapat menjadi permanen dan menjadi koreng. Darah tidak dapat mengalir dengan baik pada jaringan hati yang rusak. Hati mulai menciut dan menjadi keras. Penyakit Hepatitis C kronis biasanya dapat menyebabkan sirosis sama seperti kelebihan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Fungsi hati rusak.
Sewaktu sirosis bertambah parah, hati tidak dapat menyaring kotoran, racun, dan obat yang ada dalam darah. Hati tidak lagi dapat memproduksi “clotting factor” untuk menghentikan pendarahan. Cairan tubuh terbentuk pada abdomen dan kaki, pendarahan pada usus sering terjadi, dan biasanya fungsi mental menjadi lambat. Pada titik ini, transplantasi hati adalah pilihan satu-satunya.

Kanker hati.
Kadang kala kerusakan sel hati diikuti dengan perubahan gen sel yang mana dapat menjadi kanker. Pasien Hepatitis C kronis memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita "hepatocellular carcinoma", suatu tipe tumor hati.

Sirosis dapat dihentikan dan kadang kala dapat dicegah. Untuk pasien Hepatitis C kronis, sangat penting untuk mencegah kerusakan lebih lanjut pada hati dimana sirosi lebih buruk. Selain itu, jika anda penderita penyakit Hepatitis C hindari alkohol secara total. Juga jangan minum alkohol dengan acetaminophen (merupakan kandungan obat sakit kepala dan flu), karena bila dikonsumsi berbarengan dapat menyebabkan kondisi "hepatitis fulminant", yang dapat menyebabkan fungsi hati rusak total. 

Faktor Resiko Hepatitis C 
Karena Hepatitis C menular dari orang ke orang melalui kontak dengan darah yang terinfeksi virus Hepatitis C, aktivitas yang meningkatkan kontak dengan darah tersebut perlu dipertimbangkan sebagai faktor resiko.
Faktor resiko yang paling umum adalah pengguna obat bius suntik dan darah serta produk transfusi darah sebelum tahun 1992
Faktor resiko lain seperti tato dan tindik tubuh. Tinta atau jarum tato yang digunakan untuk membuat tato atau menindik dapat menjadi pembawa virus Hepatitis C dari satu pelanggan ke pelanggan lainnya, jika pelaku tidak melakukan sterilasasi pada perlengkapannya.
Faktor resiko lainnya adalah luka tertusuk jarum, terutama pada pekerja kesehatan, hemodialisis dan transplantasi organ sebelum tahun 1992.
Luka karena jarum suntik, yang seringkali terjadi pada petugas kesehatan, dapat menjadi alat penularan virus Hepatitis C. Probabilitas penularan virus Hepatitis C melalui jarum suntik lebih besar dibanding dengan virus HIV.
Sekarang ini, pada penderita HIV ada protokol standar dalam penanganan jarum suntik untuk mengurangi resiko tertular HIV atau AIDS. Sayangnya, tidak ada protokol yang sama untuk penanganan pada penderita Hepatitis C untuk menghindari penularan melalui jarum suntik.

Pengguna Obat Bius Suntik
Dua pertiga pengguna obat bius suntik mengidap Hepatitis C.
Orang yang menggunakan obat bius suntik, walaupun sekali, memiliki resiko tinggi tertular Hepatitis C. Sekarang ini, resiko terinfeksi virus Hepatitis C melalui obat bius suntik lebih tinggi dibandingkan terinfeksi HIV sekitar 60% hingga 80% yang terinfeksi Hepatitis C sedangkan yang terinfeksi HIV sekitar 30%.
Virus Hepatitis C mudah sekali menyebar melalui berbagi jarum, jarum suntik dan perlengkapan lain pengguna obat bius suntik.

Hubungan Seksual
Meskipun Hepatitis tidak mudah menular melalui hubungan seksual, prilaku seksual yang beresiko, terutama yang memilki pasangan seksual lebih dari satu, menjadi pemicu meningkatnya resiko terinfeksi virus Hepatitis C.
Sekitar 15 % infeksi Hepatitis C ditularkan melalui hubungan seksual. Penularan melalui hubungan seksual pada Hepatitis C tidak setinggi pada Hepatitis B. Walaupun demikian, prilaku seks yang beresiko tinggi berhubungan dengan peningkatan resiko tertular Hepatitis C. Faktor resiko dari penularan Hepatitis C melalui hubungan seksual meliputi
  • Memiliki lebih dari satu pasangan
  • Pengguna jasa PSK
  • Luka karena seks (kurangnya pelicin pada vagina dapat meningkatkan resiko penularan melalui darah)
  • Melakukan hubungan seksual sewaktu menstruasi.
Pada pasangan yang menikah, resiko penularan meningkat sejalan dengan lamanya perkawinan. Hal ini berkaitan dengan hubungan seksual dan berbagi perlengkapan (seperti sikat gigi, silet cukur, gunting kuku dan sebagainya).
Jika anda memiliki hubungan seksual dengan orang yang memiliki faktor resiko terinfeksi Hepatitis C, anda sebaiknya menjalankan tes untuk Hepatitis C juga.


Baca juga:
Daftar Pustaka:
http://www.pegintron.com


By DEDEN SURA AGUNG

RIBAVIRIN MENINGKATKAN EFEKTIVITAS TERAPI TUNGGAL INTERFERON ALFA-2b

NAMA GENERIK
Ribavirin
STRUKTUR KIMIA
C8H12N4O5
KETERANGAN
Nama lain : tribavirin
SUB KELAS TERAPI
Antivirus
KELAS TERAPI
Antiinfeksi

By DEDEN SURA AGUNG

SIFAT FISIKOKIMIA
Serbuk kristal berwarna putih atau hampir putih, bentuk polimorfisa, mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam alkohol, sukar larut dalam diklormetana.larutan 2% mempunyai PH 4-6,5

Farmakologi
Ribavirin merupakan analog nukleosida sintetik yang secara in vitro mempunyai aktivitas terhadap beberapa virus RNA (hepatitis C) dan virus DNA (hepatitis B). Ribavirin atau metabolit nukleotida intra selularnya pada konsentrasi fisiologis tidak mempunyai efek menghambat enzim spesifik HCV atau replikasi HCV. Tetapi jika dikombinasikan dengan Interferon alfa-2b untuk pengobatan hepatitis C kronis, Ribavirin dapat meningkatkan efektivitas terapi tunggal Interferon alfa-2b sekitar 10 kali. Peningkatan efektivitas ini termasuk penurunan HCV-RNA serum, perbaikan peradangan hati dan normalnya ALT.

Ribavirin diabsorbsi dengan cepat dan sempurna setelah pemberian per oral. Tetapi karena mengalami metabolisme lintas pertama, bioavailabilitas rata-ratanya menjadi 64%.

Pada penelitian farmakokinetik Ribavirin dosis tunggal, AUCtf and Cmax Ribavirin akan meningkat sebanyak 70% jika diberikan dengan makanan berkadar lemak tinggi (841 Kkal, 53,8 g lemak, 31,6 g protein, dan 57,4 g karbohidrat). Hasil ini kurang didukung data-data yang menggambarkan efek klinisnya.

Penggunaan Ribavirin bersama dengan antasida yang mengandung magnesium, aluminium dan simetikon menurunkan AUCtf rata-rata Ribavirin sebesar 14%. Belum diketahui adanya relevansi klinis pada hasil penelitian dosis tunggal tersebut.

Ribavirin mempunyai 2 jalur metabolisme:
(i) jalur fosforilasi yang reversibel di dalam sel-sel berinti; dan
(ii) jalur degradasi yang melibatkan deribosilasi dan hidrolisis senyawa amid yang menghasilkan metabolit asam karbosiklik triasol.

Ribavirin dan metabolit karboksamid triasol dan asam karbosiklik triasol diekskresikan melalui ginjal. Setelah pemberian 14C-Ribavirin 600 mg per oral, radioaktifitasnya dieliminasi dalam urin (61%) dan feses (12%) dalam waktu 336 jam. 17% dari dosis Ribavirin yang diberikan ditemukan dalam bentuk tidak berubah.

Dosis dan cara pemakaian
Kapsul Ribavirin 200 mg diberikan per oral dengan dosis 1.000 - 1.200 mg perhari dibagi dalam dua dosis (pagi dan malam), dikombinasikan dengan Interferon injeksi yang diberikan subkutan dengan dosis 3 juta UI tiga kali seminggu selama 24-48 minggu pada pasien yang belum pernah mendapatkan terapi sebelumnya dan 24 minggu pada pasien yang kambuh. Tidak ada data keamanan dan efektivitas untuk terapi lebih dari 24 minggu pada populasi pasien yang kambuh.

Dosis Ribavirin 200 mg yang direkomendasikan tergantung pada berat badan pasien:
  1. Pasien dengan berat badan ≤75 kg: 1.000 mg per hari, 2 kapsul @ 200 mg pada pagi hari dan 3 kapsul @ 200 mg pada malam hari.
  2. Pasien dengan berat badan > 75 kg: 1.200 mg per hari, 3 kapsul @ 200 mg pada pagi hari dan 3 kapsul @ 200 mg pada malam hari.
Indikasi
Ribavirin 200 mg kapsul diindikasikan sebagai kombinasi dengan injeksi Interferon alfa-2b untuk pengobatan hepatitis C kronis pada pasien dengan penyakit hati terkompensasi yang sebelumnya tidak diterapi dengan Interferon alfa atau yang kambuh setelah terapi Interferon alfa.

Kontraindikasi
  1. Pasien dengan riwayat hipersensitif terhadap Ribavirin.
  2. Pasien dengan riwayat penyakit jantung yang berat, termasuk penyakit jantung tidak stabil atau tidak terkontrol, dalam jangka waktu 6 bulan sebelum terapi.
  3. Ribavirin dikontraindikasikan bagi ibu hamil atau mungkin hamil selama pengobatan dengan obat ini. Dalam sebuah penelitian, Ribavirin menunjukkan efek teratogenik dan/atau kematian janin yang bermakna pada semua spesies hewan. Efek ini terjadi pada dosis rendah sekitar seperduapuluh dosis Ribavirin yang dianjurkan untuk manusia. Jika terjadi kehamilan pada pasien atau pasangannya selama pengobatan atau pada 6 bulan setelah pengobatan dihentikan, dokter dianjurkan untuk melaporkannya.
  4. Hemoglobinopati (contoh: talasemia, sickle-cell anemia).
  5. Kondisi kesehatan yang lemah dan berat, termasuk pasien dengan gagal ginjal kronis atau bersihan kreatinin < 50 mL/menit.
  6. Epilepsi dan/atau gangguan fungsi susunan saraf pusat (SSP).
  7. Sirosis hati tidak terkompensasi.
  8. Pasien yang sedang menjalani terapi atau yang baru saja mendapat terapi imunosupresan  kecuali  penghentian  sesaat  terapi  kortikosteroid.
  9. Hepatitis autoimun atau penyakit autoimun.
  10. Pasien penerima transplantasi yang mendapat imunosupresan.
  11. Penderita tiroid, kecuali jika dapat dikontrol dengan terapi konvensional.
  12. Pasien dengan riwayat atau sedang mengalami kondisi kejiwaan yang berat, terutama depresi berat, mempunyai kecenderungan bunuh diri atau usaha untuk bunuh diri.
Peringatan dan perhatian
Berdasarkan hasil penelitian klinis, penggunaan monoterapi Ribavirin tidak efektif dan Ribavirin sebaiknya tidak digunakan sebagai obat tunggal untuk terapi hepatitis C. Keamanan dan efektivitas terapi Ribavirin untuk hepatitis C hanya terbukti jika diberikan bersama-sama dengan injeksi Interferon alfa-2b.

Pasien wanita. Terapi Ribavirin sebaiknya tidak digunakan pada wanita hamil, dan terapi sebaiknya tidak diberikan sampai ada hasil tes yang menyatakan bahwa pasien tidak sedang dalam keadaan hamil. Wanita yang masih reproduktif dan pria, keduanya harus mempergunakan kontrasepsi yang efektif selama pengobatan dan 6 bulan sesudah pengobatan Ribavirin (merupakan waktu paruh untuk bersihan Ribavirin dari tubuh), pemeriksaan tes kehamilan pada wanita harus dilakukan setiap bulan selama waktu tersebut.

Pasien pria. Ribavirin diakumulasi di dalam sel dan dikeluarkan dari tubuh secara perlahan. Belum diketahui apakah sperma yang mengandung Ribavirin dapat menyebabkan efek teratogenik pada proses fertilisasi ovum.

Hemolisis. Anemia terjadi dalam 1-2 minggu setelah pemberian Ribavirin. Karena terjadinya penurunan hemoglobin yang akut, maka sebelum pengobatan dan pada minggu ke-2 dan ke-4 terapi (atau lebih sering lagi jika dibutuhkan secara klinis) sebaiknya dilakukan pemeriksaan hitung darah total. Pasien sebaiknya mengikuti petunjuk dokter.
Hipersensitivitas akut. Jika terjadi reaksi hipersensitivitas akut (seperti: urtikaria, angioedema, bronkokonstriksi, anafilaksis), terapi Ribavirin sebaiknya segera dihentikan dan diberikan pengobatan yang sesuai. Ruam yang bersifat sementara tidak membutuhkan penghentian terapi.
Psikiatrik dan susunan saraf pusat (SSP). Pasien dengan riwayat penyakit kejiwaan atau mempunyai riwayat gangguan kejiwaan yang berat sebaiknya tidak diberikan terapi Ribavirin.

Penggunaan pada anak-anak. Keamanan dan efektifitasnya pada anak-anak belum terbukti. Oleh karena itu penggunaan pada anak di bawah 18 tahun tidak dianjurkan. Penggunaan pada pasien lanjut usia. Karena mungkin dapat terjadi penurunan fungsi ginjal dan hati pada pasien lanjut usia, maka keadaan ginjal dan hati harus dievaluasi sebelum memulai terapi dengan Ribavirin.

Mengemudi dan mengoperasikan mesin. Pasien dengan gejala kelelahan, mengantuk, atau mengalami kebingungan selama terapi, sebaiknya tidak mengemudi atau mengoperasikan mesin.

Wanita hamil dan menyusui. Pada penelitian pada tikus dan kelinci dengan dosis kurang dari dosis anjuran ditemukan bahwa Ribavirin bersifat embriotoksik dan/atau mutagenik. Ditemukan malformasi pada tulang tengkorak, palatum, mata, rahang, tungkai, kerangka tubuh dan saluran cerna. Insiden dan derajat beratnya efek teratogenik akan meningkat sesuai dengan kenaikan dosis Ribavirin. Kelangsungan hidup janin dan keturunan dapat berkurang. Pada penelitian embriotoksisitas/teratogenisitas pada tikus dan kelinci tidak memperlihatkan kelainan pada pemberian dosis di bawah dosis anjuran (0,3 mg/kg/hari baik untuk tikus dan kelinci; sekitar 0,06 kali dosis anjuran Ribavirin pada manusia untuk 24 jam). Efek toksik tidak terlihat pada induk atau keturunannya dalam penelitian toksisitas peri/pasca persalinan pada tikus yang mendapat Ribavirin 1 mg/kg/hari per oral (diperkirakan setara dengan dosis 0,17 mg/kg pada manusia berdasarkan luas permukaan tubuh orang dewasa dengan berat badan 60 kg; sekitar 0,01 kali dosis anjuran maksimum Ribavirin untuk 24 jam pada manusia). Bila kehamilan terjadi selama pengobatan atau 6 (enam) bulan setelah pengobatan, penderita harus diberitahu tentang resiko teratogenik yang bermakna terhadap janin akibat Ribavirin.

Karsinogenisitas dan mutagenisitas. Belum ada penelitian yang adekuat pada hewan untuk mengevaluasi potensi karsinogenik Ribavirin. Ribavirin merupakan analog nukleosida yang mengakibatkan efek genotoksik pada beberapa penelitian in vitro dan in vivo pada hewan. Potensi terjadinya karsinogenik tidak dapat diabaikan. Penelitian lebih lanjut untuk mengevaluasi potensi karsinogenik Ribavirin pada hewan sedang dilaksanakan. Pada pengujian in vitro, Ribavirin dapat menyebabkan transformasi sel Balb/3T3. Pada penelitian lain, Ribavirin tidak menyebabkan mutasi gen (Salmonella typhimurium, pengujian dengan media hospes) dan kerusakan kromosom (dominant lethal assay pada tikus).

Efek samping
Efek toksik Ribavirin yang utama adalah anemia hemolitik. Penurunan kadar hemoglobin terjadi dalam 1-2 minggu pertama pengobatan. Kelainan jantung dan paru yang berkaitan dengan anemia terjadi sekitar 10% pada pasien yang mendapat terapi Ribavirin. Pada penelitian di Amerika, gangguan kejiwaan yang paling sering terjadi pada pasien yang tidak pernah diterapi maupun pasien kambuh yang diberi terapi Ribavirin adalah insomnia (39%, 26%), depresi (34%, 23%) dan iritabilitas (27%, 25%). Kecenderungan bunuh diri terjadi pada 1% pasien. Efek samping spontan yang pernah dilaporkan selama terapi Ribavirin: gangguan pendengaran dan vertigo.

Secara umum, efek samping yang membutuhkan pengobatan segera yang dilaporkan pada penelitian intemasional mempunyai insiden lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian di Amerika; kecuali astenia, gejala mirip flu, gugup dan gatal.

 ≥5% adalah: Kejadian tidak diinginkan dengan insidens
•  Secara umum: astenia, rasa lelah, demam, sakit kepala, gejala mirip influenza, lemas, kekakuan, dan penurunan berat badan.
•  Sistem saraf pusat / tepi: pusing.
•  Sistem pencernaan: nyeri perut, nafsu makan menurun, diare, dispepsia, mual dan muntah.
•  Sistem otot dan kerangka: nyeri sendi, dan nyeri otot.
•  Gangguan kejiwaan: cemas, gangguan konsentrasi, depresi, labilitas, emosi, insomnia, iritabilitas.
•  Gangguan sel darah merah: anemia.
•  Mekanisme resistensi: infeksi virus.
•  Sistem pernafasan: batuk, sesak nafas, faringitis, rinitis, sinusitis.
•  Kulit dan alat tambahan: kebotakan, ruam kemerahan, gatal-gatal, kulit kering.

Kejadian tidak diinginkan lainnya dengan insidens < 5%, termasuk sebagai berikut:
•  Secara umum: nyeri dada.
•  Sistem saraf pusat/tepi: parestesia.
•  Sistem pencernaan: sembelit, kembung.
•  Gangguan kejiwaan: agitasi, gugup, mengantuk.
•  Gangguan reproduksi pada wanita: nyeri haid.
•  Gangguan sel darah merah: anemia.
•  Mekanisme retensi: herpes simplex.
•  Gangguan penglihatan: konjungtivitis.

Oral: semua ROTD sebagai penggunaan kombinasi dengan interferonalfa-2b atau interferon alfa2a: % penggunaan pada dewasa: >10%: SSP : Lemah (60-70%), sakit kepala (43-66%), demam (32-46%), insomnia(26-41%), depresi (20-36%), iritabilitas ( 23-32%), pusing (14-26%), konsentrasi terganggu (10-14%, emosi labil (7-12%. Dermatologi: Alopesia (27-36%), pruritis (13-29%), kulit kering (13-24%), ruam (5-28%), dermatitis (sampai 16%). Saluran cerna: mual (33-47%), anoreksia (21-32%), berat turun (10-29%), diare (10-22%), dispepsia (8-16%), muntah (9-14%), nyeri abdomen (8-13%), mulut kering (sampai 12%), nyeri di kuadran kanan atas perut ( sampai 12%). Hematologi: neutropenia (18-27%; 40% dengan adanya infeksi HIV), Penurunan Hb (25-36%), hiperbilirubinemia ( 24-34%), anemia ( 11-17%), limfopenia (12-14%), jumlah netrofil absolut <0,5 x 109/L (5-11%), trombositopenia (<1%-4%), anemia hemolisis (10-13%), penurun sel darah putih. Saraf-otot: mialgia ( 40-64%), kaku (40-48%), atralgia (22-34%, nyeri otot skelet (19-28%). Pernafasan: dispnea (13-26%), batuk (7-23%), faringitis (sampai 13%, sinusitis (sampai 12%), hidung tersumbat.; Lain-lain: gejala seperti flu (13-18%), infeksi virus (sampai 13%), peningkatan keringat (sampai 11%). 1-10%: kardiovaskuler : dada nyeri (5-9%), flushing (sampai 4%). SSP: perubahan mood(sampai 6%, bersamaan dengan infeksi HIV 9%), gangguan ingatan (sampai 6%), cemas (sampai 5%). Dermatologi: eksim(4-5%), Endokrin: hipotiroid (sampai 5%), Saluran cerna: perubahan rasa (4-9%), konstipasi (sampai 5%). Saluran genitalurinaria: gangguan menstruasi (sampai 7%), hati: hepatomegali( sampai 4%), saraf-otot: lemah (9-10%), backpain (5%). Mata: konjuntivitis (sampai 6%), penglihatan kabur (sampai 5%). Pernafasan: rinitis (sampai 8%), dispnea (sampai 7%). Lain-lain: infeksi jamur (sampai 6%). <1%: hanya yang penting atau mengancam jiwa: agresi, angina, cemas, anemia aplastik, aritmia, gangguan otoimun (lupuseritematosus sistemik, reamoid artritis, sarkoidosis), perdarahan serebral, kolangitis, kolitis, koma, diabetes melitus, dermatitis eksfoliatif, hati berlemak, gangguan/hilang pendengaran, perdarahan saluran cerna, gout, disfungsi hati, hiper/hipotiroid, hipersensitifits (shok anafilaksis,, angioedema, bronkokonstriksi, urtikaria), miositis, pankreatitis, ulkus peptikus, neuropati perifer, psikhosis, disfungsi pulmonal, embolisme pulmonal, aplasia sl merah, Steven Johnson syndrome, ide bunuh diri, bunuh diri, trombotik, trombositopenia purpura, test fungsi tiroid abnormal.

Interaksi obat
Tidak ditemukan adanya interaksi farmakokinetik maupun farmakodinamik antara Ribavirin dengan senyawa lain seperti teofilin atau didanosine, walaupun literatur pendukungnya terbatas. Hasil penelitian in vitro yang menggunakan preparat mikrosoma hati manusia, tikus menunjukkan sedikit atau tidak ditemukannya enzim sitokrom P450 yang merupakan mediator metabolisme Ribavirin, sehingga mempunyai potensi minimal terhadap timbulnya interaksi dengan obat yang metabolismenya tergantung pada enzim sitokrom P450.

Efek adanya antasida. Penggunaan Ribavirin 600 mg bersama dengan antasida yang mengandung magnesium, aluminium dan simetikon dapat menurunkan bioavailabilitas Ribavirin sebesar 14%. Hal ini disebabkan karena “transit” Ribavirin melambat atau perubahan pH saluran cerna. Walaupun demikian tidak ada hubungan secara klinis.

Analog nukleosida. Secara in vitro, Ribavirin menghambat fosforilasi zidovudine dan stavudine dan meningkatkan fosforilasi didanosine. Tetapi efek klinis yang bermakna dari hal ini tidak diketahui. Walaupun demikian, penemuan in vitro tersebut kemungkinan meningkatkan viremia HIV dalam plasma jika Ribavirin diberikan bersama-sama dengan zidovudine maupun stavudine. Oleh karena itu dianjurkan agar kadar RNA HIV plasma dimonitor secara ketat pada pasien yang mendapat terapi kombinasi Ribavirin dan Interferon alfa-2b bersamaan dengan pemberian salah satu dari kedua obat tersebut. Jika kadar RNA HIV meningkat, maka terapi kombinasi Ribavirin-Interferon alfa-2b bersamaan dengan penghambat reverse transcriptase harus dievaluasi. Berdasarkan waktu paruh Ribavirin (rata-rata 298 jam), secara teoritis terdapat potensi untuk terjadi interaksi selama lebih dari 2 bulan setelah penghentian terapi kombinasi Ribavirin-Interferon alfa-2b. Tidak ada bukti yang menunjukkan terjadinya interaksi antara Ribavirin dengan penghambat reverse transcriptase non-nukleosida atau penghambat protease. Oleh karena itu, terapi kombinasi Ribavirin-lnterferon dapat diberikan bersama dengan obat-obat tersebut pada pasien dengan infeksi hepatitis C yang juga menderita HIV.

Kelebihan dosis
Dalam beberapa uji klinis dengan terapi Ribavirin, kelebihan dosis maksimum yang dilaporkan adalah pada dosis total Ribavirin kapsul 10 g (50 x 200 mg). Pasien tersebut diobservasi di ruang gawat darurat selama 2 hari, dan tidak dijumpai efek samping karena kelebihan dosis tersebut selama observasi.

Kemasan
Kapsul @200 mg
Lindungi dari cahaya.
Simpan di bawah suhu 25°C.

HARUS DENGAN RESEP DOKTER.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lacy CF, Armstrong LL, Goldman MP, Lance LL.Drug Information Handbook 17th ed. (2008),Lexi-Comp Inc. Ohio. 2. Sweetman SC.Blake PS., McGlashan JM., Neathercoat GC., Parson AV., et.al. Martindale: The Complete Drug Reference 24th ed. 2005, Pharmaceutical Press great Britain. 3.Drugs.com. 4. Fauzi Kasim, Yulia Trisna, Kosasih, ISO Indonesia vol.43 2008. PT.ISFI penerbitan, Jakarta. 5. Tatro DS, Bolgsdorf RL., Catalano JT., KLahl JC, Lopez JR., Frederick K., Et.Al. A to Z Drug Fact, 2003. Ovid


Baca juga:

SHARING, BLOGGING AND EARNING