DEMAM REMATIK | DEDEN SURA AGUNG Sharing

Kamis, 20 Januari 2011

DEMAM REMATIK

I.    PENDAHULUAN By DEDEN SURA AGUNG

Demam Rematik adalah penyakit inflamasi yang terjadi sebagai komplikasi non supuratif akibat respons imun terhadap infeksi Streptokokus grup A. Inflamasi yang terjadi mengenai jaringan ikat terutama pada jantung, sendi, sistem saraf pusat dan jaringan subkutan. Hal ini ditunjukkan dari berbagai penelitian klinis, epidemiologis dan pencegahan  bahwa infeksi faring oleh Streptokokus grup A yang tidak mendapatkan terapi secara adekuat merupakan penyebab demam rematik. Diperkirakan 2-3% faringitis yang disebabkan Streptokokus grup A akan menjadi Demam Rematik. Demam Rematik tidak pernah terjadi akibat infeksi Streptokokus grup A selain di faring. Sampai sekarang Demam Rematik (DR) masih merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama pada anak dan dewasa muda di negara berkembang. Pada tahun 1994, WHO memperkirakan sekitar 12 juta penduduk dunia menderita Demam Rematik dan penyakit jantung rematik. Diperkirakan tiga juta orang diantaranya mengalami gagal jantung dan memerlukan perawatan berulang di rumah sakit.
Insidens DR pada anak sekolah bervariasi mulai 1/100.000 di Costa Rica sampai 150/100.000 di Cina. Angka kematian akibat PJR bervariasi mulai 0,5/100.000 di Denmark sampai 8,2/100.000 penduduk di Cina. Angka kematian untuk wilayah WHO asia tenggara diperkirakan 7,6/100.000 penduduk. Tingginya angka kejadian di negara berkembang berhubungan dengan rendahnya sosial ekonomi, kepadatan penduduk, serta kurangnya pelayanan kesehatan yang memadai.

II.    ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Etiologi Demam Rematik akut sampai sekarang masih belum diketahui dengan pasti. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengetahui patogenesis Demam Rematik akut. Streptokokus grup A paling sering ditemukan sebagai penyebab faringitis yang disebabkan oleh bakteri. Secara epidemiologis kelompok umur yang paling sering mengalami faringitis akibat infeksi Streptokokus grup A adalah usia sekolah (5-15 tahun) dan penduduk dengan sosial ekonomi rendah, lingkungan yang padat serta kurangnya pelayanan kesehatan yang memadai.

Infeksi Streptokokus grup A diawali dengan adanya adhesi antara produk dari bakteri (adhesins) dengan sel-sel epitel faring. Sebagian besar (60%) adhesin adalah asam lipoteikoat yang juga merupakan bagian dari struktur dinding sel bakteri, sedangkan sisanya terdiri dari protein M, protein F, 29-kDa dan 54-kDa fibronectin binding protein, 70-kDa galactose binding protein dan sebagainya.

Selain mengadakan adhesi, Streptokokus grup A juga mempunyai kemampuan untuk mengadakan invasi terhadap sel-sel epitel tersebut dengan cara memproduksi invasins seperti protein M dan/atau fibronectin binding protein. Berbagai hipotesis diungkapkan untuk menjelaskan mekanisme terjadinya invasi tersebut. Protein M (terutama serotipe M1) akan berikatan dengan laminin yang akan menginduksi proses invasi. Pada saat berlangsungnya proses ini akan terjadi kerusakan pada sitoskeletal epitel sehingga proses invasi menjadi lebih mudah.

Streptokokus grup A mempunyai kemampuan bertahan terhadap fagositosis melalui dua mekanisme. Pertama, adanya ikatan oleh faktor H yang menghambat aktivasi jalur komplemen. Faktor H adalah komponen yang mengatur jalur komplemen dengan menghambat deposisi C3b. Faktor H ini berikatan dengan C repeat region yang terdapat pada protein M. Kedua, adanya ikatan fibrinogen pada permukaan protein M akan menghambat aktivasi komplemen melalui jalur alternatif sehingga mengurangi C3b yang berikatan dengan bakteri. Hal ini mengakibatkan berkurangnya proses fagositosis oleh leukosit polimorfonuklir.

Antigen-antigen Streptokokus grup A mempunyai struktur dan sifat yang mirip dengan jaringan pejamu. Hal ini akan menginduksi terjadinya reaksi silang antara antigen dengan jaringan tubuh pejamu dengan cara berbagi epitop antara antigen, sehingga sebagai akibatnya terbentuk antibodi yang akan merusak jaringan tubuh pejamu itu sendiri. Berbagai substansi Streptokokus grup A diketahui menyebabkan reaksi  silang dengan jaringan tubuh pejamu, yaitu protein M, polisakarida, asam hyaluronat dan membran protoplast. Protein M merupakan antigen utama Streptokokus grup A yang mempunyai struktur mirip dengan miosin jantung dan molekul alpha helical-coiled lainnya seperti tropomiosin, keratin dan laminin. rotein M ini menginduksi terbentuknya antibodi terhadap miosin yang disebut dengan MAB (Human Anti Myosin - Anti Streptococcal). MAB yang terdeposit di matriks ekstraselular miokardium akan menyebabkan  kerusakan miokardium sehingga terjadi miokarditis. Selain melalui mekanisme imunitas humoral, protein M bersama-sama dengan superantigen dari SGA akan menyebabkan ekspresi major histocompatibility complex kelas II pada sel T sitotoksik. Akibatnya sel T sitotoksik akan menyebabkan kerusakan pada miosin sehingga terjadi miokarditis.

Polisakarida pada SGA mempunyai kemiripan dengan glikoprotein pada katup jantung. Penelitian Goldstein dkk, menunjukkan bahwa polisakarida SGA dan glikoprotein katup jantung sama-sama mengandung N-asetil glukosamin. Kemiripan struktur ini menyebabkan terjadinya reaksi silang antara SGA dengan jaringan katup jantung sehingga menginduksi antibodi yang akan merusak katup jantung. Penelitian lain menunjukkan bahwa kerusakan katup jantung juga disebabkan oleh adanya reaksi silang antara membran sel SGA dengan fibroblas pada katup jantung.

Asam hyaluronat yang merupakan lapisan terluar dari SGA mempunyai struktur yang mirip dengan jaringan sendi sehingga menimbulkan reaksi silang. Hal ini mengakibatkan diproduksinya antibodi yang  merusak jaringan sendi tersebut sehingga terjadi artritis.
Membran protoplas Streptokus grup A akan mengadakan reaksi silang dengan jaringan saraf di subtalamus dan nukleus kaudatus sehingga mengakibatkan gangguan pada jaringan tersebut dengan manifestasi klinis berupa chorea Sydenham.

III.    MANIFESTASI KLINIS

Demam Rematik merupakan penyakit yang melibatkan berbagai organ meliputi jantung, sendi, otak serta kulit dan jaringan subkutan. Manifestasi klinis Demam Rematik bervariasi tergantung organ yang terlibat dan berat ringannya penyakit. Manifestasi klinis Demam Rematik dibagi menjadi kriteria mayor dan kriteria minor. Kriteria mayor meliputi karditis, artritis, chorea Sydenham, eritema marginatum dan nodul subkutan, sedangkan kriteria minor meliputi demam, artralgia dan peningkatan jumlah leukosit, laju endap darah atau C-reactive protein.

IV.    DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik Demam Rematik dikemukakan pertama kali pada tahun 1944 oleh T. Duckett Jones dengan membagi manifestasi klinis menjadi kriteria mayor dan kriteria minor. Kriteria mayor yang pertama kali dikemukakan oleh Jones meliputi karditis, artralgia, chorea, nodul subkutan dan riwayat Demam Rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya, sedangkan kriteria minor meliputi eritema marginatum, demam, peningkatan jumlah leukosit, laju endap darah atau C reactive protein serta adanya epistaksis, nyeri perut dan anemia.
Untuk meningkatkan spesifisitas, American Heart Association (AHA) pada tahun 1956 melakukan modifikasi dengan mengubah kriteria mayor menjadi terdiri dari karditis, artritis, chorea, nodul subkutan dan eritema marginatum, sedangkan kriteria minor terdiri dari riwayat Demam Rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya, artralgia, demam, peningkatan jumlah leukosit, laju endap darah atau C reactive protein, pemanjangan interval PR, disertai bukti infeksi streptokokus grup A sebelumnya. Bukti infeksi streptokokus Grup A dalam 45 hari terakhir ditentukan dengan adanya peningkatan titer antistreptolysin O/antibodi terhadap Streptokokus lainnya, atau kultur positif dari apus tenggorok, atau tes antigen cepat untuk Streptokokus grup A, atau riwayat demam skarlatina sebelumnya.
Pada tahun 1965, AHA merevisi kriteria diagnostik dengan mengubah bukti infeksi streptokokus grup A sebelumnya, dari kriteria minor menjadi esensial. Perubahan ini meningkatkan spesifisitas tetapi menurunkan sensitivitas dimana sekitar 25% kasus demam rematik yang didiagnosis dengan kriteria modifikasi AHA tahun 1956, tidak dapat didiagnosis dengan kriteria Jones.
Kesulitan untuk mengetahui adanya riwayat Demam Rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya menyebabkan AHA memperbaharui kriteria Jones  pada tahun 1992 dengan menghilangkan kriteria riwayat demam rematik atau penyakit jantung rematik sebelumnya.
Pada tahun 2003, WHO merekomendasikan untuk melanjutkan penggunaan kriteria Jones yang diperbaharui (tahun 1992) untuk Demam Rematik serangan pertama dan serangan rekuren Demam Rematik pada pasien yang diketahui tidak mengalami penyakit jantung rematik. Untuk serangan rekuren demam rematik pada pasien yang sudah mengalami penyakit jantung rematik, WHO merekomendasikan untuk menggunakan minimal dua kriteria minor dengan disertai bukti infeksi Streptokokus Grup A sebelumnya. Sedangkan kriteria diagnostik penyakit jantung rematik ditujukan untuk pasien yang datang pertama kali dengan mitral stenosis murni atau penyakit katup mitral campuran dan/atau penyakit katup aorta.

V.    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Demam Rematik dimulai dari pencegahan primer Demam Rematik yaitu eradikasi Streptokokus grup A yang menyebabkan faringitis. Pemberian antibiotik untuk eradikasi SGA pada faringitis harus segera diberikan setelah diagnosis ditegakkan atau paling lambat dalam 9 hari setelah onset gejala. Antibiotik pilihan pertama yang digunakan adalah penisilin karena relatif murah, tersedia hampir semua negara dan sampai sekarang belum ada satupun isolat SGA yang dilaporkan resisten terhadap penisilin. Penisilin yang sering digunakan adalah benzatin benzilpenisilin dosis tunggal 600.000 IU untuk anak dengan berat badan < 27 kg dan 1.200.000 IU untuk > 27 kg.

SEMOGA BERMANFAAT
NB: untuk membantu menghasilkan ide-ide baru, silahkan klik link-link dibawah ini yang anda sukai dan juga berikan komentar anda serta tombol like nya di click.

By DEDEN SURA AGUNG

KEMBALI KE HALAMAN UTAMA

Comments
2 Comments

2 komentar :

  1. salam sahabat
    nah yang ini lengkap sekali mas penjelasan demam dan rematiknya terima kasih sangat bermanfaat bagi saya

    BalasHapus
  2. terimakasih banyak untuk informasinya... sangat membantu,

    BalasHapus

SHARING, BLOGGING AND EARNING