ETIOLOGY
Kehamilan multifetus lebih sering terjadi akibat fertilisasi dua buah ovum yang terpisah (ovum-ganda, kembar dizigot atau kembar “fraternal”). Sekitar sepertiga diantara kehamilan multifetus berasal dari ovum tunggal yang dibuahi, dan selanjutnya membagi diri menjadi dua buah struktur serupa, masing-masing dengan kemampuan untuk berkembang menjadi ovum-tunggal tersendiri (kehamilan monozigot atau kembar “identik”). Salah satu atau kedua proses dapat terlibat dalam pembentukan fetus dengan jumlah yang lebih besar. Sebagai contoh, kembar empat atau kuadruplet dapat timbul dari satu, dua, tiga atau empat buah ovum.
PROSES TERJADINYA MULTIFETUS MONOZIGOT
Hipotesis yang berlaku untuk menjelaskan proses pembentukan janin multifetus dengan ovum-tunggal atau monozigot tidak begitu banyak. Multifetus monozigot timbul dari pembelahan ovum yang sudah dibuahi pada berbagai tahap perkembangan awal sebagai berikut :
1. Jika pembelahan terjadi sebelum inner cell mass dibentuk dan lapisan luar blastokist belum berubah menjadi korion – yaitu, dalam 72 jam pertama sesudah fertilisasi- maka dua embrio, dua amnion dan dua korion akan terbentuk. Keadaan ini akan menghasilkan kehamilan multifetus monozigot, diamnion, dikorion.
2. Jika pembelahan terjadi antara hari keempat dan kedelapan fertilisasi, yaitu setelah inner cell mass dibentuk dan sel- sel yang akan menjadi korion sudah mengalami diferensiasi namun sel – sel yang akan menjadi amnion belum, maka akan terbentuk dua buah embrio, masing-masing dalam kantong ketuban yang terpisah. Kedua kantong ketuban akhirnya akan diselubungi oleh satu korion bersama, sehingga terjadi kehamilan multifetus monozigot, diamnion, monokorion
3. Jika amnion sudah terbentuk, yang terjadi sekitar hari ke-8 sampai hari ke-13 sesudah fertilisasi, pembelahan akan menghasilkan dua embrio di dalam satu kantong ketuban bersama atau mengakibatkan kehamilan multifetus monozigot, monoamnion, monokorion.
4. Jika pembelahan terjadi setelah diskus embrionik terbentuk, akan terbentuk bayi multifetus siam karena pembelahan yang terjadi tidak sempurna.
FAKTOR PREDISPOSISI
Frekuensi terjadinya bayi multifetus monozigot relatif konstan di seluruh dunia, yaitu 1 per 250 kelahiran, dan sebagian besar tidak bergantung pada ras, hereditas, usia serta paritas. Akhir-akhir ini, frekuensi tersebut diperkirakan tidak tergantung pada terapi untuk infertilitas, namun kini terbukti bahwa insiden pembelahan zigotik menjadi dua kali lipat setelah induksi ovulasi.
Pada persalinan bayi multifetus dizigot dipengaruhi secara nyata oleh ras, herediter, usia ibu, paritas dan khususnya obat-obat fertilitas.
1. Ras
Kehamilan multifetus terjadi 1 per 100 kehamilan pada wanita kulit putih, dibandingkan dengan 1 per 79 kehamilan untuk wanita kulit hitam. Kehamilan multifetus pada orang-orang Asia tidak begitu sering terjadi. Sebagai contoh, di Jepang, diantara lebih dari 10 juta kehamilan yang diperiksa, ternyata kehamilan multifetus ditemukan hanya 1 per 155 kelahiran.
2. Hereditas
Riwayat keluarga dengan kehamilan ganda akan meningkatkan kejadian kehamilan multifetus terutama dari garis keturunan ibu. Para wanita yang dirinya sendiri merupakan multifetus dizigot ternyata melahirkan bayi multifetus dizigot dengan frekuensi 1 per 58 kelahiran. Namun, wanita yang bukan multifetus tetapi mempunyai suami multifetus dizigot, melahirkan bayi multifetus dengan frekuensi 1 per 126 kehamilan.
3. Usia maternal dan paritas
Kehamilan multipel meningkat seiring dengan meningkatnya paritas dan usia ibu. Setiap peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau paritas sampai 7, frekuensi kehamilan multifetus akan meningkat.
4. Ukuran ibu
Kehamilan multifetus dizigot lebih sering ditemukan pada ibu-ibu yang berukuran besar dan tinggi, daripada ibu-ibu yang bertubuh kecil. Hal ini mungkin berhubungan dengan nutrisi daripada ukuran tubuh semata. Selama Perang Dunia II, insiden kehamilan multifetus dizigot menurun di Eropa ketika kekurangan pangan lazim terjadi. Kendati demikian, para wanita yang mendapatkan bayi multifetus tampaknya tidak mengkonsumsi lebih banyak kalori daripada wanita yang melahirkan bayi tunggal.
5. Gonadotropin endogen
Angka kehamilan multifetus dizigot yang lebih tinggi terjadi pada wanita yang hamil 1 bulan sesudah menghentikan pemakaian kontrasepsi oral, namun hal ini tidak terjadi dalam bulan-bulan berikutnya. Kemungkinan yang menjelaskan adanya peningkatan yang nyata adalah pelepasan gonadotropin hipofise dalam jumlah yang lebih besar daripada lazimnya selama siklus spontan pertama setelah penghentian kontrasepsi. Kemungkinan lainnya adalah peningkatan fekunditas diantara para wanita yang baru saja menggunakan kontrasepsi oral.
6. Preparat kesuburan
Induksi ovulasi dengan mnenggunakan preparat gonadotropin (FSH plus Chorionic Gonadotropin) atau Klomifen, akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi yang jumlahnya lebih dari satu. Kehamilan multifetus juga lebih sering terjadi pada kehamilan yang disebabkan oleh fertilisasi in vitro. Tindakan dokter sesudah menginduksi superovulasi dan kemudian menaruh lebih dari satu blastokist di dalam uterus menjadi penyebab peningkatan frekuensi kehamilan multifetus.
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Riwayat kehamilan multifetus dalam keluarga, merupakan bukti yang lemah. Namun riwayat adanya terapi klomifen atau gonadotropin hipofise yang baru saja diberikan, akan menjadi petunjuk kuat.
Dari pemeriksaan fisik, inspeksi dapat dilihat perut lebih besar daripada tuanya kehamilan. Dengan palpasi, melalui pengukuran tinggi fundus, didapatkan uterus yang berisi dua janin atau lebih, jelas akan menjadi lebih besar daripada uterus yang berisi janin tunggal. Dengan perasat Leopold, kita dapat berusaha untuk menentukan bagian-bagian janin, walaupun dalam prakteknya, sebelum trimester ketiga akan sangat sulit mendiagnosis kehamilan kembar dengan palpasi, khususnya bila janin yang satu bertumpang tindih dengan janin lainnya, bila ibu hamil tersebut gemuk atau bila terdapat hidramnion. Dengan auskultasi, pada akhir trimester pertama, bunyi jantung janin sudah dapat dideteksi dengan menggunakan Doppler. Untuk mendiagnosis kehamilan kembar adalah jika didapatkan perbedaan frekuensi yang bermakna diantara dua bunyi jantung, sekurang-kurangnya 10/menit1,6.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan diantaranya; USG, radiografi dan pemeriksaan biokimia. Melalui pemeriksaan USG yang cermat, kantong kehamilan yang terpisah dapat ditemukan lebih dini pada kehamilan kembar. Pemeriksaan radiografi, pada rontgen foto didapatkan dua kerangka janin. Pemeriksaan biokimiawi, jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin rata – rata lebih tinggi daripada jumlah yang ditemukan dalam kehamilan tunggal. Kadar α-fetoprotein dalam plasma maternal umumnya lebih tinggi pada kehamilan dengan janin kembar daripada kehamilan dengan janin tunggal.
DIAGNOSIS BANDING
Pada kehamilan multifetus, selama trimester kedua terdapat perbedaan antara usia kehamilan yang ditentukan dari data – data menstruasi dengan data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan uterus. Pada kasus dengan uterus yang tampak besar dan tidak sesuai dengan usia kehamilannya, harus dipikirkan kemungkinan hal berikut :
1. Multifetus atau janin lebih dari satu.
2. Peninggian uterus akibat distensi vesika urinaria.
3. Riwayat haid yang kurang cermat.
4. Hidramnion.
5. Mola hidatidosa.
6. Mioma uteri atau adenomiosis uteri.
7. Massa adneksa yang melekat erat.
8. Makrosomia janin yang terjadi kemudian dalam kehamilan
PENENTUAN ZIGOSITAS
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap plasenta dan selaput ketuban, berguna untuk menentukan zigositas dengan segera pada sekitar dua per tiga kasus.
Bila terdapat satu kantong ketuban bersama, yang merupakan kejadian langka, atau selaput amnion yang berdampingan tapi tidak terpisah oleh korion yang timbul di antara kedua janin, maka bayi tersebut merupakan multifetus monozigot. Bila selaput amnion yang berdekatan terpisah oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigot, tetapi lebih sering dizigot. Jika bayi-bayi tersebut memiliki jenis kelamin yang sama, pemeriksaan golongan darah untuk menentukan zigositas dapat dimulai pada sampel darah yang diperoleh dari tali pusat. Perbedaan golongan darah utama, merupakan indikasi adanya dizigositas. Jika prosedur yang sederhana ini tidak berhasil menentukan zigositas, teknik yang lebih rumit seperti penentuan tipe antigen dalam darah dan jaringan dari bayi multifetus serta orangtuanya, mungkin harus dilakukan untuk mencari perbedaan itu.
PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM
Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal secara bermakna dalam kehamilan yang dipersulit oleh janin kembar, tindakan yang perlu diambil adalah :
1. Persalinan bayi prematur harus dicegah
2. Kegagalan salah satu atau kedua janin untuk bertahan hidup harus segera diketahui.
3. Trauma janin selama persalinan harus dikurangi
4. Perawatan neonatal yang memadai harus tersedia sejak bayi lahir.
Mengingat kemungkinan persalinan kurang bulan, maka dianjurkan supaya ibu berhenti bekerja pada minggu ke 28. Pada kehamilan biasa, istirahat baru diberikan pada usia kehamilan ibu pada minggu ke 34. Perjalanan jauh tidak dibolehkan. Istirahat harus cukup dan sedapat-dapatnya koitus ditinggalkan pada 3 bulan terakhir. Jika ternyata seviks sudah terbuka karena regangan yang berlebihan, diusahakan untuk mempertahankan kehamilan dengan istirahat rebah.
Frekuensi terjadinya bayi multifetus monozigot relatif konstan di seluruh dunia, yaitu 1 per 250 kelahiran, dan sebagian besar tidak bergantung pada ras, hereditas, usia serta paritas. Akhir-akhir ini, frekuensi tersebut diperkirakan tidak tergantung pada terapi untuk infertilitas, namun kini terbukti bahwa insiden pembelahan zigotik menjadi dua kali lipat setelah induksi ovulasi.
Pada persalinan bayi multifetus dizigot dipengaruhi secara nyata oleh ras, herediter, usia ibu, paritas dan khususnya obat-obat fertilitas.
1. Ras
Kehamilan multifetus terjadi 1 per 100 kehamilan pada wanita kulit putih, dibandingkan dengan 1 per 79 kehamilan untuk wanita kulit hitam. Kehamilan multifetus pada orang-orang Asia tidak begitu sering terjadi. Sebagai contoh, di Jepang, diantara lebih dari 10 juta kehamilan yang diperiksa, ternyata kehamilan multifetus ditemukan hanya 1 per 155 kelahiran.
2. Hereditas
Riwayat keluarga dengan kehamilan ganda akan meningkatkan kejadian kehamilan multifetus terutama dari garis keturunan ibu. Para wanita yang dirinya sendiri merupakan multifetus dizigot ternyata melahirkan bayi multifetus dizigot dengan frekuensi 1 per 58 kelahiran. Namun, wanita yang bukan multifetus tetapi mempunyai suami multifetus dizigot, melahirkan bayi multifetus dengan frekuensi 1 per 126 kehamilan.
3. Usia maternal dan paritas
Kehamilan multipel meningkat seiring dengan meningkatnya paritas dan usia ibu. Setiap peningkatan usia sampai sekitar 40 tahun atau paritas sampai 7, frekuensi kehamilan multifetus akan meningkat.
4. Ukuran ibu
Kehamilan multifetus dizigot lebih sering ditemukan pada ibu-ibu yang berukuran besar dan tinggi, daripada ibu-ibu yang bertubuh kecil. Hal ini mungkin berhubungan dengan nutrisi daripada ukuran tubuh semata. Selama Perang Dunia II, insiden kehamilan multifetus dizigot menurun di Eropa ketika kekurangan pangan lazim terjadi. Kendati demikian, para wanita yang mendapatkan bayi multifetus tampaknya tidak mengkonsumsi lebih banyak kalori daripada wanita yang melahirkan bayi tunggal.
5. Gonadotropin endogen
Angka kehamilan multifetus dizigot yang lebih tinggi terjadi pada wanita yang hamil 1 bulan sesudah menghentikan pemakaian kontrasepsi oral, namun hal ini tidak terjadi dalam bulan-bulan berikutnya. Kemungkinan yang menjelaskan adanya peningkatan yang nyata adalah pelepasan gonadotropin hipofise dalam jumlah yang lebih besar daripada lazimnya selama siklus spontan pertama setelah penghentian kontrasepsi. Kemungkinan lainnya adalah peningkatan fekunditas diantara para wanita yang baru saja menggunakan kontrasepsi oral.
6. Preparat kesuburan
Induksi ovulasi dengan mnenggunakan preparat gonadotropin (FSH plus Chorionic Gonadotropin) atau Klomifen, akan meningkatkan secara nyata kemungkinan ovulasi yang jumlahnya lebih dari satu. Kehamilan multifetus juga lebih sering terjadi pada kehamilan yang disebabkan oleh fertilisasi in vitro. Tindakan dokter sesudah menginduksi superovulasi dan kemudian menaruh lebih dari satu blastokist di dalam uterus menjadi penyebab peningkatan frekuensi kehamilan multifetus.
ANAMNESIS DAN PEMERIKSAAN FISIK
Riwayat kehamilan multifetus dalam keluarga, merupakan bukti yang lemah. Namun riwayat adanya terapi klomifen atau gonadotropin hipofise yang baru saja diberikan, akan menjadi petunjuk kuat.
Dari pemeriksaan fisik, inspeksi dapat dilihat perut lebih besar daripada tuanya kehamilan. Dengan palpasi, melalui pengukuran tinggi fundus, didapatkan uterus yang berisi dua janin atau lebih, jelas akan menjadi lebih besar daripada uterus yang berisi janin tunggal. Dengan perasat Leopold, kita dapat berusaha untuk menentukan bagian-bagian janin, walaupun dalam prakteknya, sebelum trimester ketiga akan sangat sulit mendiagnosis kehamilan kembar dengan palpasi, khususnya bila janin yang satu bertumpang tindih dengan janin lainnya, bila ibu hamil tersebut gemuk atau bila terdapat hidramnion. Dengan auskultasi, pada akhir trimester pertama, bunyi jantung janin sudah dapat dideteksi dengan menggunakan Doppler. Untuk mendiagnosis kehamilan kembar adalah jika didapatkan perbedaan frekuensi yang bermakna diantara dua bunyi jantung, sekurang-kurangnya 10/menit1,6.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang dapat digunakan diantaranya; USG, radiografi dan pemeriksaan biokimia. Melalui pemeriksaan USG yang cermat, kantong kehamilan yang terpisah dapat ditemukan lebih dini pada kehamilan kembar. Pemeriksaan radiografi, pada rontgen foto didapatkan dua kerangka janin. Pemeriksaan biokimiawi, jumlah gonadotropin korionik dalam plasma dan urin rata – rata lebih tinggi daripada jumlah yang ditemukan dalam kehamilan tunggal. Kadar α-fetoprotein dalam plasma maternal umumnya lebih tinggi pada kehamilan dengan janin kembar daripada kehamilan dengan janin tunggal.
DIAGNOSIS BANDING
Pada kehamilan multifetus, selama trimester kedua terdapat perbedaan antara usia kehamilan yang ditentukan dari data – data menstruasi dengan data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan uterus. Pada kasus dengan uterus yang tampak besar dan tidak sesuai dengan usia kehamilannya, harus dipikirkan kemungkinan hal berikut :
1. Multifetus atau janin lebih dari satu.
2. Peninggian uterus akibat distensi vesika urinaria.
3. Riwayat haid yang kurang cermat.
4. Hidramnion.
5. Mola hidatidosa.
6. Mioma uteri atau adenomiosis uteri.
7. Massa adneksa yang melekat erat.
8. Makrosomia janin yang terjadi kemudian dalam kehamilan
PENENTUAN ZIGOSITAS
Pemeriksaan yang dilakukan terhadap plasenta dan selaput ketuban, berguna untuk menentukan zigositas dengan segera pada sekitar dua per tiga kasus.
Bila terdapat satu kantong ketuban bersama, yang merupakan kejadian langka, atau selaput amnion yang berdampingan tapi tidak terpisah oleh korion yang timbul di antara kedua janin, maka bayi tersebut merupakan multifetus monozigot. Bila selaput amnion yang berdekatan terpisah oleh korion, maka janin tersebut bisa monozigot, tetapi lebih sering dizigot. Jika bayi-bayi tersebut memiliki jenis kelamin yang sama, pemeriksaan golongan darah untuk menentukan zigositas dapat dimulai pada sampel darah yang diperoleh dari tali pusat. Perbedaan golongan darah utama, merupakan indikasi adanya dizigositas. Jika prosedur yang sederhana ini tidak berhasil menentukan zigositas, teknik yang lebih rumit seperti penentuan tipe antigen dalam darah dan jaringan dari bayi multifetus serta orangtuanya, mungkin harus dilakukan untuk mencari perbedaan itu.
PENATALAKSANAAN ANTEPARTUM
Untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas perinatal secara bermakna dalam kehamilan yang dipersulit oleh janin kembar, tindakan yang perlu diambil adalah :
1. Persalinan bayi prematur harus dicegah
2. Kegagalan salah satu atau kedua janin untuk bertahan hidup harus segera diketahui.
3. Trauma janin selama persalinan harus dikurangi
4. Perawatan neonatal yang memadai harus tersedia sejak bayi lahir.
Mengingat kemungkinan persalinan kurang bulan, maka dianjurkan supaya ibu berhenti bekerja pada minggu ke 28. Pada kehamilan biasa, istirahat baru diberikan pada usia kehamilan ibu pada minggu ke 34. Perjalanan jauh tidak dibolehkan. Istirahat harus cukup dan sedapat-dapatnya koitus ditinggalkan pada 3 bulan terakhir. Jika ternyata seviks sudah terbuka karena regangan yang berlebihan, diusahakan untuk mempertahankan kehamilan dengan istirahat rebah.
KOMPLIKASI
a. Komplikasi Maternal
1. Preeklampsi, secara keseluruhan kejadian preeklampsi pada kehamilan kembar mencapai 10-30%. Penyebab terjadi preeklampsi pada kehamilan kembar belum jelas. Diduga disebabkan karena kegagalan implantasi plasenta yang optimal7.
1. Preeklampsi, secara keseluruhan kejadian preeklampsi pada kehamilan kembar mencapai 10-30%. Penyebab terjadi preeklampsi pada kehamilan kembar belum jelas. Diduga disebabkan karena kegagalan implantasi plasenta yang optimal7.
2. Perdarahan antepartum, kehamilan kembar meningkatkan resiko terjadinya plasenta previa. Hal ini berkaitan dengan peningkatan massa plasenta pada kehamilan kembar. Kejadian solusio plasenta 2,8 x lebih banyak pada kehamilan kembar dibandingkan kehamilan tunggal. Kejadian ini dikarenakan pada kehamilan kembar terjadi peningkatan kemungkinan preeklampsi dan overdistensi uterus.
3. Kelahiran prematur, kelahiran prematur terjadi pada 43,6% dari semua kehamilan kembar dibandingkan dengan 5,5% pada kehamilan tunggal.
4. Hiperemesis gravidarum, karena kadar hormon HCG dan hormon kehamilan lainnya meningkat lebih dari kehamilan tunggal.
5. Anemia, kebutuhan nutrisi pada kehamilan kembar lebih besar, biasanya terhadap asam folat, dan kejadian anemia megaloblastik pada kehamilan ganda telah dilaporkan.
6. Polihidramnion, biasanya terjadi pada kehamilan kembar monoamnion dan dapat menyebaban ketidak nyamanan didaerah perut yang dirasakan oleh ibu.
7. DIC, apabila terjadi kematian salah satu janin.
b. Komplikasi Fetal
1. Berat badan lahir rendah, hal ini dapat disebabkan karena kelahiran prematur atau pertumbuhan janin tehambat (PJT). Angka kejadian PJT pada kehamilan kembar berkisar 12-47 %, terjadi pada salah satu atau kedua janin. Pertumbuhan yang terhambat kemungkinan disebabkan oleh twin-to-twin transfusion syndrome, dimana terjadi ketidakseimbangan aliran uteroplasental antara janin selain oleh sebab kurang optimalnya implantasi plasenta7.
2. Fetus kompresus (fetus papiraseus) adalah janin kecil yang mengalami pembusukan atau mumifikasi dan biasanya ditemukan pada saat melahirkan bayi yang sehat. Penyebabnya diduga karena matinya salah satu dari bayi kembar, kehilangan cairan ketuban atau adanya reabsorpsi dan kompresi pada janin yang meninggal oleh janin yang tumbuh dengan baik.
Penyebab dari perbedaan pertumbuhan (berat) janin kembar sering tidak diketahui. Pada kembar monokorionik, perbedaan tersebut sering dihubungkan dengan adanya komunikasi vaskular plasenta yang menghasilkan ketidakseimbangan hemodinamik. Sedangkan pada kembar dikorionik masih belum dapat ditentukan penyebab perbedaan tersebut8.
Ketidak seimbangan hemodinamik ini terjadi karena terdapat struktur anastomose arteriovena vili tunggal, tanpa adanya hubungan superfisial yang multipel, sehingga terjadi hubungan arteriovena satu arah dari janin donor ke janin resipien, yang akan mengakibatkan ketidakseimbangan hemodinamik (twin-to-twin transfusion syndrome).
Salah satu bentuk dari adanya twin-to-twin transfusion syndrome adalah adanya hidramnion akut pada satu kantung dan berhentinya pertumbuhan janin yang lain dengan disertai oligohidramnion jika terjadi antara minggu ke-18 sampai minggu ke-26. Sedangkan bila terdiagnosis setelah minggu ke-28, terdapat kemungkinan lahir hidup 20-45%8.
Pada kehamilan kembar, kemungkinan untuk terjadinya kematian perinatal adalah 10-12 %. Dan semua kematian intrauterin yang terjadi pada kehamilan kembar, 73% berhubungan dengan plasenta yang monokorion. kembar monokorionik mempunyai mortalitas perinatal lebih tinggi. Perbedaan berat lahir, dan pertumbuhan janin terhambat dibandingkan dengan kembar dikorionik1.
Penyebab dari perbedaan pertumbuhan (berat) janin kembar sering tidak diketahui. Pada kembar monokorionik, perbedaan tersebut sering dihubungkan dengan adanya komunikasi vaskular plasenta yang menghasilkan ketidakseimbangan hemodinamik. Sedangkan pada kembar dikorionik masih belum dapat ditentukan penyebab perbedaan tersebut8.
Ketidak seimbangan hemodinamik ini terjadi karena terdapat struktur anastomose arteriovena vili tunggal, tanpa adanya hubungan superfisial yang multipel, sehingga terjadi hubungan arteriovena satu arah dari janin donor ke janin resipien, yang akan mengakibatkan ketidakseimbangan hemodinamik (twin-to-twin transfusion syndrome).
Salah satu bentuk dari adanya twin-to-twin transfusion syndrome adalah adanya hidramnion akut pada satu kantung dan berhentinya pertumbuhan janin yang lain dengan disertai oligohidramnion jika terjadi antara minggu ke-18 sampai minggu ke-26. Sedangkan bila terdiagnosis setelah minggu ke-28, terdapat kemungkinan lahir hidup 20-45%8.
Pada kehamilan kembar, kemungkinan untuk terjadinya kematian perinatal adalah 10-12 %. Dan semua kematian intrauterin yang terjadi pada kehamilan kembar, 73% berhubungan dengan plasenta yang monokorion. kembar monokorionik mempunyai mortalitas perinatal lebih tinggi. Perbedaan berat lahir, dan pertumbuhan janin terhambat dibandingkan dengan kembar dikorionik1.
3. Anomali kongenital, Malformasi Kongenital terjadi dua kali lebih sering dibandingkan dengan kehamilan tunggal. Kerusakan saraf, atresia saluran pencernaan, kelaianan jantung telah dilaporkan meningkat pada kehamilan kembar.
c. Komplikasi Intrapartum
1. Malpresentasi
2. Prolaps tali pusat
Kelahiran prematur, ketuban pecah dini, hidramnion, malposisi, malpresentasi merupakan faktor predisposisi meningkatnya angka kejadian prolaps tali pusat pada kehamilan kembar dibandingkan kehamilan tunggal.
3. Kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi
4. Fetal distress
5. Interlocking
2. Prolaps tali pusat
Kelahiran prematur, ketuban pecah dini, hidramnion, malposisi, malpresentasi merupakan faktor predisposisi meningkatnya angka kejadian prolaps tali pusat pada kehamilan kembar dibandingkan kehamilan tunggal.
3. Kontraksi uterus yang tidak terkoordinasi
4. Fetal distress
5. Interlocking
d. Komplikasi Postpartum
Kehamilan kembar memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya perdarahan post partum. Hal ini dihubungkan dengan luasnya daerah implantasi plasenta, uterus yang sangat teregang, dan besarnya kecenderungan untuk terjadinya atoni uteri. Umumnya pemberian preparat suplemen zat besi harus dilanjutkan sampai beberapa minggu setelah persalinan.
Kehamilan kembar memiliki resiko yang tinggi untuk terjadinya perdarahan post partum. Hal ini dihubungkan dengan luasnya daerah implantasi plasenta, uterus yang sangat teregang, dan besarnya kecenderungan untuk terjadinya atoni uteri. Umumnya pemberian preparat suplemen zat besi harus dilanjutkan sampai beberapa minggu setelah persalinan.
Rata – rata berat badan anak kembar kurang dari berat badan anak tunggal karena lebih sering terjadi persalinan kurang bulan. Terjadinya persalinan ini meninggikan angka kematian di antara bayi – bayi yang kembar. Walaupun demikian, prognosis anak kembar yang lahir kurang bulan lebih baik dibandingkan dengan anak tunggal yang sama beratnya.
Cacat bawaan juga dikatakan lebih sering ditemukan di antara anak kembar. Prognosis ibu sedikit kurang baik, mengingat penyulit – penyulit yang mungkin timbul pada kehamilan kembar, terutama gestosis dan perdarahan.
DOWNLOAD
Refferences:
1. Cunningham FG, Leveno KJ, Gant NF, Gilstrap L.C, Houth J.C, Wenstrom K.D. Multifetal gestation in William Obstetrics. 22nd¬ ed.London: McGraw-Hill,2005: 911-945.
2. Deborah,A. Kehamilan Multifetus. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unpad- RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2003.
3. Djuwantono, T. Kehamilan Ganda. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unpad - RSUP Dr. Hasan Sadikin. 2001
4. Neilson, JP. Bajoria, R. Multiple Pregnancy.Turnbull’s Obstetric 3rded. London. Churchill Livingstone. 2001
5. Sastrawinata, Sulaiman, et al. 2005. Ilmu Kesehatan Reproduksi : Obstetri Patologi. Jakarta : EGC: 52 - 58.
6. Sastrawinata, S. Martaadisoebrata, J.Wirakusumah, FW et al. Obstetri Patologi ed 2. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unpad- RSUP Dr. Hasan Sadikin.2005
7. Suardi, D. Kehamilan Kembar yang Tidak Terdiagnosis, Laporan Kasus. Bandung, bagian/SMF Obstetri dan Ginekologi FK Unpad - RSUP Dr. Hasan Sadikin.1999
By DEDEN SURA AGUNG
By DEDEN SURA AGUNG