DEDEN SURA AGUNG Sharing

Rabu, 20 Januari 2010

FLU BURUNG H5N1

I. PENDAHULUAN
Penyakit Flu Burung atau Flu Unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian influenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.

II. EPIDEMIOLOGI
A. PENYEBAB
Penyebab flu burung adalah virus influenza tipe A. Virus influenza termasuk Famili Orthomyxoviridae. Virus Influenza tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift, Shift), dan dapat menyebabkan epidemi dan pandemi. Berdasarkan sub tipenya terdiri dari Hemaglutinin (H) dan Neuramidase (N). Kedua huruf ini digunakan sebagai identifikasi kode subtipe flu burung yang banyak jenisnya.
Pada manusia hanya terdapat jenis H1N1, H2N2, H3N3, H5N1, H9N2, H1N2, H7N7. Sedangkan pada binatang H1-H5 dan N1-N98. Strain yang sangat virulen/ganas dan menyebabkan flu burung adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di air sampai 4 hari pada suhu 22 °C dan lebih dari 30 hari pada 0 °C. Virus akan mati pada pemanasan 60 °C selama 30 menit atau 56 °C selama 3 jam dan dengan detergent, desinfektan misalnya formalin, serta cairan yang mengandung iodin.

B. GEJALA
Gejala flu burung dapat dibedakan pada unggas dan manusia.
i. Gejala pada unggas
    - Jengger berwarna biru
    - Borok di kaki
    - Kematian mendadak
ii. Gejala pada manusia
    - Demam (suhu badan diatas 38 °C)
    - Batuk dan nyeri tenggorokan
    - Radang saluran pernapasan atas
    - Pneumonia
    - Infeksi mata
    - Nyeri otot

C. MASA INKUBASI
- Pada Unggas : 1 minggu
- Pada Manusia : 1-3 hari , Masa infeksi 1 hari  sebelum  sampai 3-5 hari  sesudah  timbul gejala. Pada anak sampai 21 hari .

D. PENULARAN
Flu burung menular dari unggas ke unggas, dan dari unggas kemanusia, melalui air liur, lendir dari hidung dan feces. Penyakit ini dapat menular melalui udara yang tercemar virus H5N1 yang berasal dari kotoran atau sekreta burung/unggas yang menderita flu burung. Penularan dari unggas ke manusia juga dapat terjadi jika bersinggungan langsung dengan unggas yang terinfeksi flu burung. Contohnya: pekerja di peternakan ayam , pemotong ayam dan penjamah produk unggas lainnya.

E. PENYEBARAN
Penyebaran flu burung di berbagai belahan dunia antara lain:
• Ayam dan manusia di Hongkong. Selama wabah tersebut Pada tahun 1997 Avian Influenza A (H5N1) telah menginfeksi berlangsung 18 orang telah dirawat di rumah sakit dan 6 diantaranya meninggal dunia. Untuk mencegah penyebaran tersebut pemerintah setempat memusnahkan 1,5 juta ayam yang terinfeksi flu burung.
• Pada tahun 1999, di Hongkong dilaporkan adanya kasus Avian Influenza A (H9N2) pada 2 orang anak tanpa menimbulkan kematian.
• Pada tahun 2003, di Hongkong ditemukan lagi dua kasus Avian Influenza A (H5N1) dan satu orang meninggal.
• Pada tahun 2003, di Belanda ditemukan 80 kasus Avian Influenza A (H7N7) dan satu diantaranya meninggal.
• Pada tahun 2004 terjadi lagi 25 kasus Avian Influenza A (H5N1) di Vietnam (19) dan Thailand (6) yang menyebabkan 19 orang meninggal (5 di Thailand, 14 di Vietnam).

III. PENCEGAHAN
a. Pada Unggas:
    1. Pemusnahan unggas/burung yang terinfeksi flu burung
    2. Vaksinasi pada unggas yang sehat

b. Pada Manusia :
1. Kelompok berisiko tinggi (pekerja peternakan dan pedagang)
    a. Mencuci tangan dengan desinfektan dan mandi sehabis bekerja.
    b. Hindari kontak langsung dengan ayam atau unggas yang terinfeksi flu burung.
    c. Menggunakan alat pelindung diri. (contoh : masker dan pakaian kerja).
    d. Meninggalkan pakaian kerja ditempat kerja.
    e. Membersihkan kotoran unggas setiap hari.
    f. Imunisasi.
2. Masyarakat umum
    a. Menjaga daya tahan tubuh dengan memakan makanan bergizi & istirahat cukup.
    b. Mengolah unggas dengan cara yang benar, yaitu :
        - Pilih unggas yang sehat (tidak terdapat gejala-gejala penyakit pada tubuhnya)
        - Memasak daging ayam sampai dengan suhu ± 80 °C selama 1 menit dan pada telur sampai dengan suhu ± 64 °C selama 4,5 menit.
Vaksin influenza musiman tidak dapat melindungi kita dari virus H5N1. Namun, mereka yang bepergian harus mendapatkan vaksin influenza musiman terbaru, karena  influenza biasa mungkin saja terjadi di negara tropis. Siapapun yang terkena virus H5N1, seperti para pekerja peternakan, harus pula mendapatkan vaksin influenza musiman untuk meminimalkan resiko infeksi rangkap dari virus flu burung dan virus flu manusia

IV.    PENGOBATAN
Pengobatan bagi penderita flu burung adalah:
1) Oksigenasi bila terdapat sesak napas.
2) Hidrasi dengan pemberian cairan parenteral (infus).
3) Pemberian obat anti virus oseltamivir 75 mg dosis tunggal selama 7 hari.
4) Amantadin diberikan pada awal infeksi, sedapat mungkin dalam waktu 48 jam pertama selama 3-5 hari dengan dosis 5 mg/kg BB perhari dibagi dalam 2 dosis. Bila berat badan lebih dari 45 kg diberikan 100 mg 2 kali sehari.

By DEDEN SURA AGUNG

DOWNLOAD artikel secara lengkap dalam format document disini (jika ada iklannya klik SKIP ADD)

MENGENAL PCD DAN OFFSET PADA VELG MOBIL


Velg dengan mobil tidak dapat dipisahkan untuk memasang velg yang nyaman, dan lebih penting lagi soal keselamatan, PCD dan OFFSET merupakan dua hal penting harus diketahui. Jika hanya PCD saja, sementara offset-nya salah, bisa-bisa mengendarai mobil jadi tidak nyaman. Memilih velg yang tepat untuk mobil, harus bijaksana dalam mengambil keputusan, agar tidak menyesal kemudian. Lalu ada baiknya konsultasi dahulu dengan pakarnya ataupun si penjual. Ada banyak hal yang harus diperhatikan antara lain:

PCD (Pitch Circle Diameter)
PCD adalah singkatan dari Pitch Circle Diameter dimana mempunyai arti jarak lubang baut pada velg.
Ukuran PCD ini sangat penting untuk diperhatikan, karena jika PCD velg tidak sesuai dengan spesifikasi ukuran pabrikan, maka velg itu tidak dapat terpasang pada mounting velg di mobil, terkecuali telah dilakukannya modifikasi ukuran PCD seperti yang banyak dilakukan para maniak modifikasi dengan bantuan tukang bubut, atau bisa juga mencari velg dengan jenis double PCD yang salah satu ukuran PCD-nya cocok dengan mobil yang digunakan, contoh spesifikasi velg double PCD.
Tiap velg mobil memiliki ukuran PCD (Pitch Centre Diameter) yang berlainan. Ukuran PCD velg ditetapkan dari jarak antara lubang baut satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui sendiri PCD roda mobil anda, ukurlah dengan penggaris diameter lingkaran baut rodanya dengan penggaris.
Lingkaran biru melambangkan baut roda pada mobil anda. Terlihat bahwa ada 4 buah baut yang berada dalam lingkaran dengan diameter 100mm (R50mm). Konfigurasi seperti ini dinamakan PCD 100 dengan 4 buah lubang baut roda.
Biasanya ukuran PCD ditulis pada spesifikasi velg yang digabung dengan jumlah baut, seperti 4x100 yang berarti velg dengan 4 lubang baut dengan PCD 100 atau 5x114,3 yang berarti 5 lubang baut dengan PCD 114,3. Ukuran PCD sangat bervariatif, tergantung dari bawaan tiap mobil, walaupun ada juga antara beberapa merk mobil yang memiliki ukuran yang sama. Dari ukuran itu, didapat angka paling standar 100 mm buat mobil-mobil kebanyakan. Maka disebutnya PCD 100. Untuk mobil-mobil MPV dan light-SUV, PCD-nya 114,3 mm, sedangkan sedan kecil dan hatchback, seperti Honda Jazz, Toyota Yaris, atau Chevrolet Aveo, ber-PCD 100. Kalau keluarga Mercedes 112, BMW 120, dan SUV yang besar 139,7.

OFFSET
Dalam memilih Velg - diameter, lebar, PCD memang penting. Tetapi semua itu adalah faktor yang mudah untuk dilihat walau sekilas saja. Yang paling menentukan dan sering menjadi kesalahan para pencinta mobil adalah ukuran Offset. 
Offset adalah ukuran jarak antara bagian dalam tengah velg dengan permukaan mounting (dudukan) velg pada kaki-kaki mobil. "Gambaran umum yang mudah dimengerti, offset itu merupakan ukuran keluar atau masuknya velg dari fender atau spatbor mobil.
Contoh kasus:
Sebuah mobil yang telah dimodifikasi (lowered/ceper) disematkan Velg dengan profil Offset +35 dan dipadani dengan Ban berprofil 225/35R19. Saat dipasang semua berjalan mulus, demikian juga saat mobil dijalankan pada jalanan rata dan tidak bergelombang.  Namun “lampu merah” baru menyala ketika mobil dibawa melalui polisi tidur dan tikungan-tikungan tajam. Ternyata ban mobil menggerus bagian fender dan merusaknya dengan sadis. Hal itu tidak akan terjadi bila Velg yang dipilih memiliki Offset lebih besar, sekitar +40 atau bahkan +45 dimana velg akan lebih “masuk” sebanyak 5 hingga 10 milimeter dan terhindar dari beradunya Ban dengan Fender.
Untuk mengubah aplikasi offset, hal itu bisa diakali dengan memakai adaptor. Namun ingat, ini hanya bisa dilakoni buat velg-velg berkonstruksi 2 sampai 3 pieces. Harus diperhatikan keakuratan penghitungannya. Efek buruknya, selain bisa bikin gesrot, mangkuk shockbreaker dan dek dalam rawan tergerus roda. Akhirnya, kaki-kaki pun jadi rentan rusak.

Terkait dengan ukuran atau diameter velg. Perlu diketahui tiap mobil itu memiliki diameter velg hingga maksimal, jadi pastikan tidak lebih dari batasan tersebut. Untuk itu bila Anda ingin memutuskan mengganti dengan ukuran lebih besar dari bawaan mobil sebaiknya peningkatan hanya naik 2 inchi, misal velg standar berukuran R16 inchi maka jumlah kenaikan yang masih dapat ditoleransi adalah penggunaan R 18 inchi.

Velg memiliki material yang beraneka macam. Umumnya terbuat dari jenis logam ringan sebut saja billet steel, forged alloy, atau magnesium. Velg dari bahan tersebut memiliki berat utuh yang lebih ringan dibandingkan velg standar yang umumnya terbuat dari material baja (lebih berat).

Dengan menerapkan velg lebih ringan di mobil Anda, diyakini bisa mengurangi bobot keseluruhan mobil tanpa mengesampingkan daya tahan velg itu sendiri. Dengan keseluruhan nilai berat mobil yang berkurang tadi otomatis berpengaruh juga pada kerja mesin yang tidak terlalu berat dalam memutar roda.

By DEDEN SURA AGUNG

CONCIUSNESS “PINGSAN / KESADARAN MENURUN”


Suatu keadaan kesadaran menurun pada seorang pasien merupakan kondisi urgen, di mana diperlukan segera untuk menetapkan penyakit yang mendasari, untuk memperkirakan perkembangan pasien selanjutnya, dan untuk melindungi otak supaya tidak masuk ke dalam kondisi ireversibel. Jadi penanganan pasien koma harus cepat, sistematis untuk mencapai diagnosis dan untuk memberikan terapi segera.
Diperkirakan 3 % kasus yang masuk ke gawat darurat, adalah kasus kesadaran menurun. Sebagai contoh data yang diambil di R.S. kota Boston, penyebab terbanyak adalah alkoholisme, trauma kepala, CVD.
Penyebab lainnya yang banyak adalah epilepsi, intoksikasi obat, diabetes, infeksi berat.
Secara garis besar penyebab koma dapat dilihat di tabel.
“Sadar” dapat dimengerti oleh setiap orang, tetapi untuk membuat definisi sadar merupakan hal yang sangat sulit karena aspek sadar sangatlah luas, sehingga suatu definisi tidak dapat menjelaskan seluruh aspek tentang sadar.
Namun demikian kita perlu melihat definisi sadar :
Berdasarkan psikolog, SADAR adalah suatu kondisi mengetahui, memahami, tentang diri sendiri dan lingkungan secara terus menerus. Tentang diri sendiri meliputi perasaan, sikap, emosi, impuls, dan lain-lainnya mengenai diri sendiri, atau secara ringkas meliputi pengetahuan tentang fungsi mental khususnya proses kognitif, dan kaitannya dengan ingatan dan pengalaman masa lalu.
Penilaian tentang kesadaran ini dapat diketahui dengan pernyataan pasien secara verbal mengenai diri sendiri atau secara tidak langsung dengan melihat sikapnya, tindakannya.
Dari pengertian dokter, sadar adalah suatu kondisi pasien mengetahui diri sendiri dan lingkungan dan memberikan responsnya yang cukup / memadai terhadap stimulus dari luar maupun terhadap kebutuhan dari dalam.
Jadi TIDAK SADAR adalah kebalikan dari definisi ini, yaitu kondisi pasien tidak mengetahui, tidak memahami diri sendiri dan lingkungan atau fungsi mental yang tidak bekerja untuk mengetahui keadaan diri sendiri dan lingkungan disertai respons yang menurun terhadap stimulasi lingkungan.
Perubahan kesadaran meliputi 2 aspek.
1.Aspek pertama yang mempengaruhi bangun.
2.Aspek kedua menyangkut fungsi mental kognitif dan afektif atau kata lainnya isi fungsi mental. Contoh aspek kedua : demensia, delusi, confusion,  tidak ada perhatian (apatis).
Kondisi tidak sadar ini tidak selalu dalam keadaan yang paling dalam, tetapi juga bisa keadaan tidak sadar yang dangkal, sehingga kemudian dipisah-pisahkan lagi dalam beberapa tingkat ketidak-sadaran.
Confusion (clouding of sensorium)
Tidak sanggup berpikir secepat dan sejernih biasa, diperjelas oleh kurangnya perhatian dan disorientasi. Kalau sangat ringan sering tidak nampak kecuali bila diperhatikan perubahan tingkah laku, dan cara bicara. Disorientasi bisa dalam bentuk disorientasi tempat, waktu, atau personal.
Somnolen (drowsiness)
Pada kondisi ini mental, bicara, aktifitas fisik menurun, dengan ketidaksanggupan mempertahankan kondisi bangun tanpa pemberian stimulus dari luar. Tidak ada perhatian, “confusion”, kelopak mata jatuh setelah dibuka, tapi tidak menutup sempurna, bisa ngorok, otot-otot nampak lemas. Sering pasien bisa dibangunkan dengan bicara saja atau stimulus taktil.

Stupor

Lebih dalam dari somnolen, di mana yang bersangkutan hanya dapat dibangunkan dengan stimulus yang kuat dan berulang-ulang, saat buka mata, melihat ke pemeriksa, dan nampak  sadar. Respons terhadap perintah tidak ada, lambat, atau tidak cukup. Pasien tidak bisa diam, dengan gerakan-gerakan stereotipik, dan biasanya diam di tempat.
Mata bergerak ke luar dan ke atas, seperti tidur. Refleks plantaar dan tendo serta pola napas bisa berubah atau tidak tergantung penyebab yang mempengaruhi susunan saraf.

Koma

Pasien nampak tidur, tidak dapat dibangunkan dengan stimulus dari luar atau kebutuhan dari dalam. Ada berbagai tingkat dari koma.
Pada koma yang paling dalam, refleks kornea, pupil, farinks, tendo, dan plantar tidak ada, tonus otot ekstremitas menghilang.
Pada koma yang lebih dangkal reaksi pupil, refleks gerakan bola mata, kornea, dan refleks batang otak yang lain masih tetap ada dalam berbagai derajat, dan refleks tendo pada ekstremitas bisa meningkat. Pernapasan bisa lambat, cepat, periodik, atau tidak teratur.
Pada koma yang dangkal (sering disebut semikoma), semua refleks di atas bisa ditimbulkan, dan stimulus kuat dapat menimbulkan reaksi meringis dan pernapasan yang lebih cepat.
Penentuan ketidak-sadaran dapat dinilai secara kwantitatif digunakan adalah dengan Glasgow Coma Scale yang mula-mula digunakan pada trauma kepala. Dengan GCS ini kedalaman ketidak-sadaran ini ditentukan dengan menilai aktifitas mata, respons verbal (bicara) dan motorik. Koma paling dalam dengan score 3, dan sadar penuh dengan score 15.
Penilaian
Best motor response
Movement in response to command 6
Localizes pain 5
Withdraws from pain 4
Flexes in response to pain 3
Extends in response to pain 2
No response 1
Best verbal response
Fully orientated 5
Confused 4
Inappropriate words 3
Incomprehensible sounds 2
No response 1
Best eye response
Eyes open spontaneously 4
Eyes open to command 3
Eyes open in response to pain 2
Eyes remain closed 1

Tidur dibandingkan koma

Pada orang tidur, sepertinya tidak menyadari diri sendiri dan lingkungannya, seperti keadaan tidak sadar. Jadi tidur mirip-mirip dengan somnolen, stupor, dan koma, dalam hal menguap, mata tertutup, berhenti mengedip dan menelan, gerakan mata ke atas, ke samping atau berputar, tonus otot menghilang, refleks tendo berkurang atau menghilang, bahkan kadang-kadang Babinski +, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang bentuk Cheyne-Stokes. Saat bangun dari tidur yang dalam bisa (bingung) confused sesaat.
Bedanya adalah dalam keadaan tidur masih bisa memberikan respons terhadap stimulus, dan masih sanggup melakukan beberapa aktifitas mental seperti mimpi dan adanya memori terhadap mimpi tersebut. Beda yang paling nyata adalah bila diberi stimulus, akan bangun dalam keadaan sadar. Juga ada perbedaan dalam penggunaan oksigen, rekaman EEG, respons evoked potensial otak, dan aktifitas motorik spontan.

ANATOMI DAN NEUROFISIOLOGI KOMA

Kesadaran timbul dari stimulus yang terus menerus dikirimkan sistim sensorik dari seluruh tubuh yang sampai ke batang otak mulai dari kaudal midbrain sampai ke thalamus medial. Bagian dari batang otak yang menerima impuls sensorik ini disebut formatio retikularis.  Formasio retikularis ini sampai di thalamus, dan dari sini disebarkan ke seluruh korteks serebri secara difus melalui serabut-serabut nonspesifik. Jadi serabut sensorik yang sampai di thalamus ini selain mengirimkan serabut spesifik untuk modalitas perasaan tertentu ke girus postsentralis, dan girus sensoris primer lainnya, juga serabut nonspesifik ke seluruh korteks serebri. Formasio retikularis yang terus menerus mengirimkan impuls yang menyebabkan suatu keadaan sadar ini disebut ARAS (ascending reticular activating system) yang merupakan penggalak kesadaran.
Korteks serebri yang menerima impuls dari serabut nonspesifik ini, kemudian mengolah impuls ini sehingga tercapai suatu keadaan sadar, disebut pengolah kesadaran.
Kesadaran menurun jika terjadi gangguan fungsi pada ARAS ini atau gangguan fungsi pada korteks serebri secara difus.
Gangguan pada ARAS menurunkan kwantitas kesadaran atau tingkat kesadaran sedangkan gangguan pada korteks serebri difus menurunkan kwalitas atau isi dari kesadaran.

GAMBARAN PATOLOGI PADA KOMA

Perubahan pada otak pada koma ada 2 macam :
  1. Perubahan morfologi dengan lesi yang jelas pada batang otak bagian atas dan diensefalon bagian bawah baik primer maupun sekunder
  2. Perubahan mikroskopis karena gangguan metabolisme pada seluruh hemisfer
Contoh banyak kasus yang menimbulkan koma dengan kematian dalam beberapa hari disebabkan oleh 3 bentuk kelainan :
  1. ARAS tertekan secara langsung atau tidak langsung oleh suatu lesi massa seperti tumor, abses, perdarahan intraserebral, subarahnoid, subdural, epidural, infark dengan edema berat, meningitis. Selain itu lesi massa ini juga dapat menimbulkan herniasi kemudian herniasi tersebut menekan ARAS.
  2. Lesi langsung pada thalamus atau midbrain yang mengenai ARAS seperti sumbatan arteri basilaris, perdarahan thalamus atau batang otak bagian atas.
  3. Kerusakan luas pada korteks dan substansia alba, seperti trauma (kontusio, kerusakan akson yang luas), infark bilateral atau perdarahan bilateral, ensefalitis virus, meningitis, hipoksia, iskemia.
Pada koma karena gangguan metabolisme, atau toksik, atau bangkitan umum, perubahan patologis tidak nampak, karena perubahannya subselular atau molekuler.
KLASIFIKASI  KOMA  DAN  DIAGNOSIS  BANDING
Hal yang penting dalam diagnosis banding adalah menentukan lesi otak fokal, iritasi menings, kelainan cairan otak.
Penyebab koma :
I.     Penyakit yang tidak menimbulkan lesi fokal ( tanda lateralisasi neurologis). Biasanya dengan fungsi batang otak yang baik dan cairan otak yang normal
A.  Intoksikasi : alkohol, barbiturat, dan obat sedatif lain, opiat.
B.  Gangguan metabolik : anoksia, asidosis diabetik, uremia, gagal fungsi hepar, hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, hipo dan hipernatremia, hipoglikemi, krisis adison, defisiensi nutrisi berat, krisis tiroid.
C.  Infeksi sistemik berat : pneumonia, peritonitis, demam tifoid, malaria, septikemia, sindroma Waterhouse-Friderichsen.
D.  Gagal sirkulasi (renjatan)
E.  Koma pasca ictal, status konvulsi dan nokonvulsi
F.  Ensefalopati hipertensi dan eklamsia
G.  Hipertermi dan hipotermi
H.   Kontusio
I.  Hidrosefalus akut
J.  Status terminal penyakit otak degenerasi dan penyakit Creutzfeldt-Jakob
II.    Penyakit dengan iritasi menings dengan dan tanpa febris dan dengan peningkatan leukosit, eritrosit dalam cairan otak, biasanya tanpa tanda fokal atau lateralisasi serebral atau batang otak. CTScan dan MRI  kepala normal atau tidak normal.
a.    Perdarahan subarahnoid dari ruptur aneurisma, AVM, kadang-kadang trauma.
b.    Meningitis bakteri akut
c.    Beberapa bentuk ensefalitis virus
d.    Meningitis neoplasma dan parasit

III.  Penyakit yang menyebabkan tanda fokal batang otak atau tanda lateralisasi serebral dengan atau tanpa kelainan cairan otak.
a.    Perdarahan hemisfer atau infark luas
b.    Infark batang otak oleh karena trombosis atau emboli a. basilaris
c.    Abses otak, empiema subdural
d.    Perdarahan epidural, subdural dan kontusio serebri
e.    Tumor otak
f.     Perdarahan sebelum dan pons
g.    Lain-lain : trombosis vena kortikal, beberapa bentuk ensefalitis, infark emboli fokal karena endokarditis bakterialis, leukoensefalitis hemoragik akut, ensefalomielitis diseminata, ensefalomielitis, limfoma intravaskuler, Purpura trombosis trombositopenik, emboli lemak difus, dll.
Cara yang lebih sederhana menentukan penyebab koma :
Disfungsi otak setempat / gangguan ARAS
Tumor otak
Gangguan vasculer (CVA)
demyelinisasi
Infeksi, seperti abses otak
Trauma kepala dengan lesi fokal
Disfungsi otak difus / GANGGUAN KORTEKS difus
Infeksi, seperti meningitis atau ensefalitis
Epilepsi
Hipoksia dan hiperkarbia
Obat-obatan, keracunan dan overdosis ( seperti alkohol)
Penyebab metabolik / endokrin, seperti koma diabetik, gagal hati atau ginjal, hipotiroidisme, gangguan elektrolit berat
Hipotensi atau krisis hipertensi
Trauma kepala dengan lesi difus
Perdarahan subarahnoid
Hipotermi, Hipertermi
malingering!
Penanganan pasien koma
Paling pertama adalah menentukan apakah pasien koma atau tidak. Jika benar pasien koma maka tindakan pertama “Basic Life Support” yaitu jalan (Airway), bernapas (Breathing), dan sirkulasi (Circulation).
Perhatikan : gerakan dada, tanpa aktifitas otot napas tambahan, atau gerakan perut.
Dengarkan : suara napas di mulut pasien dengan telinga anda, atau di dada pasien dengan stetoskop
Rasakan : aliran udaran di mulut atau hidung pasien dengan tangan, dan gerakan dada dan perut.
Jika salah satu dari ketiganya (jalan napas, bernapas, dan sirkulasi) terganggu maka harus dikoreksi. Segera berikan oksigen > 24 %.
Setelah itu baru diagnosis, evaluasi dan tindakan lebih lanjut (Diagnosis, Evaluation, Further management
Diagnosis
1.    Riwayat penyakit
2.    Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
3.    Pemeriksaan laboratorium
4.    CTScan kepala
5.    MRI kepala
6.    Punksi lumbal
7.    Aspirasi dan analisis cairan lambung
8.    Analisis chromatografi darah dan urine
9.    Pengukuran obat-obat dalam darah : antikonvulsan, opiat, diazepin, barbiturat, alkohol, zat toksik lainnya.
Riwayat penyakit
Jika ada, riwayat dari keluarga atau petugas ambulans dapat memberikan informasi yang berharga. Selanjutnya pertanyaan diarahkan sesuai daftar penyebab koma.
Pemeriksaan umum
a.    Pemeriksaan tanda vital : suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah. Suhu tinggi karena infeksi, sangat tinggi pada “heat strok”, keracunan antikolinergik.
Hipotermi karena intoksikasi alkohol atau barbiturat, tenggelam, terpapar dengan dingin, kegagalan sirkulasi perifer, miksedema.
Pernapasan lambat karena keracunan opiat atau barbiturat, kadang-kadang pada hipotiroid.
Pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul) pada pneumonia, asidosis diabetik, asidosis uremik, edema paru, kadang-kadang hiperventilasi neurogenik sentral.
Penyakit yang meningkatkan tekanan intrakranial atau merusak otak mengakibatkan pernapasan lambat, tidak teratur, atau Cheyne-Stokes.
Muntah pada awal koma mendadak disertai hipertensi sangat mencurigakan perdarahan hemisfer, batang otak, serebelum, subarahnoid.
Bila muntah pada koma yang timbul perlahan-lahan sangat mungkin intoksikasi obat atau alkohol.
Denyut nadi sangat lambat mencurigakan blok jantung karena obat, seperti antidepresan trisiklik, antikonvulsan. Bila bersama-sama dengan pernapasan periodik dan hipertensi menunjukkan peninggian tekanan intrakranial.
Hipertensi yang sangat tinggi ditemukan pada perdarahan serebral, ensefalopati hipertensi, sekali-sekali pada peninggian tekanan intrakranial.
Hipotensi biasanya pada kesadaran menurun karena diabetes, intoksikasi alkohol, barbiturat, perdarahan di dalam, infark jantung, diseksi aneurisma aorta, septikemi, penyakit Addison, atau trauma otak berat.
b.    Inspeksi kulit
Sianosis pada bibir, kuku, artinya oksigenasi kurang. Berwarna merah cherry menunjukkan keracunan karbon monoksida.
c.    Bau pernapasan
2. Pemeriksaan neurologis
Walaupun terbatas dalam banyak hal, tetapi sangat penting. Yang bisa diperoleh dari pemeriksaan neurologis : penyebab koma, keadaan kondisi awal, dapat menentukan prognosis dan lokalisasi lesi struktural.

Inspeksi

1.    Kesadaran
2.    Posisi anggota gerak dan badan
3.    Gerakan spontan pada satu sisi
4.    Posisi kepala dan mata
5.    Kecepatan, kedalaman, dan irama pernapasan
6.    Respons terhadap panggilan nama, perintah sederhana, stimulus nyeri
Kesadaran
Stimulus yang dapat digunakan adalah auditori, visual, nyeri.
Dimulai dengan stimulus yang ringan dulu kemudian stimulus yang makin kuat untuk menilai kondisi kesadaran penderita yaitu dengan stimulasi verbal dulu yang lembut, kalau tidak ada reaksi kemudian dengan suara keras, selanjutnya stimulasi yang menimbulkan ancaman seperti mengangkat lengan penderita dan dijatuhkan ke wajahnya. Dan terakhir dengan stimulus nyeri. Gunakan skala koma Glasgow untuk menentukan skala kuantitas kesadaran.
Suara tetap ada pada stupor dan yang pertama hilang bila masuk ke koma. Menyeringai dan gerakan menghindari nyeri masih tetap ada pada koma ringan, adanya menunjukkan traktus kortikobulbar dan kortikospinal masih utuh. Menguap dan berubah posisi menunjukkan kondisi ringan tidak sadar. Penilaian GCS merupakan penilaian yang sederhana dan lebih kuantitatif terhadap koma. Pada koma dalam, kaku kuduk hilang, koma yang lebih ringan tahanan masih tetap ada pada fleksi, tidak pada ekstensi, menoleh atau lateral fleksi.
Pada perdarahan subarahnoid, iritasi menings baru timbul setelah 12-24 jam. Pada bayi baru, penonjolan fontanella lebih berarti dari kaku kuduk.
Fleksi leher yang terbatas (kaku kuduk) juga dapat dirasakan pada herniasi lobus temporalis, herniasi serebelum, deserebrasi.
Lesi pada hemisfer serebri  biasanya dapat ditentukan pada pasien koma dengan mengamati gerakan spontan pasien, respons terhadap stimulasi, posisi tubuh, kecepatan dan irama pernapasan, dan pemeriksaan saraf kranial.
Hemiplegi dapat diketahui dengan gerakan yang berkurang dengan stimulus nyeri.
Tungkai yang paralisis biasanya dalam posisi pasif, dan bila diangkatdari tempat tidur akan jatuh bebas. Tungkai yang plegi biasanya dalam posisi eksorotasi, dan paha nampak lebih lebar dan datar dari yang tidak lumpuh.
Pipi dan bibir biasanya menggembung saat ekspirasi. Mata biasanya melirik menjauhi kelumpuhan ( ke sisi lesi hemisfer). Sebaliknya pada lesi batang otak.
Hemiplegi dan Babinski menunjukkan lesi kontralateral, Tetapi bisa pada lesi ipsilateral (Kernohan-Woltman sign). Mengguman dan meringis dapat ditimbulkan dengan stimullus nyeri pada satu sisi, tetapi tidak pada sisi yang lainnya memberitahukan adanya hipestesi. Meringis juga memberitahukan kelumpuhan otot muka.
Petunjuk fungsi batang otak yang paling berguna adalah ukuran pupil dan reaksinya, gerakan bola mata, refleks okulovestibuler, dan sedikit dari pola pernapasan. Fungsi ini juga tergantung pada struktur di midbrain dan rostral pons.
Ukuran dan Reaksi pupil
Mempunyai nilai diagnostik yang penting pada pasien koma.
Ukuran, bentuk pupil, dan refleks cahaya yang normal, menunjukkan integritas strukstur midbrain.
Dilatasi pupil unilateral (>5,5 mm) menunjukkan peregangan atau penekanan NIII, sekunder karena efek massa ipsilateral. Mula-mula refleks cahaya menurun atau menghilang, bila penekanan berlanjut maka pupil dapat berbentuk oval atau bentuk pear dan nampak tidak di tengah (corectopia) karena inervasi pada otot pupil berkurang tidak merata. Kemudian dilatasi berlanjut sampai 6-9 mm disertai sedikit divergensi bola mata. Pada keadaan tertentu pupil kontralateral massa membesar lebih dulu oleh sebab tidak jelas. Hal ini dilaporkan 10 % pada SDH. Bila penekanan midbrain berlanjut maka kedua pupil akan berdilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya. Kondisi akhir dari penekanan pupil yang berlanjut, ukuran pupil cenderung sedikit lebih kecil menjadi 5-7 mm. Ukuran pupil normal dan refleks cahaya normal menunjukkan integritas struktur midbrain, dan penyebab koma tidak dipikirkan massa.
Lesi pada tegmentum pons menyebabkan miosis pupil (<1mm) dengan sedikit reaksi terhadap cahaya kuat. Hal ini khas untuk perdarahan pons pada fase awal.
Refleks ciliospinal (dilatasi pupil bila ipsilateral leher dicubit) juga tidak ada pada lesi batang otak. Sindrom Horner (miosis, ptosis, enoftalmus, dan keringat berkurang) bisa diamati pada lesi batang otak atau hipotalamus homolateral atau merupakan tanda disseksi arteri karotis interna.
Reaksi pupil biasanya utuh pada koma karena intoksikasi atau gangguan metabolik tetapi ada pengecualian. Tetapi pada keracunan opiat, pupil sangat kecil dan konstriksi ringan pada refleks cahaya yang hanya bisa nampak pada kaca pembesar. Keracunan barbiturat memberikan gambaran pupil yang sama tetapi dengan diameter pupil cenderung > 1mm. Keracunan atropin atau semacamnya, antidepresan trisiklik, ditandai dengan pupil yang lebar dan tidak bereaksi terhadap cahaya dan juga tidak pulih dengan physostigmin.
Hippus (ukuran pupil yang berfluktuasi) katanya khas karena encefalopati metabolik.
Gerakan mata, kelopak mata, dan respons kornea.
Pada koma dangkal karena metabolik, mata bergerak konyugat dari sisi satu ke sisi lainnya secara random, kadang berhenti sesaat dalam posisi di samping. Bila koma bertambah dalam gerakan ini menghilang, dan mata akan tetap tidak bergerak dalam posisi eksotropik.
Deviasi satu mata ke lateral dan sedikit ke bawah  mencurigakan paresis NIII, dan deviasi ke medial, paresis N.VI. Bisa ada deviasi conyugat mata ke sisi kontralateral paralisis (menatap ke sisi lesi) pada lesi besar di hemisfer otak atau deviasi konyugat ke sisi paralisis (menatap menjauhi lesi) pada lesi pons unilaeral, atau lesi iritatif hemisfer kontralateral deviasi.
Deviasi konyugat vertikal timbul pada lesi midbrain di pretectum kedua sisi garis tengah dan pada lesi regio komisura posterior. Downward gaze dan ke medial (melirik ke hidung) karena lesi di talamus dan midbrain bagian atas.
Pada bangkitan mata melirik ke arah kontralateral lesi atau ke arah sisi yang kejang.
Retraksi dan nistagmus konvergens dan “ocular bobbing” terjadi pada lesi di tegmentum midbrain dan pons. “Ocular dipping” mata bergerak pelan ke bawah kemudian kembali dengan cepat ke tengah bisa diamati pada koma karena anoksia dan intoksikasi obat, di mana gerakan mata horizontal utuh.
Gerakan anggota gerak spontan
Gerakan kedua lengan dan tungkai terus-terusan dan gerakan menggenggam dan seperti mengambil sesuatu menunjukkan traktus kortikospinalis cukup intak. Tahanan yang bervariasi terhadap gerakan pasif  (rigiditas paratonik), gerakan menghindar yang kompleks, dan gerakan proteksi yang sederhana mempunyai arti yang sama, yang bila bilateral artinya koma tidak dalam. Adanya epilepsi parsial motorik berarti jaras kortikospinal yang bersangkutan utuh. Adanya kerusakan hemisfer yang luas seperti pada perdarahan hipertensif atau sumbatan arteri karotis atau serebri media, jarang bisa kelihatan bangkitan parsial pada sisi yang lumpuh. Aktifitas bangkitan bisa pada anggota gerak ipsilateral, anggota gerak kontralateral terhambat oleh lesi hemiplegi.
Perubahan postural
Rigiditas deserebrasi : opisthotonos, rahang terkancing, ekstensi kaku anggota gerak dengan endorotasi lengan dan fleksi plantar. Menunjukkan lesi pada midbrain, kelainan ipsilateral, bukan karena gangguan traktus kortikospinal.
Rigiditas dekortikasi : fleksi dan adduksi lengan, ekstensi tungkai. Lesi pada letak yang lebih tinggi pada substansia alba otak, kapsula interna dan talamus.
Pola pernapasan
Pola pernapasan yang bisa ditemukan :
1.    Pernapasan cheyne strokes adalah pernapasan dengan periode    hiperpnea yang meningkat dan menurun teratur diselingi periode    singkat apnea. Ditemukan pada lesi supratentorial yang luas, lesi    yang dalam di serebral bilateral atau diensefalon, gangguan metabolik atau intoksikasi pada otak. Timbulnya kelainan ini dikaitkan dengan terputusnya hubungan pusat pernapasan di batang otak dengan serebrum, sehingga kurang sensitif terhadap CO2 (dipacu oleh hiperventilasi). Akibat hiperventilasi kadar CO2 turun di bawah kadar untuk menstimulasi pusat, lama-lama pernapasan berhenti. Kadar CO2 menumpuk sampai melampaui ambang pernapasan dan siklus ini berulang. Atau efek stimulasi O2 terhadap pusat pernapasan yang menurun fungsinya.
Pernapasan cheynestroke bukan tanda fatal dan bisa ditemukan pada orang tua dalam keadaan tidur, atau tanda gangguan kardiovaskuler.
2.    Hiperventilasi neurogenik sentral adalah meningkatnya kedalaman dan kecepatan pernapasan sampai menimbulkan alkalosis respiratorius. Pada lesi tegmentum midbrain bawah-pons atas, di depan aquaductus atau ventrikel 4, baik primer atau sekunder karena herniasi tentorium. Timbulnya dikaitkan dengan hilangnya mekanisme refleks yang mengatur respirasi.
3.    Pernapasan apneustik (pernapasan Cheyne Strokes siklus pendek). Pernapasan cepat dan dalam beberapa kali diselingi fase apneu 2-3 detik dalam keadaan inspirasi penuh. Timbul pada lesi pons setengah bagian bawah bagian dorsolateral biasanya karena loklusi arteri basilaris.
4.    Cluster breathing (pernapasan kelompok) : periode respirasi beberapa kali yang tidak teratur frekuensi dan amplitudonya diikuti interval istirahat dengan lama yang bervariasi. Timbul karena kerusakan medulla bagian atas.
5.    Pernapasan ataksik (pernapasan Biot) adalah pernapasan yang bervariasi cepat dan dalamnya dengan interupsi yang tidak teratur. Pada lesi bagian dorsomedial medulla.
6.    Intermittent prolonged inspiratory gasps.
7.    Apneu
Tanda peninggian tekanan intrakranial
Tanda peninggian tekanan intrakranial seperti: riwayat sakit kepala sebelum koma, muntah berulang, hipertensi berat di atas tekanan darah yang biasa, dan perdarahan retina subhyaloid, biasanya dari perdarahan otak. Edema papil berkembang dalam 12-24 jam pada kasus trauma otak dan perdarahan, tetapi bila sangat hebat berarti ada lesi yang berlangsung lebih lama, maka perlu dipikirkan tumor otak atau abses. Peninggian tekanan intrakranial mengakibatkan koma dengan mengurangi aliran darah cerebral global tetapi hal ini timbul bila tekanan sangat tinggi. Peninggian tekanan pada satu bagian otak, menimbulkan pendorongan pada struktur-struktur di tengah dan timbul tanda-tanda lokalisasi yang salah karena pergeseran ke lateral dan herniasi.
Sindrom hidrosefalus akut sering karena perdarahan subarahnoid atau penyumbatan yang cepat pada sistim ventrikel oleh tumor pada fossa posterior. Tanda yang timbul Abulia, diikuti stupor dan selanjutnya koma dengan babinski bilateral, pupil yang kecil dan tonus yang meninggi pada tungkai dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial seperti yang diuraikan seperti di atas.




SHARING, BLOGGING AND EARNING