DEDEN SURA AGUNG Sharing

Kamis, 15 Maret 2012

ANATOMI ORGAN GENITALIA EKSTERNA PADA WANITA

Organ reproduksi eksterna yang sering disebut sebagai vulva, mencakup semua organ yang dapat terlihat dari luar, mulai dari pubis sampai perineum, yaitu mons pubis, labia mayora dan minora, klitoris, himen, vestibulum, meatus uretra, berbagai kelenjar serta pembuluh darah (Cunningham, 2001).

Cek another site By DEDEN SURA AGUNG

LABIA MAYORA: Berupa dua lipatan jaringan lemak yang ditutupi kulit dan folikel rambut yang akan berlanjut menjadi mons pubis di bagian anterior dan bersatu menjadi perineum di posterior (Sastrawinata, 1993).

LABIA MINOR
A: Berupa lipatan jaringan yang tipis, lembab dan kemerahan. Tidak ditemukannya folikel rambut, namun banyak folikel sebasea yang tersebar. Labia minora merupakan jaringan erektil yang sangat sensitif dan memiliki ujung-ujung saraf. Pada labia minora yang menyatu di bagian posterior disebut fourchette posterior. Terlihat jelas pada wanita nullipara, anmun pada multipara labia minora secara tidak kentara bergabung menjadi labia mayora (Sastrawinata, 1993)

HIMEN atau SELAPUT DARA: Lapisan yang tipis dan menutupi sebagian besar dari introitus vagina. Pada wanita dewasa yang masih gadis, tebal himen bervariasi dan selaput ini menutupi hampir seluruh liang vagina. Lubang pada himen mempunyai diameter yang bervariasi, mulai dari sebesar jarum sampai dapat dilewati satu atau bahkan dua jari. Lubang himen biasanya berbentuk bulan sabit atau bulat, kadangkala berupa banyak lubang kecil, dan dapat pula berupa celah atau berumbai tidak beraturan.  Biasanya, himen robek pada beberapa tempat sewaktu coitus yang pertama kali, seringkali di bagian posterior. Kadangkala, robeknya himen dapat disertai dengan perdarahan yang hebat (Sastrawinata, 1993 ; Cunningham, 2001).
Perubahan pada hymen yang disebabkan koitus seringkali mempunyai arti mediko-legal yang penting, khususnya pada persangkaan perkosaan di mana dokter diminta untuk memeriksa korban dan memberikan kesaksian sehubungan dengan temuan fisik. Pada gadis yang diperiksa beberapa jam setelah persangkaan perkosaan, ditemukannya laserasi himen yang masih baru, ditemukannya titik-titik perdarahan atau abrasi pada himen, merupakan bukti yang mendukung adanya penetrasi vagina belum lama berselang dengan kemungkinan karena persetubuhan (Cunningham, 2001).

FOSSA NAVIKULARIS: Berada di bagian posterior vestibulum yang agak jarang terlihat kecuali pada wanita nullipara karena biasanya rusak setelah melahirkan.

VAGINA: Suatu jaringan muskulomembranosa berbentuk tabung yang memanjang dari vulva ke uterus, berada di antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Dinding depan vagina (~ 9cm) lebih pendek dari dinding belakang (~ 11cm). Fungsi dari vagina antara lain sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus, dan kotoran menstruasi; sebagai alat persetubuhan dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan (Cunningham, 2001).

REKTUM: Saluran panjang (13cm) sebagai lanjutan kolon sigmiodeum yang akan melanjutkan diri sebagai kanalis ani. Rektum terdiri dari lapisan muskular dan mukosa. Lapisan muskular tersusun atas lapisan otot polos longitudinal dan sirkuler, sedangkan mukosa rektum bersama dengan lapisan otot sirkuler membentuk tiga lipatan yang disebut plica transversalis recti (Cunningham, 2001).
 
By DEDEN SURA AGUNG

REAKSI FISIOLOGIS HUBUNGAN SEKSUAL PADA WANITA


Reaksi pertama pada wanita yang mengalami rangsangan seksual adalah diproduksinya getah lendir vagina, pembesaran labia, pemanjangan serta pelebaran vagina. Perubahan ini hanya bersifat sementara dan jarang berlangsung lama setelah orgasme. Lendir vagina merupakan hasil transudasi (sweating phenomenon) di seluruh vagina, di mana produksinya akan berhenti bila rangsangan seksual menghilang, akhirnya getah tersebut mengering dengan cepat (Budiyanto, 1997).


Selaput dara biasanya robek pada hubungan seksual yang pertama kali. Namun dapat pula terjadi hubungan seksual tanpa menimbulkan  kerusakan pada selaput dara, bila introitus vagina cukup lebar. Hasil penelitian klinis menunjukkan bahwa rasa sakit biasa timbul pada waktu terjadi deflorasi, namun perdarahan yang timbul, baik dari selaput dara atau fourchet sangat sedikit. Tidak adanya perdarahan menunjukkan juga bahwa introitus vagina telah mengalami regangan tanpa terjadi robekan, atau terjadi robekan pada jaringan avaskuler (Budiyanto, 1997).

Bukti adanya deflorasi tidak selalu dapat ditemukan. Minimal ditemukan robekan kecil pada selaput dara yang tidak meluas ke perifer. Mungkin pula ditemukan robekan kecil yang telah sembuh yang disebabkan penggunaan tampon dalam vagina. Selain itu, selaput dara juga dapat robek oleh jari tangan atau benda lain (Budiyanto, 1997).

Tidak terdapatnya robekan pada selaput dara, tidak berarti bahwa pada wanita tidak terjadi penetrasi penis, sebaliknya adanya robekan hanya merupakan pertanda adanya sesuatu benda tumpul yang masuk ke dalam vagina. Proses penyembuhan dari selaput dara yang robek pada umumnya dicapai dalam waktu 7-10 hari setelah penetrasi terjadi (Knight, 1991 ; Idries, 1997).

Selama persetubuhan, pada saat terjadi ejakulasi, cairan semen akan mengisi saluran vagina. Perubahan posisi pada wanita dapat menyebabkan cairan semen keluar lagi dan membuat noda pada rambut pubis, perineum, paha bagian atas, juga seprai atau celana dalam. Ejakulasi di luar vagina dapat menyebabkan deposit cairan semen pada berbagai bagian dari tubuh (Idries, 1997).

Setelah ejakulasi terjadi, sperma di dalam liang vagina masih dapat bergerak dalam waktu 4-5 jam. Sperma yang tidak bergerak masih dapat ditemukan sampai sekitar 24-36 jam setelah ejakulasi. Meskipun korban (perempuan) telah mati, sperma masih dapat ditemukan sampai  7-8 hari (Idries, 1991).
 

By DEDEN SURA AGUNG

Minggu, 04 Desember 2011

OBSTRUKSI USUS

Obstruksi usus merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi karena adanya daya mekanik yang bekerja atau mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan penyempitan/penyumbatan lumen usus. Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai adanya sumbatan mekanik yang terjadi di usus, baik yang sifatnya parsial maupun total. Penyebab yang paling sering dari obstruksi usus adalah adhesi (perlekatan), yakni ditemukan > 50%  dari semua kasus, pada 3-6 bulan setelah operasi abdomen. 
See another site By DEDEN SURA AGUNG

Pemicunya adalah gangguan "mekanis" di usus. Gangguan mekanis usus, dipicu oleh beberapa faktor, yaitu hernia, tinja, empedu, tumor di usus, jaringan yang tidak normal, benda asing yang tertelan.


Obstruksi lebih sering terjadi pada usus halus daripada usus besar. Keduanya memiliki cara penanganan yang agak berbeda dengan tujuan yang berbeda pula. Obstruksi usus halus yang dibiarkan dapat menyebabkan gangguan vaskularisasi usus dan memicu iskemia, nekrosis, perforasi dan kematian, sehingga penanganan obstruksi usus halus lebih ditujukan pada dekompresi dan menghilangkan penyebab untuk mencegah kematian.
Terdapat 2 jenis obstruksi :
1.  Ileus Paralitik (Ileus Adinamik) : peristaltik usus dihambat sebagian akibat       pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus.
Contoh : Ileus yang sering menyertai pembedahan abdomen dimana terdapat refleks penghambatan peristaltik (sering dinamakan ileus paralitik sempurna), peritonitis.
2.  Ileus Obstruksi Mekanik : dimana terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik.
Contoh : hernia internal maupun eksternal, adhesive bands, tumor/kanker.
Penyebab obstruksi mekanik berhubungan dengan golongan usia yang terserang dan tempat obstruksi. Sekitar 50 % dari semua obstruksi terjadi pada usia pertengahan dan orang tua, dan timbul akibat perlekatan yang terjadi karena pembedahan sebelumnya.
Obstruksi mekanik lebih jauh digolongkan sebagai :
a.  Obstruksi mekanik simpleks : dimana hanya terdapat satu tempat obstruksi
b. Obstruksi lengkung tertutup : di mana paling sedikit terdapat 2 tempat obstruksi

TANDA DAN GEJALA 
Gejala – gejala penting obstruksi usus halus adalah :
-    Nyeri
Nyeri biasanya tidak nyata seperti pada ileus adinamik, walaupun abdomen mungkin sensitif (nyeri bila ditekan). Nyeri biasanya menyerupai kejang, datangnya bergelombang dan biasanya terletak pada umbilikus
-    Muntah
Frekuensi  muntah bervariasi tergantung dari tempat obstruksi. Bila obstruksi terjadi pada usus halus bagian atas, muntah akan lebih sering terjadi daripada bila obstruksi terjadi pada ileum atau usus besar.
-    Konstipasi absolut
Sering terjadi dini pada obstruksi usus besar tetapi flatus dan feses mungkin dapat dikeluarkan pada permulaan obstruksi usus halus.
-    Peregangan abdomen

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1.   Hitung leukosit
Biasanya normal kecuali ada gambaran perforasi atau iskemia.
2.   Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan radiogram abdomen sangat penting dalam menegakkan diagnosis obstruksi usus. Obstruksi mekanik usus halus ditandai oleh udara dalam usus halus, tetapi tidak pada kolon. Sdangkan obstruksi kolon ditandai oleh gas di seluruh kolon, tetapi sedikit atau atau tidak ada gas dalam usus halus.
Bila foto polos tidak memberikan kesimpulan, dilakukan radiogram barium untuk mengetahui tempat obstruksi.
  
PENGOBATAN 
Dasar pengobatan obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan intubasi dan dekompresi, memperbaiki peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali ke normal.
Banyak kasus ileus adinamik dapat sembuh hanya dengan dekompresi intubasi saja. Obstruksi usus halus jauh lebih berbahaya dan lebih cepat berkembang daripada obstruksi kolon.

PROGNOSIS
Mortalitas obstruksi tanpa strangulasi adalah 5 – 8 % asalkan operasi dapat segera dilakukan. Keterlambatan dalam melakukan pembedahan atau jika terjadi strangulasi atau komplikasi lainnya akan meningkatkan mortalitas sampai sekitar 35% – 40%.

By DEDEN SURA AGUNG

Senin, 24 Oktober 2011

HEMANGIOMA

Hemangioma adalah suatu lesi yang pertumbuhannya dapat diprediksi, lesi tersebut dapat berinvolusi, dan juga ditujukan pada lesi vascular yang ditemukan pada orang dewasa yang tidak mengalami regresi dan kadang mengalami progresivitas. Asal mula terminologinya berdasarkan dari penampakan kelainan dan impresi maternal saja, seperti strawberry hemangioma, cherry angioma, port-wine stain dan salmon patch. Kemudian Virchow membuat suatu klasifikasi histopatologi yang pertama, dibagi menjadi tiga: angioma simplex, angioma cavernosum, dan angioma racemosim, dan terminologi-terminologi yang rancu tersebut masih bertahan di buku kedokteran yang modern sampai sekarang.
Diagnosis untuk lesi ini secara benar tidak mudah dilakukan karena penamaan deskripsi yang rancu dan tidak sesuai tesebut, oleh karena itu korelasi klinis dibutuhkan untuk membuat suatu diagnosis akhir.



KLASIFIKASI
Mulliken dan Glowacki pada tahun 1982 mengajukan suatu system klasifikasi untuk tanda lahir vascular yang menghubungkan riwayat munculnya tanda lahir tersebut dan pemeriksaan fisik dengan gambaran selularnya. Mereka membagi lesi vascular masa bayi dan anak-anak kedalam 2 tipe besar: hemangioma, dengan hyperplasia endothel, dan malformasi, dengan perubahan normal endotel. Kunci dari terminology tersebut adalah kata “oma” berasal dari bahasa yunani, yang arti awalnya adalah “ benjolan atau tumor”. Saat ini akhiran tersebut dipakai untuk suatu terminology yang mendeskripsikan lesi yang tumbuh dari proliferasi sel. Kebanyakan hemangioma pada saat bayi tidak muncul saat kelahiran tetapi muncul postnatal. Tumbuh cepat saat tahun pertama (fase proliferatif), melambat, kemudian mengalami regresi spontan pada masa kanak-kanak (involuting phase), dan kemudian stabil (involuted phase).

Secara histologis, fase proliferatif mempunyai karakter peningkatan aktivitas mitosis, sedangkan pada fase involusi terjadi apoptosis, fibrosis perlahan-lahan dan terjadi infiiltrasi lemak. Sedangkan malformasi vascular merupakan suatu morphogenesis yang salah yang muncul pada minggu 4-10 pada kehidupan intrauterine. Kebanyakan dari malformasi vaskular mucul pada saat lahir, atau tidak muncul pada saat lahir tapi mucul setahun kemudian. Apabila telah muncul maka akan terus tumbuh secara proporsional dengan pertumbuhan pasien, meskipun demikian, pertumbuhan secara cepat dapat tumbuh karena trauma, perubahan hormone, thrombosis, infeksi, atau intervensi bedah. Secara histology, malformasi vascular mempunyai kareakteristik kanal yang berdilatasi, dengan dinding vaskuler yang abnormal, dan endotel yang tenang. Ada yang mengklasifikasikan hemangioma sebagai berikut: Superfisial, Deep, Mixed, berdasarkan lokasi pada kulit dan jaringan subkutan. Akan lebih tepat apabila terminology untuk kedua kelainan diatas memakai Klasifikasi berdasarkan anomaly Vaskular.

FREKUENSI
Delapan puluh persen tumbuh sebagai tumor tunggal, 20% multipel. Hemangioma lebih banyak muncul pada wanita dibandingkan pria, dengan rasio 3-5:1. Insidensinya lebih banyak pada bayi berkulit putih sebanyak 10-12%, dan sekitar 22 % terdapat pada bayi premature dengan berat badan kurang dari 1000 gr.

PATOFISIOLOGI
Hemangioma adalah jaringan vaskular yang terdiri dari sel-sel endotelium yang berproliferasi. Proliferasi tersebut pada awalnya belum teratur, tetapi dengan berjalannya waktu menjadi teratur membentuk pembuluh darah yang berbentuk lobulus dengan lumen yang berisi sel-sel darah. Sifat pertumbuhan sel-sel endotelium tersebut jinak dan memiliki membrana basalis tipis. Proliferasi tersebut melambat dan akhirnya berhenti.

Hipotesis dari Takahashi menyatakan bahwa dalam trimester terakhir kehamilan, didalam fetus terbentuk sel endotelium immature bersama dengan pericyte yang juga immature, memiliki kemampuan melakukan proliferasi terbatas dimulai pada usia 8 bulan sampai 18 bulan pertama masa kehidupan setelah dilahirkan sehingga terjadilah hemangioma. Selama aktivitas proliferasi endotelium terjadi influks sejumlah sel mast (sebagai perangsang proliferasi endotelium) dan tissue inhibitors of metalloproteinase (TIMP atau inhibitor pertumbuhan jaringan). Proliferasi endotelium kembali normal setelah fase proliferasi berhenti (involusi).

HASIL DAN PROGNOSIS
Kebanyakan hemangioma muncul pada saat bulan-bulan awal kehidupan, berproliferasi dan mencapai puncaknya pada usia 1 tahun, dan setelah itu mengalami involusi perlahan. 50% mengalami Involusi secara komplit pada usia 5 tahun. Tujuh puluh persennya pada usia 7 tahun, dan berlanjut mengalami perbaikan hingga usia 10-12 tahun. Pengecualian pada congenital hemangioma, yang muncul pada saat lahir biasanya mengalami regresi pada umur 1 tahun. Tidak seperti malformasi vaskular, hemangioma jarang menyebabkan distorsi pada tulang dan pertumbuhan yang berlebih kecuali fasial hemangioma yang besar.

By DEDEN SURA AGUNG

Sabtu, 08 Oktober 2011

SETTING MANUAL GPRS, MMS SELURUH OPERATOR


Beberapa produsen hand phone telah menyertakan setting default setting GPRS/3G dari operator seluler di Indonesia yang dapat kita pilih dan kita gunakan kapan saja saat mengakses internet. Tapi beberapa produsen lain belum menyertakannya, terlebih lagi ponsel buatan pabrikan china yang notabene sudah mulai menguasai pasaran ponsel di Indonesia.

Bagi yang suka mengakses internet menggunakan hand phone, berikut kami berikan daftar cara manual setting internet melalui hand phone. Parameter ini juga dapat digunakan pada GSM modem yang disambungkan dengan komputer atau notebook untuk mengakses internet.

Setting GPRS secara otomatis

KartuHALO
Ketik sms : GPRS kirim ke 6616 dan MMS ke 6616

kartu simPATI
Ketik sms : GPRS kirim ke 6616 dan MMS dan kirim ke 6616.
Nomor kode adalah enam belas digit angka yang terdapat di balik kartu SIM Card dalam format empat angka bertumpuk empat. Misalnya GPRS 6210009922069556

Indosat

Matrix
Ketik sms: ACT GPRS kirim ke 888 dan ACT MMS kirim ke 888

Mentari
Ketik sms: ACT MMS kirim ke 888 (hanya MMS, karena Mentari belum enyediakan layanan GPRS)

IM3
Cara mengaktifkan GPRS/MMS
Otomatis aktif perdananya

XL
Hubungi Layanan Pelanggan di nomor 818 dari ponsel anda atau ke (021) 579 59818 atau kunjungi XL Shop Terdekat.

Setting GPRS secara Manual

GPRS Telkomsel
Connection Name : Telkomsel
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : telkomsel
Username : wap
Prompt Password : No
Password : wap123
Authentication : Normal
Proxy address : 10.1.89.130
Homepage : http://wap.telkomsel.com
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent

Setting GPRS XL
Connection Name : XL-gprs
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : www.xlgprs.net
Username : xlgprs
Prompt Password : No
Password : proxl
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.240.50
Homepage : http://wap.lifeinhand.com
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent

Sebelumnya juga saya sudah bahas tentang Cara Setting GPRS XL, Telkomsel dan kali ini giliran operator IM3 yang akan kita ganggu.

Setting GPRS IM3
Connection Name : M3-gprs
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : www.indosat-m3.net
Username : gprs
Prompt Password : No
Password : im3
Authentication : Normal
Proxy address : 010.019.019.019
Homepage : http://wap.indosat-m3.net
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent

Setting GPRS Matrix
Connection Name : Satgprs
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : satelindogprs.com
Username : (kosongkan)
Prompt Password : No
Password : (kosongkan)
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.162.250
Homepage : http://satwap
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent



Setting MMS

Setting MMS Telkomsel
Connection Name: tel-MMS
Data Bearer: GPRS
Access Point Name: mms
Username: wap
Prompt Password: No
Password: wap123
Authentication: Normal
Proxy address: 10.1.89.150
Homepage: http://mms.telkomsel.com/
Connection Security: Off

Setting MMS Mentari dan Matrix
Connection Name : sat-MMS
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : mms.satelindogprs.com
Username : satmms
Prompt Password : No
Password : satmms
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.162.88
Homepage : http://mmsc.satelindogprs.com.
Connection Security : Off

Setting MMS IM3
Connection Name : M3-MMS
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : mms.indosat-m3.net
Username : mms
Prompt Password : No
Password : im3
Authentication : Normal
Proxy address : 010.019.019.019
Homepage : http://www.mmsc.m3-access.com
Connection Security : Off

Setting MMS XL
Connection Name : XL-MMS
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : www.xl.mms.net
Username : xlgprs
Prompt Password : No
Password : proxl
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.240.50
Homepage : http://mmc.xl.net.id/sevlets/mms
Connection Security : Off

By DEDEN SURA AGUNG

SETTING MANUAL GPRS, MMS SELURUH OPERATOR

Bagi yang suka mengakses internet menggunakan hand phone, berikut kami berikan daftar cara manual setting internet melalui hand phone. Parameter ini juga dapat digunakan pada GSM modem yang disambungkan dengan komputer atau notebook untuk mengakses internet.

Setting GPRS secara otomatis

KartuHALO
Ketik sms : GPRS kirim ke 6616 dan MMS ke 6616
Kartu simPATI
Ketik sms : GPRS kirim ke 6616 dan MMS dan kirim ke 6616.
Nomor kode adalah enam belas digit angka yang terdapat di balik kartu SIM Card dalam format empat angka bertumpuk empat. Misalnya GPRS 6210009922069556

Indosat

Matrix
Ketik sms: ACT GPRS kirim ke 888 dan ACT MMS kirim ke 888

Mentari
Ketik sms: ACT MMS kirim ke 888 (hanya MMS, karena Mentari belum enyediakan layanan GPRS)

IM3
Cara mengaktifkan GPRS/MMS
Otomatis aktif perdananya

XL
Hubungi Layanan Pelanggan di nomor 818 dari ponsel anda atau ke (021) 579 59818 atau kunjungi XL Shop Terdekat.

Setting GPRS secara Manual

GPRS Telkomsel
Connection Name : Telkomsel
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : telkomsel
Username : wap
Prompt Password : No
Password : wap123
Authentication : Normal
Proxy address : 10.1.89.130
Homepage : http://wap.telkomsel.com
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent

Setting GPRS XL
Connection Name : XL-gprs
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : www.xlgprs.net
Username : xlgprs
Prompt Password : No
Password : proxl
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.240.50
Homepage : http://wap.lifeinhand.com
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent

Sebelumnya juga saya sudah bahas tentang Cara Setting GPRS XL, Telkomsel dan kali ini giliran operator IM3 yang akan kita ganggu.

Setting GPRS IM3
Connection Name : M3-gprs
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : www.indosat-m3.net
Username : gprs
Prompt Password : No
Password : im3
Authentication : Normal
Proxy address : 010.019.019.019
Homepage : http://wap.indosat-m3.net
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent

Setting GPRS Matrix
Connection Name : Satgprs
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : satelindogprs.com
Username : (kosongkan)
Prompt Password : No
Password : (kosongkan)
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.162.250
Homepage : http://satwap
Connection Security : Off
Session Mode : Permanent


Setting MMS

Setting MMS Telkomsel
Connection Name: tel-MMS
Data Bearer: GPRS
Access Point Name: mms
Username: wap
Prompt Password: No
Password: wap123
Authentication: Normal
Proxy address: 10.1.89.150
Homepage: http://mms.telkomsel.com/
Connection Security: Off

Setting MMS Mentari dan Matrix
Connection Name : sat-MMS
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : mms.satelindogprs.com
Username : satmms
Prompt Password : No
Password : satmms
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.162.88
Homepage : http://mmsc.satelindogprs.com.
Connection Security : Off

Setting MMS IM3
Connection Name : M3-MMS
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : mms.indosat-m3.net
Username : mms
Prompt Password : No
Password : im3
Authentication : Normal
Proxy address : 010.019.019.019
Homepage : http://www.mmsc.m3-access.com
Connection Security : Off

Setting MMS XL
Connection Name : XL-MMS
Data Bearer : GPRS
Access Point Name : www.xl.mms.net
Username : xlgprs
Prompt Password : No
Password : proxl
Authentication : Normal
Proxy address : 202.152.240.50
Homepage : http://mmc.xl.net.id/sevlets/mms
Connection Security : Off

Jumat, 23 September 2011

EPILEPSI

PENDAHULUAN
            Epilepsi adalah manifestasi klinis yang serupa dan berulang secara paroksismal yang disebabkan oleh hiperaktivitas listrik sekelompok sel saraf di otak yang spontan, bukan disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked). Kejang spontan yang timbul diduga akibat penurunan ambang kejang atau peningkatan eksitabilitas neuron sehingga rangsang yang sederhana dapat menimbulkan kejang.
Salah satu tujuan utama pengobatan epilepsi adalah mengkontrol/menghentikan kejang dan sekaligus berperan sebagai proses neuroproteksi. Dalam pengobatan epilepsi, mula-mula kita harus menentukan secara tepat tipe bangkitan, sindroma epilepsi, etiologi dan faktor presipitasi. Prinsip terapi farmakologi epilepsi adalah mulai dengan monoterapi drug of choice dari tipe kejang tersebut. Jika penderita memiliki lebih dari satu tipe kejang, pengobatan harus dimulai dengan obat pilihan untuk tipe kejang kombinasi. Bila obat pertama sudah mencapai dosis toleransi maksimal tetapi kejang belum terkontrol, maka dapat diberikan obat tambahan.

PATOFISIOLOGI
            Patofisiologi terjadinya kejang pada epilepsi merupakan suatu proses yang sangat kompleks. Dalam patofisiologi ini akan dibahas mengenai fokus epilepsi, penjalaran dari lepas muatan listrik dan mekanisme terjadinya kejang.

Fokus Epilepsi
Fokus epilepsi adalah kumpulan dari sel-sel abnormal (sel neuron epileptik ) yang memberikan lepas muatan listrik epileptik paroksismal. Sifat elektrik dari fokus epileptik adalah otonom.
Terdapat 3 jenis fokus epileptik :
1.      Fokus epileptik primer, yaitu lesi epileptogenik lokal kronik.
2.     Fokus epileptik sekunder, yaitu lesi epileptogenik yang dibangkitkan secara sekunder pada kumpulan sel-sel neuron yang normal. Meskipun demikian kumpulan neuron sekunder ini dapat mengeluarkan muatan listriknya sendiri secara periodik.
3.    Fokus epileptik proyeksi, disini semata-mata hanya terjadi proyeksi dari fokus epileptik primer. Bila dirangsang akan menimbulkan evoked potensial yang abnormal, akan tetapi tidak mampu untuk mengeluarkan lepas muatan listriknya sendiri secara periodik
            Ketiga fokus ini sebenarnya saling berkaitan. Bila proyeksi dipertahankan lama dapat menimbulkan aktivasi sekunder. Sedangkan fokus epileptik sekunder bila bertahan untuk waktu yang lebih lama, akan terbentuk seperti fokus epileptik primer.

Penjalaran dari lepas muatan listrik
Bentuk klinik dari bangkitan epilepsi yang berasal dari suatu fokus ditentukan oleh :
1.      Letak fokus primer
2.      Sistem anatomis dan fisiologis yang terlibat dalam penjalarannya.
Kecepatan untuk menjalarnya lepas muatan listrik sangat bervariasi, dapat merambat pada permukaan korteks serebri dengan kecepatan beberapa milimeter permenit seperti yang terjadi pada bangkitan fokal motor dari Jackson. Dapat pula menjalar melalui jaringan korteks dengan kecepatan 10 – 40 cm/detik. Pada beberapa jenis bangkitan, penjalaran sangat cepat sehingga seluruh otak termasuk kedua hemisfer serebri terlibat secara simultan disertai gerakan tonik klonik yang masif.
Terdapat dua macam penjalaran, yaitu spread yaitu penjalaran percontinuitatum dan propagation penjalaran melalui jaras aksonal. Disamping itu terdapat cara penjalaran masih belum dapat dibuktikan sepenuhnya. lepas muatan listrik dari fokus epilepsi di korteks serebri akan mengaktivasi bagian talamus, kemudian talamus akan mengaktivasi daerah korteks serebri yang lain.
Bentuk klinik dari bangkitan epilepsi tergantung dari jaras-jaras mana yang dilalui dalam penjalaran dari lepas muatan listrik.

Mekanisme  Terjadinya Kejang
            Meskipun epilepsi dapat disebabkan oleh berbagai kelainan, bangkitan epilepsi yang terjadi selalu disebabkan oleh aktivitas listrik abnormal yang hipersinkron dari sel-sel  neuron yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara eksitasi dan inhibisi. Potensial membran sel neuron dipengaruhi oleh keseimbangan antara EPSP (Exitatory Post Synaptic Potential) dan IPSP (Inhibitory Post Synaptic Potential). Bila EPSP dan IPSP ini tidak seimbang akan terjadi bangkitan epilepsi.
            Lebih dari 100 neurotransmiter berperan dalam proses eksitasi. Exitatory Amino Acid terutama L-glutamat, mempunyai peranan  utama dalam terjadinya bangkitan. Terdapat peningkatan pelepasan glutamat di otak yang berhubungan dengan aktivitas epileptik. Gamma-aminobutyric acid (GABA) merupakan neurotransmiter inhibisi yang utama di susunan saraf pusat. Inhibisi GABAergic dapat terjadi di presinaptik (pelepasan GABA dari saraf terminal GABAergic ke dalam presinaptik saraf terminal menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmiter) atau di postsinaptik (disebabkan oleh interaksi antara GABA dengan reseptor spesifik postsinaptik). GABA berikatan dengan 2 macam reseptor yaitu GABA A dan GABA B untuk menghasilkan inhibisi neuron. GABA dikatabolisme di postsinaptik oleh GABA-transaminase. Tidak berfungsinya GABA system ini dapat disebabkan oleh adanya defek pada pelepasan GABA di sinaps atau reseptor GABA postsinap.
            Pada kondisi normal, EPSP diikuti segera oleh inhibisi GABAergic. Hipersinkronisasi sel-sel neuron terjadi bila mekanisme eksitasi lebih dominan . Jika aktivitas sel-sel neuron yang hipersinkronisasi  ini berjalan terus, akan lebih banyak lagi sel-sel neuromn yang teraktivasi dan menyebabkan bangkitan epilepsi. Hipersinkronisasi yang abnormal dapat memberikan karakteristik yang abnormal pada elektroensefalogram.
            Hormon-hormon seks juga berpengaruh dalam mengatur transmisi GABAergic pada susunan saraf pusat. Penelitian pada binatang dengan infusestrogen menggambarkan adanya penurunan ambang rangsang kejang sehingga terjadi bangkitan epilepsi. Progesteron mempunyai efek inhibisi, dimana progesteron ini diduga bekerja melalui aktivasi langsung pada GABA kompleks untuk meningkatkan efek GABA. Disamping itu progesteron juga dapat menghambat aktivitas glutamat. Efek dari estrogen dan progesteron ini terlihat pada epilepsi katamenial. Terdapat peningkatan frekuensi bangkitan sebelum periode menstruasi dimana progesteron menurun dan sebelum ovulasi dimana estrogen meningkat tanpa peningkatan progesteron. Pada akhir dari ovulasi, progesteron meningkat kembali dan frekuensi bangkitan menurun kembali.
            Mekanisme berbagai tipe kejang tidak sepenuhnya dimengerti. Pada kenyataannya terdapat beberapa area di otak yang lebih sensitif dibandingkan yang lain, seperti sistim limbik di lobus temporal, terutama hipokampus atau pengaruh trauma sebelumnya yang menyebabkan sel-sel neuron lokal hipereksitasi, yang berperan dalambangkitan parsial. Interaksi antara nucleus talamik dan neokorteks melalui proyeksi thalamocortical dan corticotalamic berperan dalam bangkitan umum dan bangkitan umum sekunder.
            Patofisiologi bangkitan parsial berbeda dengan bangkitan umum. Secara keseluruhan terjadi peningkatan eksitasi sel tetapi mekanisme sinkronisasi yang terjadi berbeda secara bermakna. Bangkitan parsial berasal dari kumpulan neuron-neuron yang terletak pada daerah spesifik di korteks serebri (fokus epilepsi) dan gejala klinis yang tampak merupakan refleksi dari fungsi area yang terlibat.
            Bangkitan parsial dapat berkembang menjadi parsial umum sekunder bila aktivitas bangkitan menyebar dengan cepat ke struktur subkortikal (terutama nc. Thalamic) dan melibatkan daerah lain dari otak atau seluruh otak.
            Gelombang fokal interiktal bentuk paku (spike) atau tajam (sharp) merupakan ciri neurofisiologis klinis bangkitan parsial. Paroxysmal Depolarization Shift (PDS) merupakan kortikal yang tunggal. PDS ini ditandai dengan depolarisasi Ca yang memanjang, yang menyebabkan terjadinya potensial aksi Na multipel selama fase depolarisasi.

Mekanisme yang menyebabkan penurunan inhibisi
1.      Kerusakan inhibisi GABA-A
Reseptor GABA-A berpasangan dengan saluran klorida (chloride channels) dan merupakan salah satu target utama yang dimodulasi oleh antikonvulsan. Potensial pembalikan klorida adalah -70 mV. Keterlibatan saluran klorida selama membran potensial istirahat (rest potential) sangat sedikit karena pada membran potensial istirahat yang mendekati -70 mV tidak dterdapat kekuatan elektromotif yang signifikan untuk aliran klorida. Aliran klorida ini lebih penting pada saat depolarisasi. Saluran klorida ini membuat ambang batas potensial membran aksi sulit dicapai dan berpengaruh terhadap meningkatnya potensial membran. Sel-sel neuron menjadi lebih depolarisasi melalui  penjumlahan  dari EPSP
EPSP dimediasi oleh pelepasan asam amino glutamat eksitatori dari elemen presinaptik. Efek pelepasan glutamat pada postsinaptik dimediasi oleh 3 reseptor utama yaitu N-methyl-D-aspartic acid (NMDA), alpha-amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionic acid (AMPA)/kainite dan metabotropic yang berpasangan melalui mekanisme yang berbeda pada beberapa saluran depolarisasi. Reseptor tadi diatur oleh IPSP yang dimediasi terutama dengan pelepasan GABA pada celah sinaps dengan aktivasi post sinaptik resptor GABA.
2.      Kerusakan inhibisi GABA-B
Reseptor GABA-B berpasangan dengan saluran kalium dan mempunyai masa kerja yang lebih panjang dibandingkan arus yang ditimbulkan klorida dengan aktivasi reseptor GABA-A. Karena masa kerja yang panjang tersebut, perubahan pada reseptor GABA-B diduga berperan dalam peralihan antara interiktal yang abnormal dan bangkitan parsial. Struktur molekul dari kompleks reseptor GABA-B terdiri dari 2 subunit dengan 7 daerah transmembran.
Reseptor GABA-B berpasangan dengan saluran kalium dimediasi oleh proteinG. Pada beberapa kasus reseptor GABA-B terletak pada elemen presinaptik dari proyeksi eksitasi. Pelepasan GABA dari interneuron terminal menghambat neuron postsinaptik melalui 2 mekanisme :
a)      Langsung                    : dengan merangsang SSP
b)      Tidak Langsung          : dengan menghambat pelepasan neurotransmiter
  eksitasi pada presinaptik proyeksi aferen.
Perubahan pada subunit yang berbeda atau pada molekulnya dapat menyebabkan penurunan ambang kerja atau kecenderungan kejang berulang.
3.      Gangguan pada aktivasi neuron-neuron GABA
Neuron-neuron GABA diaktivasi melalui proyeksi umpan ke depan (feedforward) dan umpan balik (feedback) oleh sel-sel neuron eksitasi. Aktivasi neuron-neuron GABAergic menyebabkan terjadinya IPSP yang menghambat badan sel (soma) atau axon hillock dari CA1 neuron-neuron pyramidal secara simultan dari dendrit bagian apikal ke axonhillock.  Proyeksi umpan ke depan menghambat depolarisasi sel-sel pyramidal dan cetusan potensial aksi.
Inhibisi umpan balik merupakan sistem lain yang menyebabkan sel-sel GABAergic dapat mengontrol cetusan berulang pada neuron utama seperti sel-sel pyramidal dan sel sekitarnya.
4.      Gangguan pada penyangga (buffer) kalsium
Kejang berulang yang ditimbulkan oleh beberapa metoda percobaan pada binatang pengerat, menggambarkan adanya pola hilangnya interneuron pada daerah hillar polymorphic dengan menurunnya jumlah ikatan Ca-Protein. Percobaan lain pada hippocampal tikus terlihat bahwa interneuron tersebut tidak mempunyai kemampuan untuk memelihara hiperpolarisasi resting membran potential. Eksperimen dengan mikroelektrodamenggunakan Ca chelator BAPTA memperlihatkan adanya kelainan pada membran potensial yang menunjukkan bahwa peranan ikatan Ca-protein sangat penting.

Mekanisme yang meningkatakan eksitasi
1.      Peningkatan aktivasi reseptor NMDA
Glutamat merupakan neurotransmiter eksitasi utama di otak. Pelepasan glutamat akan menyebabkan terjadinya EPSP pada postsinaptik yang diaktivasi oleh reseptor glutaminergik AMPA/kainat, NMDA dan metabotropik. Transmisi saraf yang cepat dicapai melalui reseptor NMDA dan AMPA, sedangkan reseptor metabotropik lebih lambat dengan durasi yang lebih lama. Reseptor AMPA membuka saluran untuk kation monovalen (seperti natrium dan kalium), sedangkan NMDA berpasangan dengan saluran untuk kation divalent (seperti kalsium).
Kalsium merupakan katalis untuk berbagai macam reaksi sel. Beberapa pasien epilepsi dapat mempunyai predisposisi yang diturunkan untuk aktivasi NMDA yang lebih cepat atau lama dan mempengaruhi perubahan ambang rangsang kejang.
2.      Peningkatan sinkronisasi dan atau aktivasi terhadap eksitasi kolateral yang berulang
Studi neuropatologi pada pasien yang intractable menunjukkan adanya abnormalitas pada sistem limbik, khususnya formasio hipokampus. Yang paling sering adalah adanya sklerosis hipokampus yang terdiri dari gliosis dan hilangnya neuron –neuron terutama pada daerah hillar polimorfik.
Mekanisme-mekanisme di atas dapat terjadi dalam kombinasi yang berbeda dan menyebabkan bangkitan parsial.

Bangkitan Umum
            Bangkitan umum primer melibatkan kedua hemisfer serebri. Ini terlihat dari gambaran iktal EEG berupa hilangnya aktivitas normal elektroensefalografik pada kedua hemisfer diganti oleh bangkitan-bangkitan epileptiform.
            Beberapa penelitian memperlihatkan terdapat hubungan yang erat antara bysynchronous epileptiform discharges dan bangkitan umum. Jasper dan Kershman menghubungkan antara manifestasi bangkitan klinis dengan gambaran EEG interiktal bilaterally synchronous spike-wave discharges timbul pada 84% pasien absance dan 48% pasien bangkitan umum tonik-klonik.
            Spikes-wave merupakan bysynchronous epileptiform discharges paling sering, terdiri dari satu atau lebih electronegative spikes dengan lembah yang diikuti gelombang negatif yang luas. Bacaud et al dan Goldring melaporkan penelitian dengan implantasi elektroda pada manusia, bahwa bangkitan umum motorik pada umumnya berasal dari bagian frontal korteks dan struktur subkortikal terlibat secara sekunder.

MEKANISME KERJA OBAT ANTIEPILEPSI
            Obat antiepilepsi yang ada bekerja dengan cara yang berbeda dalam menghentikan bagkitan. Kebanyakan obat antiepilepsi memiliki lebih dari satu cara kerja sehingga terkadang sulit untuk menentukan yang paling penting. Bahkan pada obat yang bekerja dengan cara kerja tunggal, efeknya sangat kompleks. Berikut ini akan dibahas beberapa target dalam mekanisme kerja suatu obat antiepilepsi dan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja tersebut. Secara umum, mekanisme kerja antiepilepsi dapat dibagi menjadi Sodium Channel Blockers, Calcium Current Inhibitors, GABA enhancer, Glutamate Blockers, dan obat yang mekanisme kerjanya tidak diketahui.
1.      Sodium Channel Blockers
Saluran Natrium dapat berada dalam keadaan tertutup, terbuka, atau inaktif. Pada saat terjadi aksi potensial, saluran natrium berada dalam keadaan aktif, menyebabkan masuknya ion Na+ ke dalam sel. Bila aktivasi atau stimulus dihentikan, sebagian dari saluran natrium akan menjadi tidak aktif untuk beberapa saat, dikenal sebagai periode refrakter. Obat antiepilepsi jenis ini memiliki target pada saluran natrium (Sodium Channel Blockers) mencegah kembalinya saluran ini menjadi aktif dengan cara menstabilisasi bentuk tidak aktif dari saluran ini. Dengan begitu adanya letupan berulang dari akson dapat dicegah.
Obat antiepilepsi yang termasuk golongan Sodium Channel Blockers ini adalah : Carbamazepin, Fenitoin, Oxcarbazepine, Lamotrigine, Clonazepam, Zonisamide.
2.      Calcium Current Inhibitors
Saluran kalsium merupakan salah satu target dari mekanisme kerja obat antiepilepsi, namun bagaimana mekanisme pastinya mencegah epilepsi masih belum jelas. Saluran kalsium kecil dan cepat menjadi inaktif. Influks dari kalsium pada fase istirahat akan menyebabkan terjadinya depolarisasi parsial dari membran, sehingga terjadi aksi potensial. Saluran ini berfungsi sebagai ‘pacemaker’ untuk aktivitas otak normal, yang secara khusus ditemukan di talamus. T-saluran kalsium diketahui mempunyai peranan dalam munculnya gelombang tajam 3 Hz yang ditemukan pada bangkitan lena. Obat  yang memiliki target ini diketahui berguna untuk mengatasi bangkitan lena.
Obat antiepilepsi yang termasuk golongan Calcium Current Inhibitors ini adalah : Ethosuximide, Zonisamide
3.      GABA enhancer
GABA merupakan neurotransmiter yang bersifat inhibisi. Untuk meningkatkan GABA dapat dengan cara memblok uptake dari GABA atau mencegah metabolisme GABA oleh GABA transaminase.
Obat antiepilepsi yang termasuk golongan GABA enhancer ini adalah : Clonazepam, Tiagabine, Phenobarbital, Vigabatrine, Gabapentine, Valproate.
4.      Glutamate Blockers
Glutamat merupakan neurotransmiter yang bersifat eksitasi. Obat antiepilepsi jenis ini bekerja dengan memblok glutamat, sehingga eksitasi berkurang.
Obat antiepilepsi yang termasuk golongan Glutamate Blockers ini adalah : Felbamate, Topiramate, Lamotrigine.

KOMBINASI OBAT ANTIEPILEPSI
            Dalam pengobatan epilepsi, prinsip utama adalah gunakan monoterapi. Pilihlah obat pilihan utama sesuai dengan tipe bangkitan atau sindroma epilepsi, bila serangan tidak dapat terkontrol, ganti obat dengan obat pilihan utama lain secara bertahap. Bila setelah obat diganti masih belum dapat mengontrol serangan, maka terapi kombinasi dapat dipertimbangkan, disebut sebagi politerapi.
            Untuk memberikan politerapi diperlukan pengetahuan mengenai farmakodinamik, farmakokinetik, efek samping dan interaksi antar obat antiepilepsi yang akan digunakan.

Prinsip untuk pemberian politerapi pada epilepsi masih terus berkembang, anmun prinsip umum dalam pemberian politerapi secara rasional berikut ini dapat digunakan sebagai acuan, yaitu :
  1. Pilihlah obat yang mempunyai mekanisme kerja yang berbeda.
  2. Pilihlah obat yang tidak mempunyai interaksi farmakokinetik yang kompleks.
  3. Pilihlah obat yang mempunyai efek samping paling minimal.
  4. Pilihlah obat yang paling rendah yang dapat mengontrol serangan. 

Rabu, 01 Juni 2011

PERDARAHAN ANTEPARTUM


Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada triwulan terakhir kehamilan, yaitu usia kehamilan 20 minggu atau lebih. Pada triwulan terakhir kehamilan sebab-sebab utama perdarahan adalah plasenta previa,  solusio plasenta dan ruptura uteri. Selain oleh sebab-sebab tersebut juga dapat ditimbulkan oleh luka-luka pada jalan lahir karena trauma, koitus atau varises yang pecah dan oleh kelainan serviks seperti karsinoma, erosi atau polip.
PLASENTA PREVIA
Plasenta previa (prae =  di depan, vias = jalan) adalah plasenta yang terletak di depan jalan lahir, implantasinya rendah sekali sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Implantasi plasenta yang normal adalah pada dinding anterior atau dinding posterior fundus uteri.
Plasenta previa cukup sering dijumpai dan pada tiap perdarahan antepartum kemungkinan plasenta previa harus dipikirkan. Plasenta previa lebih sering terjadi pada multigravida daripada primigravida dan juga pada usia lanjut.

Jenis
Plasenta previa terbagi menjadi tiga tingkat:
1.      Plasenta previa totalis: seluruh ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
2.      Plasenta previa lateralis: hanya sebagian ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
3.      Plasenta previa marginalis: hanya pinggir ostium uteri internum tertutup oleh plasenta
Kadang digunakan istilah plasenta previa sentralis, yaitu plasenta yang terletak sentral terhadap ostium uteri internum. Sedangkan plasenta letak rendah adalah plasenta yang implantasinya rendah tapi tidak sampai ke ostium uteri internum.
            Penentuan macamnya plasenta previa tergantung pada besarnya pembukaan. Misalnya plasenta previa margunalis pada pembukaan 2 cm dapat menjadi plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm.  Atau plasenta previa totalis pada pembukaan 3 cm dapat menjadi plasenta perevia lateralis pada pembukaan 6 cm. Oleh karena itu, penentuan macamnya plasenta previa harus disertai dengan keterangan mengenai besarnya pembukaan, misalnya plasenta previa lateralis pada pembukaan 5 cm. Untuk mengetahui jenis plasenta previa dapat dilakukan pemeriksaan USG.

Etiologi
Plasenta previa mungkin terjadi bila keadaan endometrium kurang baik, misalnya seperti yang terdapat pada:
-          multipara/multigravida, terutama bila jarak antarkehamilan pendek
-          myoma uteri
-          kuretase berulang
            Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh lebih luas untuk mencukupi kebutuhan janin sehingga mendekati atau menutupi ostium uteri internum. Plasenta previa mungkin juga disebabkan oleh implantasi telur yang rendah.

Gejala
1.      Gejala yang utama adalah perdarahan tanpa nyeri.  Biasanya perdarahan baru timbul setelah bulan ke-7. Hal ini disebabkan oleh:
-          perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi gambaran yang sama dengan abortus
-          perdarahan pada plasenta previa disebabkan oleh pergerakan antara plasenta dengan dinding uterus
Setelah bulan ke-4 terjadi regangan pada dinding uterus karena isi uterus lebih cepat tumbuhnya dari uterus itu sendiri. Akibatnya adalah istmus uteri tertarik menjadi dinding kavum uteri (segmen bawah rahim/SBR). Pada plasenta previa, hal ini tidak mungkin terjadi tanpa pergeseran antara plasenta dan dinding uterus. Saat perdarahan tergantung pada kekuatan insersi plasenta dan kekuatan tarikan pada istmus uteri. Jadi dalam kehamilan tidak perlu ada his untuk menimbulkan perdarahan. Tapi pada persalinan his pembukaan sudah tentu menimbulkan perdarahan karena plasenta akan terlepas dari dasarnya. Perdarahan pada plasenta previa bersifat terlepas dari dasarnya.
Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang. Setelah terjadi pergesaran antara plasenta dan dinding uterus maka regangan dinding uterus dan tarikan pada serviks berkurang. Tapi dengan majunya kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru. Kejadian ini berulang-ulang. Darah terutama berasal dari ibu, yaitu dari ruang intervillosa, tapi dapat juga bersal dari anak, yaitu bila jonjot terputus  atau pembuluh darah plasenta yang lebih besar terbuka.
2.      Bagian terendah janin tinggi. Plasenta terletak pada kutub bawah uterus sehingga bagian terendah janin tidak dapat masuk pintu atas panggul.
3.      Sering terdapat kelainan letak
4.      Pada pemeriksaan inspekulo darah berasal dari ostium uteri eksternum.

Bila seorang wanita hamil mengalami perdarahan pada triwulan terakhir kehamilan, maka plasenta previa atau solusio plasenta harus diduga. Kewajiban dokter atau bidan untuk mengirim pasien ke rumah sakit tanpa lebih dahulu melakukan pemeriksaan dalam atau pemasangan tampon. Kedua tindakan ini hanya menambah perdarahan dan kemungkinan infeksi. Lagipula perdarahan pertama pada plasenta previa jarang menimbulkan kematian.
Di rumah sakit dilakukan pemeriksaan inspekulo terlebih dahulu untuk mengenyampingkan kemungkinan varises yang pecah dan kelainan serviks. Pada plasenta previa darah keluar dari ostium uteri eksternum. Sebelum tersedia darah dan kamar operasi siap tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam karena dapat memperhebat perdarahan. Sementara boleh dilakukan pemerikasaan fornises dengan hati-hati. Jika tulang kepala dan sutura-suturanya dapat teraba dengan mudah, maka kemungkinan plasenta previa kecil. Sebaliknya jika antara jari-jari kita dan kepala teraba bantalan (yaitu plasenta), maka kemungkinan plasenta previa besar. Pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada presentasi kepala karena pada presentasi bokong bagian depannya lunak sehingga sukar membedakannya dengan jaringan lunak.
Diagnosa pasti dibuat dengan pemeriksaan dalam di kamar operasi dan bila sudah ada pembukaan. Pemeriksan harus dilakukan dengan hati-hati supaya tidak menimbulkan perdarahan akibat perabaan.
            Ada kalanya dokter atau bidan harus melakukan pemeriksaan dalam, yaitu bila dokter atau bidan harus memberi terapi sendiri, misalnya bila pasien tidak mungkin diangkut ke kota besar atau bila perdarahan sangat hebat.

Penyulit
Pada plasenta previa mungkin sekali terjadi perdarahan postpartum karena:
-          kadang-kadang plasenta lebih erat melekat pada dinding rahim (plasenta akreta).
-          daerah perlekatan luas
-          daya kontraksi segmen bawah rahim kurang
Kemungkinan infeksi nifas lebih besar karena luka luka plasenta lebih dekat dengan ostium dan ini merupakan port d’entree yang mudah tercapai. Lagipula pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahan tubuhnya turun.
Bahaya plasenta previa untuk ibu adalah:
-          perdarahan hebat
-          infeksi – sepsis
-          emboli udara (jarang)
Bahaya plasenta previa untuk anak adalah:
-          hipoksia
-          perdarahan atau syok

Penatalaksanaan
1.      Terapi ekspektatif
Syarat terapi ekspektatif:
-          keadaan ibu dan anak baik
-           perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali
-          usia kehamilan kurang dari 37 minggu atau taksiran berat badan anak kurang dari 2500 gram
-          tidak ada his persalinan
Penatalaksanaan:
-          tirah baring, pasang infus
-          bila ada kontraksi prematur bisa diberi tokolitik
-          pemantauan kesejahteraan janin dengan USG atau KTG


By DEDEN SURA AGUNG

Rabu, 13 April 2011

PAP SMEAR (Cervical Smear)



Pada tahun 1940 Dr. George N Papanicolaou seorang Patologis berkebangsaan Amerika, mengembangkan sebuah teknik pemeriksaan standar untuk mengetahui keberadaan sel kanker yang terdapat pada servik yang dikenal dengan metode Pap Smear. Sebagai hasil dari penemuan teknik penapisan tersebut angka kematian yang diakibatkan oleh Kanker Serviks telah menurun secara signifikan dalam 40 tahun terakhir. Penapisan tersebut tidak hanya dapat menemukan sel kanker, tapi juga sel pendahulunya (pre-cancerous cell) Dengan diidentifikasi dan dieradikasinya sel tersebut maka  progresifitas  dari sel kanker dapat dicegah.

Definisi
Pap Smear adalah suatu teknik penapisan untuk mengambil sampel sel dari serviks. Pap smear disebut juga Cervical Smear.

Bentuk Pap Smear
Pap Smear yang standar dilakukan adalah melakukan apusan spesimen pada objek glass, yang kemudian diproses dan dibaca oleh sitoteknologis. Kemudian ada yang disebut dengan Pap Net / Auto Pap, merupakan suatu alat penapis otomatis yang membaca slide sediaan Pap Smear dengan komputer. Saat ini terdapat teknik terbaru pap smear yaitu dengan meletakkan  spesimen  pada suatu medium cair yang kemudian dilakukan penapisan dengan bantuan komputer disebut dengan Thin Preparation. semua teknik tersebut didesain untuk meningkatkan akurasi dari penapisan tersebut.

Gambaran Fisiologis
            Epitel dari Serviks terdiri dari stratified squamous cells pada ektoserviks yang bertransisi menjadi epithel kolumnar mucinus di endoserviks, perbatasan antara kedua jaringan tersebut dinamakan squamocolumnarjunction (SCJ). Epithel kolumnar endosevikal bertranformasi (metaplasia) secara aktif menjadi epithel skuamous saat remaja dan ketika kehamilan. Area yang mengalami perubahan metaplasia ini disebut zona tranformasi. Jaringan ini berisiko dipengaruhi oleh faktor onkogenik, seperi Human papillomavirus (HPV), untuk menyebabkan terjadinya perubahan neoplastik. Area-area inilah yang harus diambil sampelnya ketika melakukan Pap Smear.

Rekomendasi Pemeriksaan
Secara umum Pap smear dapat mendeteksi 90% kanker servikal, 50% kanker uterus, dan 10% kanker ovarium. Pap smear telah menjadi bagian penting dalam perawatan kesehatan wanita. Sebuat konsensus dari  American Cancer Society, American College of Obstetricians and Gynecologist, National Cancer Instititute, American Medical Association, American Nurses’ Association, American Academy of Family Physicians, and the American Medical Women’s Association. Semua wanita yang sudah atau akan aktif secara seksual atau telah mencapai umur 18 tahun harus melakukan apusan serviks dan pemeriksaan serviks setiap tahunnya. Rekomendasi pemeriksaan Pap Smear terbagi menjadi, Yaitu:
  1. Wanita yang tidak berisiko tinggi terkena kanker serviks:
·         Pap smear boleh dilakukan tidak sesering sebelumnya, setelah 3 atau lebih pemeriksaan tahunan yang normal, berturut-turut, memuaskan, sesuai kebijakan pemeriksa.
·         Tidak ada batas atas untuk pemutusan penapisan

  1. Wanita yang berisiko tinggi, yang harus melalui penapisan setiap tahunnya. Yaitu:
  • Umur saat pertama kali melakukan hubungan seksual (<17 tahun). Pada saat remaja, Zona Tranformasi aktif dan lebih mungkin untuk terkena faktor onkogenik.
  • Pasangan seksual multipel. Meningkatkan risiko terkenanya HPV dan menjadi kofaktor onkogenik yang ditransmisikan secara seksual. Persetubuhan dengan partner laki-laki sesama jenis juga merupakan faktor risiko.
  • Infeksi HPV. Terdapat hubungan yang kuat antatra infeksi HPV dengan prekursoe kanker skuamous dan Karsinoma Skuamous.
  • Infeksi HIV. Menurunkan imunitas, meningkatkan insidensi yang berhubungan dengan infeksi HPV.
  • Wanita perokok.

Prosedur Penapisan
Pap smear dapat dilakukan secara mudah dan tanpa nyeri, prosedurnya adalah sebagai berikut1:
  1. Posisikan Pasien

Posisikan pasien dengan bokong berada pada tepi meja pemeriksaan. Jika pasien tidak cukup dekat dengan ujung meja, maka memasukkan spekulum akan menjadi amat sulit dan tidak nyaman untuk pasien sendiri. Draping yang baik juga dapat digunakan untuk membuat pasien lebih nyaman tetapi tidak bermaksud untuk menutupi pandangan pemeriksanya. Pencahayaan yang baik juga amat penting.



  1. Beri bantalan pada pemijak kaki

Beri bantalan pada pemijak kaki, jadi tidak menusuk kaki pasien.
Alas hangat atau kaus kai dapat dipakai sebagai bantalan pijakan kaki. Perbolehkan pasien untuk tetap memakai kaos kaki, akan memberikan bantalan tambahan dan membantu pasien untuk menjaga kakinya tetap hangat selama pemerikasaan.




  1. Inspeksi Vulva

Secara halus pisahkan labia dan inspeksi vulva, cari: 
·         Lesi di kulit
·         Massa
·         Perubahan warna pada kulit
·         Tanda Trauma
·         Distribusi Rambut kemaluan (segitiga=normal)
·         Pergerakan serangga (kutu pubis) di dalam rambut kembaluan.
Jelaskan pada pasien apa yang sedang dilakukan sehingga pasien merasa nyaman. Labia dan kulit harus digerakkan jika tidak maka pemeriksa tidak dapat melihat apa-apa.
 
  1. Hangatkan Spekulum

Air yang mengalir bekerja dengan baik untuk menghangatkan spekulum, selain itu juga memberikan efen pelicin pada spekulum. Dapat juga digunakan alat penghangat untuk menjaga kehangatan spekulum. Jangan terlalu panas dan juga terlalu dingin, kedua-duanya tidak nyaman.

  



  1. Masukkan Spekulum

Setelah menghangatkan spekulum, pisahkan labia dan jaga tetap terpisah.
Masukkan Spekulum kedalam vagina, biarkan mengikuti bagian yang paling rendah tahanannya. Beberapa vagina lurus langsung kebelakang, paralel dengan lantainya. Vagina lain ada yang sedikit turun tidak paralel dengan lantainya. Ada juga yang naik, jauh dari lantai. Jaga spekulum tetap tertutup sampai spekulum secara komplit masuk.
Buka spekulum dan biasanya servik langsung dapat terlihat . Jika belum, biasanya serviks terletak di bagian bawah atau atas dari sendok spekulum bagian bawah/ atas. Gerakkan spekulum keatas atau kebawah untuk dapat menemukan serviks.
Kunci spekulum pada posisi terbuka, cukup lebar untuk dapat melihat visualisasi serviks secara lengkap, tetapi tidak terlalu lebar sehingga membuat pasien tidak nyaman.

  1. Mulai dengan Spatula

”Spatula Ayer” didesain khusus untuk melakukan Pap Smear. Bagian ujung yang konkaf (membentuk kurva kedalam) sesuai untuk serviks, sedangkan bagian ujung yang konveks (membentuk kurva keluar) digunakan untuk menyikat lesi di vagina atau mengambil sampel dari ”pooling vagina”(kumpulan dari sekresi vagina) yang terdapat dibagian bawah serviks.
Spatula terbuat dari kayu ataupun plastik. Keduanya memberikan hasil yang memuaskan.
Bagian ujung spatula yang berbentuk konkaf diletakkan pada serviks dan kemudian diputar secara sirkuler sehingga seluruh area disekitar pembukaan servikal os dapat diambil sampelnya .
Biasanya langkah ini dapat dilakukan tanpa menyebabkan ketidaknyamanan, pada sebagian wanita yang sensitif pada sensasi dapat mengalami kram kecil. Kadang-kadang langkah ini juga dapat menyebabkan perdarahan. Pada kasus ini yakinkan pasien bahwa:
·         Walaupun terdapat perdarahan kecil, atau spotting dalam beberapa jam, hal ini tidak berbahaya.
·         Perdarahan tersebut akan berhenti secara spontan.
·         Perdarahan tersebut disebabkan oleh Pap smear.

  1. Squamo-columnar Junction Sampel

Sangat penting untuk mendapatkan sampel dari  
Squamo-Columnar Junction. Ini adalah area sirkuler pada pembukaan serviks, dimana daerah kulit halus serviks yang berwarna merah muda, bertemu dengan daerah merah yang rapuh, memproduksi mukosa dalam kanalis servikal.
Jika ada masalah dengan kanker atau perubahan pre-kanker, daerah ini adalah daerah yang paling terkena efeknya. Area yang jenis epitelnya tidak stabil ini disebut juga daerah transisional.
Daerah transisional terletak bermacam-macam tergantung umur dan status estrogen.

  1. Thin Smear

Thin smear berbasis cairan, yang telah disetujui oleh Food and Drug Association pada tahun 1996. Sebarkan sampel yang diambil dari serviks tadi pada objek glass. Usahakan untuk membuat suatu apusan yang amat sangat tipis (thin smear), ini akan mempermudah patologis untuk membacanya. Pastikan objek glass tersebut diberi label (menggunakan pensil). Jangan menghabiskan waktu terlalu banyak untuk membuat thin smear, bila terlalu lama akan menjadi kering dan sulit untuk dibaca.

  1. Fiksasi

Lakukan fiksasi denga alkohol 95% secara cepat dalam waktu 10-15 detik. Jika sitologikal spray tidak ada maka bahan lain yang mengandung asetone dapat bekerja dengan baik. Hair spray juga dapat digunakan.






  1. Gunakan sikat (Cytobrush)
Untuk mengambil sampel dari kanal endoservikal digunakan Cytobrush. Sikat yang halus ini didesain untuk dimasukkan ke dalam kanal tanpa menyebabkan kerusakan kanal.
Dorong Cytobrush ke dalan kanal, tidak lebih dalam dari panjang sikat (1.5 cm -2 cm). Putar secara sirkuler 180 derajat (setengah lingkaran) dan tarik keluar. Jangan putar  sikat terus menerus karena dapat menyebabkan perdarahan.
Apus sampel pada bagian lain dari slide, sebarkan materal secara sama pada slide, kemudian fiksasi. Biarkan slide mengering sebelum meletakkan kedalam tempat penyimpanan pap smear. Setelah kering dan tersimpan dengan baik segera kirimkan ke lab.
Pastikan slide telah diberi label dan beberapa informasi klinis yang dimasukkan dalam lembar permintaan pemeriksaan. Memberi tahu sitologis bahwa pasien telah melalui histerektomi akan menyimpan waktu lebih banyak untuk mengevaluasi apusan.
Pada pasien yang telah melalui histerektomi, Pap Smear dilakukan menggunakan bagian konveks dari spatula ayer, apus secara horizontal pada bagian atas dari vagina, kemudian sitobrush digunakan untuk mencapai bagian atas dan bawah pojok vagina.
Penjelasan diatas mendeskrpisikan teknik ”two-slide”. Kadang hanya satu objek glass yang dipakai ( teknik ”one-slide”). Jadi Spatula ayer dioleskan di bagian ujung slide, sedangkan Cytobrush dibagian ujung yang lain. 

  1. Gunakan Sapu untuk media berbasis cairan

Media berbasis cairan memberikan beberapa keuntungan dibandingkan objek glass yang tradisional dalam pap smear. Media tersebut menjadi lebih mudah dibaca, memiliki akurasi yang lebih baik dibandingkan teknik tradisional. Keuntungan lainnya adalah dapat dilakukannya tes HPV apabila ada hasil yang abnormal.
Setelah melihat serviks, masukkan fiber sapu yang panjang ke dalam kanalis endoservikal. Putar secara sirkuler membentuk lingkaran komplit, 5 kali. Jangan memutar ke belakang pada tujuan yang berlawanan, karena dapat menyebabkan hilangnya sel yang telah menempel.
Ikuti petunjuk dari pembuat tempat penyimpanan media cair yang ada di Lab. Sebagai contoh, beberapa akan meminta anda untuk menekan sapu dibagian dasar dari tempat penyimpanan 5 kali, diikuti dengan beberapakali putaran. Kemudian angkat sapu dan tempat penyimpanan tersebut disegel. Ada yang meminta untuk mematahkan sapu dan merekomendasikan untuk mengirim kontainer yang disegel beserta kepala sapu didalamnya.





Klasifikasi PAP Smear
Hasil dari pap smear dapat berupa hasil false positive atau  false negative. Karena alasan ini, sangatlah penting untuk melakukan tes ini secara benar dan juga berkesinambungan
Untuk mendiagnosis kanker serviks dan lesi pra kanker diperlukan
kerjasama yang baik antara klinikus (kolposkopi) ahli sitologi (tes PAP) dan
ahli patologi (biopsi), dan mempergunakan bahasa, dan cara pelaporan yang
sama.

A. Klasifikasi Papanicolaou
Papanicolaou membagi sel abnormal dalam 5 kelas :
Kelas I             : tidak ditemukan sel atipik atau sel abnormal
Kelas II           : sitologi atipik tetapi tidak ditemukan keganasan
Kelas III          : sitologi sugestif tetapi tidak konklusif keganasan
Kelas IV          : sitologi sangat sugestif keganasan
Kelas V           : sitologi konklusif keganasan.
Cara  pelaporan  ini  telah  ditinggalkan walaupun masih  ada  yang
memakai dengan modifikasi tertentu.
Pada pelaporan ini:
•    Tidak mencerminkan pengertian neoplasia serviks/vagina :
•    Tidak mempunyai padanan terhadap terminologi.histologi
•    Tidak menemukan diagnosis pra kanker
•    Tidak menggambarkan interpretasi yang seragam
•    Tidak menunjukkan suatu pengertian diagnosis.

B. Klasifikasi BSCC (British Society for Clinical Cytology) 1980
Sistem ini mencoba membuat korelasi antara temuan sitologi abnormal
dengan histopatologinya dengan memakai istilah dyskaryosis ringan, sedang,
dan berat.
Klasifikasi BSCC:
1.   Tidak memuaskan untuk evaluasi
2.   Negatif
3.   Perubahan inti (borderline)
4.   Sel dyskariotik : ringan.. sedang dan berat
5.  Sel ganas invasif, skuamosa atau adeno karsinoma.

C. Sistim pelaporan deskriptif
1.   Negatif (tidak ditemukan sel ganas)
2.   Inkonklusif (sediaan tidak memuaskan)
3.   Displasia (ditemukan sel  liskariotik)       
4.   Positif (ditemukan sel ganas)
Cara pelaporan ini diusulkan oleh Reagen menjelaskan perubahan prainvafif dengan memakai istilah karsinoma insitu, displasia artinya maturasi abnormal tetapi tidak menggambarkan perubahan premaligna dan juga tidak menggambarkan perubahan yang berkesinambungan seperti karsinogenesis serviks.

D. Neoplasia Intraepitel Serviks
Terminologi memakai istilah neoplasia intraepitel serviks (NIS) diusulkan oleh Richart:
1.   Normal     
2.   Atypia      
3.   NIS I - displasia ringan     
4.   NIS II - displasia sedang 
5.   NIS III - displasia berat - karsinoma in situ
6.   Karsinoma
Pada terminologi ini displasia berat dan karsinoma insitu digabung karena sitologi sulit dibedakan. Terminologi ini tidak terlalu disukai karena istilah neoplasia, karena tidak semua perubahan awal ini menjadi neoplastik dan tidak semua lesi berlanjut.menjadi karsinoma.
Dengan   perkembangan-pengetahuan mengenai biologi infeksi HPV dan hubungannya dengan karsinogenesis serviks/ infeksi HPV dimasukkan  ke dalam spektrum perubahan pra kanker.

E. The Bethesda System
Pada tahun 1988 National Cancer Institute (NCI) membuat terminolagi .
yang dinamakan The Bethesda System (TBS), saat ini system yang terbaru adalah tahun 2001, objektifnya adalah : 
•    Komunikasi efektif antara ahli sitologi dan dokter perujuk
•    Mempermudah korelasi sitologi-histologi
•    Mempermudah penelitian epidemiologi, biologi dan patologi
•    Data   yang   dapat   dipercaya      untuk   analisis   statistik   nasional   dan
internasional.
The Bethesda System:  
Adekuasi sediaan
  • Memuaskan (endoserviks atau sel metaplastik)
Terlihat jumlah sel skuamous yang cukup, kemudian  terlihat sel endoservikal atau sel metaplastik skuamous, serta kurang dari 50% sel bersih dari darah atau inflamasi.
  
  • Tidak memuaskan

  • Memuaskan  tetapi  terganggu  karena  tidak tampak sel endoserviks / metaplastik

Kategori Umum

  • Dalam batas normal
  • Perubahan seluler jinak
  • Abnormalitas sel epitel
Abnormalitas sel epitel meliputi:
SEL SKUAMOSA            
•   Sel skuamosa atipik yang tidak dapat ditentukan artinya (ASCUS = Atypical Squamous Cells of undetermined Significant,
•    LIS derajat rendah/LGSIL (Low Grade Squamous Intraepitelial Lesion)
      = HPV
      = Displasia ringan/ NIS I
•    LIS derajat tinggi/HGSIL (High Grade SIL)
-    Displasia sedang/ NIS II
-    Displasia Berat/NIS II
 -    Karsinoma in Situ/ NIS III
•    Karsinoma sel skuamosa
Infeksi HPV dan NIS I dikelompokkan dalam LIS derajat rendah, karena sulit membedakannya, demikian pula dengan NIS II dan NIS III menjadi LIS derajat tinggi, sedangkan atipia dimasukkan kedalam ASCUS.
Dampak cara pelaporan ASCUS dan AGUS menjadi masalah karena mencapai 20-25 % di Amerika Serikat, dan hal ini memerlukan pemeriksaan lanjutan. Laboratorium yang baik melaporkan ASCUS tidak lebih dari 50 %,
SEL GLANDULER
• Sel endometrial, sitologi jinak pada wanita pasca menopause
• Sel glanduler atipik yang tidak dapat ditentukan artinya (AGUS)
• Lesi intraepitel glanduler
• Adenokarsinoma endoserviks
• Adenokarsinoma endometrium                                                                 
• Adenokarsinoma ekstra uterin                                                                 
• Adenokarsinoma yang telah dapat ditentukan asalnya.

1. Manual of Outpatient Gynecology, 4th edition: by Carol Havens (Editor), Carol S. 
Havens, Nancy D. Sullivan (Editor), Nancy D. Sulivan (Editor) By Lippincott  Williams & Wilkins Publishers;  (March 15, 2002)

2. DLT, Maringan. Perkembangan dalam penanganan Pra kanker Serviks. Sub. Bag. Onkologi Bag/SMF OBGYN FKUP/RSHS Bandung. 1991.

By DEDEN SURA AGUNG

SHARING, BLOGGING AND EARNING