Suatu keadaan kesadaran menurun pada seorang pasien merupakan kondisi urgen, di mana diperlukan segera untuk menetapkan penyakit yang mendasari, untuk memperkirakan perkembangan pasien selanjutnya, dan untuk melindungi otak supaya tidak masuk ke dalam kondisi ireversibel. Jadi penanganan pasien koma harus cepat, sistematis untuk mencapai diagnosis dan untuk memberikan terapi segera.
Diperkirakan 3 % kasus yang masuk ke gawat darurat, adalah kasus kesadaran menurun. Sebagai contoh data yang diambil di R.S. kota Boston, penyebab terbanyak adalah alkoholisme, trauma kepala, CVD.
Penyebab lainnya yang banyak adalah epilepsi, intoksikasi obat, diabetes, infeksi berat.
Secara garis besar penyebab koma dapat dilihat di tabel.
“Sadar” dapat dimengerti oleh setiap orang, tetapi untuk membuat definisi sadar merupakan hal yang sangat sulit karena aspek sadar sangatlah luas, sehingga suatu definisi tidak dapat menjelaskan seluruh aspek tentang sadar.
Namun demikian kita perlu melihat definisi sadar :
Berdasarkan psikolog, SADAR adalah suatu kondisi mengetahui, memahami, tentang diri sendiri dan lingkungan secara terus menerus. Tentang diri sendiri meliputi perasaan, sikap, emosi, impuls, dan lain-lainnya mengenai diri sendiri, atau secara ringkas meliputi pengetahuan tentang fungsi mental khususnya proses kognitif, dan kaitannya dengan ingatan dan pengalaman masa lalu.
Penilaian tentang kesadaran ini dapat diketahui dengan pernyataan pasien secara verbal mengenai diri sendiri atau secara tidak langsung dengan melihat sikapnya, tindakannya.
Dari pengertian dokter, sadar adalah suatu kondisi pasien mengetahui diri sendiri dan lingkungan dan memberikan responsnya yang cukup / memadai terhadap stimulus dari luar maupun terhadap kebutuhan dari dalam.
Jadi TIDAK SADAR adalah kebalikan dari definisi ini, yaitu kondisi pasien tidak mengetahui, tidak memahami diri sendiri dan lingkungan atau fungsi mental yang tidak bekerja untuk mengetahui keadaan diri sendiri dan lingkungan disertai respons yang menurun terhadap stimulasi lingkungan.
Perubahan kesadaran meliputi 2 aspek.
1.Aspek pertama yang mempengaruhi bangun.
2.Aspek kedua menyangkut fungsi mental kognitif dan afektif atau kata lainnya isi fungsi mental. Contoh aspek kedua : demensia, delusi, confusion, tidak ada perhatian (apatis).
Kondisi tidak sadar ini tidak selalu dalam keadaan yang paling dalam, tetapi juga bisa keadaan tidak sadar yang dangkal, sehingga kemudian dipisah-pisahkan lagi dalam beberapa tingkat ketidak-sadaran.
Confusion (clouding of sensorium)
Tidak sanggup berpikir secepat dan sejernih biasa, diperjelas oleh kurangnya perhatian dan disorientasi. Kalau sangat ringan sering tidak nampak kecuali bila diperhatikan perubahan tingkah laku, dan cara bicara. Disorientasi bisa dalam bentuk disorientasi tempat, waktu, atau personal.
Somnolen (drowsiness)
Pada kondisi ini mental, bicara, aktifitas fisik menurun, dengan ketidaksanggupan mempertahankan kondisi bangun tanpa pemberian stimulus dari luar. Tidak ada perhatian, “confusion”, kelopak mata jatuh setelah dibuka, tapi tidak menutup sempurna, bisa ngorok, otot-otot nampak lemas. Sering pasien bisa dibangunkan dengan bicara saja atau stimulus taktil.
Stupor
Lebih dalam dari somnolen, di mana yang bersangkutan hanya dapat dibangunkan dengan stimulus yang kuat dan berulang-ulang, saat buka mata, melihat ke pemeriksa, dan nampak sadar. Respons terhadap perintah tidak ada, lambat, atau tidak cukup. Pasien tidak bisa diam, dengan gerakan-gerakan stereotipik, dan biasanya diam di tempat.
Mata bergerak ke luar dan ke atas, seperti tidur. Refleks plantaar dan tendo serta pola napas bisa berubah atau tidak tergantung penyebab yang mempengaruhi susunan saraf.
Koma
Pasien nampak tidur, tidak dapat dibangunkan dengan stimulus dari luar atau kebutuhan dari dalam. Ada berbagai tingkat dari koma.
Pada koma yang paling dalam, refleks kornea, pupil, farinks, tendo, dan plantar tidak ada, tonus otot ekstremitas menghilang.
Pada koma yang lebih dangkal reaksi pupil, refleks gerakan bola mata, kornea, dan refleks batang otak yang lain masih tetap ada dalam berbagai derajat, dan refleks tendo pada ekstremitas bisa meningkat. Pernapasan bisa lambat, cepat, periodik, atau tidak teratur.
Pada koma yang dangkal (sering disebut semikoma), semua refleks di atas bisa ditimbulkan, dan stimulus kuat dapat menimbulkan reaksi meringis dan pernapasan yang lebih cepat.
Penentuan ketidak-sadaran dapat dinilai secara kwantitatif digunakan adalah dengan Glasgow Coma Scale yang mula-mula digunakan pada trauma kepala. Dengan GCS ini kedalaman ketidak-sadaran ini ditentukan dengan menilai aktifitas mata, respons verbal (bicara) dan motorik. Koma paling dalam dengan score 3, dan sadar penuh dengan score 15.
Penilaian
Best motor response
Movement in response to command 6
Localizes pain 5
Withdraws from pain 4
Flexes in response to pain 3
Extends in response to pain 2
No response 1
Best verbal response
Fully orientated 5
Confused 4
Inappropriate words 3
Incomprehensible sounds 2
No response 1
Best eye response
Eyes open spontaneously 4
Eyes open to command 3
Eyes open in response to pain 2
Eyes remain closed 1
Tidur dibandingkan koma
Pada orang tidur, sepertinya tidak menyadari diri sendiri dan lingkungannya, seperti keadaan tidak sadar. Jadi tidur mirip-mirip dengan somnolen, stupor, dan koma, dalam hal menguap, mata tertutup, berhenti mengedip dan menelan, gerakan mata ke atas, ke samping atau berputar, tonus otot menghilang, refleks tendo berkurang atau menghilang, bahkan kadang-kadang Babinski +, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang bentuk Cheyne-Stokes. Saat bangun dari tidur yang dalam bisa (bingung) confused sesaat.
Bedanya adalah dalam keadaan tidur masih bisa memberikan respons terhadap stimulus, dan masih sanggup melakukan beberapa aktifitas mental seperti mimpi dan adanya memori terhadap mimpi tersebut. Beda yang paling nyata adalah bila diberi stimulus, akan bangun dalam keadaan sadar. Juga ada perbedaan dalam penggunaan oksigen, rekaman EEG, respons evoked potensial otak, dan aktifitas motorik spontan.
ANATOMI DAN NEUROFISIOLOGI KOMA
Kesadaran timbul dari stimulus yang terus menerus dikirimkan sistim sensorik dari seluruh tubuh yang sampai ke batang otak mulai dari kaudal midbrain sampai ke thalamus medial. Bagian dari batang otak yang menerima impuls sensorik ini disebut formatio retikularis. Formasio retikularis ini sampai di thalamus, dan dari sini disebarkan ke seluruh korteks serebri secara difus melalui serabut-serabut nonspesifik. Jadi serabut sensorik yang sampai di thalamus ini selain mengirimkan serabut spesifik untuk modalitas perasaan tertentu ke girus postsentralis, dan girus sensoris primer lainnya, juga serabut nonspesifik ke seluruh korteks serebri. Formasio retikularis yang terus menerus mengirimkan impuls yang menyebabkan suatu keadaan sadar ini disebut ARAS (ascending reticular activating system) yang merupakan penggalak kesadaran.
Korteks serebri yang menerima impuls dari serabut nonspesifik ini, kemudian mengolah impuls ini sehingga tercapai suatu keadaan sadar, disebut pengolah kesadaran.
Kesadaran menurun jika terjadi gangguan fungsi pada ARAS ini atau gangguan fungsi pada korteks serebri secara difus.
Gangguan pada ARAS menurunkan kwantitas kesadaran atau tingkat kesadaran sedangkan gangguan pada korteks serebri difus menurunkan kwalitas atau isi dari kesadaran.
GAMBARAN PATOLOGI PADA KOMA
Perubahan pada otak pada koma ada 2 macam :
- Perubahan morfologi dengan lesi yang jelas pada batang otak bagian atas dan diensefalon bagian bawah baik primer maupun sekunder
- Perubahan mikroskopis karena gangguan metabolisme pada seluruh hemisfer
Contoh banyak kasus yang menimbulkan koma dengan kematian dalam beberapa hari disebabkan oleh 3 bentuk kelainan :
- ARAS tertekan secara langsung atau tidak langsung oleh suatu lesi massa seperti tumor, abses, perdarahan intraserebral, subarahnoid, subdural, epidural, infark dengan edema berat, meningitis. Selain itu lesi massa ini juga dapat menimbulkan herniasi kemudian herniasi tersebut menekan ARAS.
- Lesi langsung pada thalamus atau midbrain yang mengenai ARAS seperti sumbatan arteri basilaris, perdarahan thalamus atau batang otak bagian atas.
- Kerusakan luas pada korteks dan substansia alba, seperti trauma (kontusio, kerusakan akson yang luas), infark bilateral atau perdarahan bilateral, ensefalitis virus, meningitis, hipoksia, iskemia.
Pada koma karena gangguan metabolisme, atau toksik, atau bangkitan umum, perubahan patologis tidak nampak, karena perubahannya subselular atau molekuler.
KLASIFIKASI KOMA DAN DIAGNOSIS BANDING
Hal yang penting dalam diagnosis banding adalah menentukan lesi otak fokal, iritasi menings, kelainan cairan otak.
Penyebab koma :
I. Penyakit yang tidak menimbulkan lesi fokal ( tanda lateralisasi neurologis). Biasanya dengan fungsi batang otak yang baik dan cairan otak yang normal
A. Intoksikasi : alkohol, barbiturat, dan obat sedatif lain, opiat.
B. Gangguan metabolik : anoksia, asidosis diabetik, uremia, gagal fungsi hepar, hiperglikemia hiperosmolar nonketotik, hipo dan hipernatremia, hipoglikemi, krisis adison, defisiensi nutrisi berat, krisis tiroid.
C. Infeksi sistemik berat : pneumonia, peritonitis, demam tifoid, malaria, septikemia, sindroma Waterhouse-Friderichsen.
D. Gagal sirkulasi (renjatan)
E. Koma pasca ictal, status konvulsi dan nokonvulsi
F. Ensefalopati hipertensi dan eklamsia
G. Hipertermi dan hipotermi
H. Kontusio
I. Hidrosefalus akut
J. Status terminal penyakit otak degenerasi dan penyakit Creutzfeldt-Jakob
II. Penyakit dengan iritasi menings dengan dan tanpa febris dan dengan peningkatan leukosit, eritrosit dalam cairan otak, biasanya tanpa tanda fokal atau lateralisasi serebral atau batang otak. CTScan dan MRI kepala normal atau tidak normal.
a. Perdarahan subarahnoid dari ruptur aneurisma, AVM, kadang-kadang trauma.
b. Meningitis bakteri akut
c. Beberapa bentuk ensefalitis virus
d. Meningitis neoplasma dan parasit
III. Penyakit yang menyebabkan tanda fokal batang otak atau tanda lateralisasi serebral dengan atau tanpa kelainan cairan otak.
a. Perdarahan hemisfer atau infark luas
b. Infark batang otak oleh karena trombosis atau emboli a. basilaris
c. Abses otak, empiema subdural
d. Perdarahan epidural, subdural dan kontusio serebri
e. Tumor otak
f. Perdarahan sebelum dan pons
g. Lain-lain : trombosis vena kortikal, beberapa bentuk ensefalitis, infark emboli fokal karena endokarditis bakterialis, leukoensefalitis hemoragik akut, ensefalomielitis diseminata, ensefalomielitis, limfoma intravaskuler, Purpura trombosis trombositopenik, emboli lemak difus, dll.
Cara yang lebih sederhana menentukan penyebab koma :
Disfungsi otak setempat / gangguan ARAS
Tumor otak
Gangguan vasculer (CVA)
demyelinisasi
Infeksi, seperti abses otak
Trauma kepala dengan lesi fokal
Disfungsi otak difus / GANGGUAN KORTEKS difus
Infeksi, seperti meningitis atau ensefalitis
Epilepsi
Hipoksia dan hiperkarbia
Obat-obatan, keracunan dan overdosis ( seperti alkohol)
Penyebab metabolik / endokrin, seperti koma diabetik, gagal hati atau ginjal, hipotiroidisme, gangguan elektrolit berat
Hipotensi atau krisis hipertensi
Trauma kepala dengan lesi difus
Perdarahan subarahnoid
Hipotermi, Hipertermi
malingering!
Penanganan pasien koma
Paling pertama adalah menentukan apakah pasien koma atau tidak. Jika benar pasien koma maka tindakan pertama “Basic Life Support” yaitu jalan (Airway), bernapas (Breathing), dan sirkulasi (Circulation).
Perhatikan : gerakan dada, tanpa aktifitas otot napas tambahan, atau gerakan perut.
Dengarkan : suara napas di mulut pasien dengan telinga anda, atau di dada pasien dengan stetoskop
Rasakan : aliran udaran di mulut atau hidung pasien dengan tangan, dan gerakan dada dan perut.
Jika salah satu dari ketiganya (jalan napas, bernapas, dan sirkulasi) terganggu maka harus dikoreksi. Segera berikan oksigen > 24 %.
Setelah itu baru diagnosis, evaluasi dan tindakan lebih lanjut (Diagnosis, Evaluation, Further management
Diagnosis
1. Riwayat penyakit
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
3. Pemeriksaan laboratorium
4. CTScan kepala
5. MRI kepala
6. Punksi lumbal
7. Aspirasi dan analisis cairan lambung
8. Analisis chromatografi darah dan urine
9. Pengukuran obat-obat dalam darah : antikonvulsan, opiat, diazepin, barbiturat, alkohol, zat toksik lainnya.
Riwayat penyakit
Jika ada, riwayat dari keluarga atau petugas ambulans dapat memberikan informasi yang berharga. Selanjutnya pertanyaan diarahkan sesuai daftar penyebab koma.
Pemeriksaan umum
a. Pemeriksaan tanda vital : suhu, nadi, pernapasan, tekanan darah. Suhu tinggi karena infeksi, sangat tinggi pada “heat strok”, keracunan antikolinergik.
Hipotermi karena intoksikasi alkohol atau barbiturat, tenggelam, terpapar dengan dingin, kegagalan sirkulasi perifer, miksedema.
Pernapasan lambat karena keracunan opiat atau barbiturat, kadang-kadang pada hipotiroid.
Pernapasan dalam dan cepat (Kussmaul) pada pneumonia, asidosis diabetik, asidosis uremik, edema paru, kadang-kadang hiperventilasi neurogenik sentral.
Penyakit yang meningkatkan tekanan intrakranial atau merusak otak mengakibatkan pernapasan lambat, tidak teratur, atau Cheyne-Stokes.
Muntah pada awal koma mendadak disertai hipertensi sangat mencurigakan perdarahan hemisfer, batang otak, serebelum, subarahnoid.
Bila muntah pada koma yang timbul perlahan-lahan sangat mungkin intoksikasi obat atau alkohol.
Denyut nadi sangat lambat mencurigakan blok jantung karena obat, seperti antidepresan trisiklik, antikonvulsan. Bila bersama-sama dengan pernapasan periodik dan hipertensi menunjukkan peninggian tekanan intrakranial.
Hipertensi yang sangat tinggi ditemukan pada perdarahan serebral, ensefalopati hipertensi, sekali-sekali pada peninggian tekanan intrakranial.
Hipotensi biasanya pada kesadaran menurun karena diabetes, intoksikasi alkohol, barbiturat, perdarahan di dalam, infark jantung, diseksi aneurisma aorta, septikemi, penyakit Addison, atau trauma otak berat.
b. Inspeksi kulit
Sianosis pada bibir, kuku, artinya oksigenasi kurang. Berwarna merah cherry menunjukkan keracunan karbon monoksida.
c. Bau pernapasan
2. Pemeriksaan neurologis
Walaupun terbatas dalam banyak hal, tetapi sangat penting. Yang bisa diperoleh dari pemeriksaan neurologis : penyebab koma, keadaan kondisi awal, dapat menentukan prognosis dan lokalisasi lesi struktural.
Inspeksi
1. Kesadaran
2. Posisi anggota gerak dan badan
3. Gerakan spontan pada satu sisi
4. Posisi kepala dan mata
5. Kecepatan, kedalaman, dan irama pernapasan
6. Respons terhadap panggilan nama, perintah sederhana, stimulus nyeri
Kesadaran
Stimulus yang dapat digunakan adalah auditori, visual, nyeri.
Dimulai dengan stimulus yang ringan dulu kemudian stimulus yang makin kuat untuk menilai kondisi kesadaran penderita yaitu dengan stimulasi verbal dulu yang lembut, kalau tidak ada reaksi kemudian dengan suara keras, selanjutnya stimulasi yang menimbulkan ancaman seperti mengangkat lengan penderita dan dijatuhkan ke wajahnya. Dan terakhir dengan stimulus nyeri. Gunakan skala koma Glasgow untuk menentukan skala kuantitas kesadaran.
Suara tetap ada pada stupor dan yang pertama hilang bila masuk ke koma. Menyeringai dan gerakan menghindari nyeri masih tetap ada pada koma ringan, adanya menunjukkan traktus kortikobulbar dan kortikospinal masih utuh. Menguap dan berubah posisi menunjukkan kondisi ringan tidak sadar. Penilaian GCS merupakan penilaian yang sederhana dan lebih kuantitatif terhadap koma. Pada koma dalam, kaku kuduk hilang, koma yang lebih ringan tahanan masih tetap ada pada fleksi, tidak pada ekstensi, menoleh atau lateral fleksi.
Pada perdarahan subarahnoid, iritasi menings baru timbul setelah 12-24 jam. Pada bayi baru, penonjolan fontanella lebih berarti dari kaku kuduk.
Fleksi leher yang terbatas (kaku kuduk) juga dapat dirasakan pada herniasi lobus temporalis, herniasi serebelum, deserebrasi.
Lesi pada hemisfer serebri biasanya dapat ditentukan pada pasien koma dengan mengamati gerakan spontan pasien, respons terhadap stimulasi, posisi tubuh, kecepatan dan irama pernapasan, dan pemeriksaan saraf kranial.
Hemiplegi dapat diketahui dengan gerakan yang berkurang dengan stimulus nyeri.
Tungkai yang paralisis biasanya dalam posisi pasif, dan bila diangkatdari tempat tidur akan jatuh bebas. Tungkai yang plegi biasanya dalam posisi eksorotasi, dan paha nampak lebih lebar dan datar dari yang tidak lumpuh.
Pipi dan bibir biasanya menggembung saat ekspirasi. Mata biasanya melirik menjauhi kelumpuhan ( ke sisi lesi hemisfer). Sebaliknya pada lesi batang otak.
Hemiplegi dan Babinski menunjukkan lesi kontralateral, Tetapi bisa pada lesi ipsilateral (Kernohan-Woltman sign). Mengguman dan meringis dapat ditimbulkan dengan stimullus nyeri pada satu sisi, tetapi tidak pada sisi yang lainnya memberitahukan adanya hipestesi. Meringis juga memberitahukan kelumpuhan otot muka.
Petunjuk fungsi batang otak yang paling berguna adalah ukuran pupil dan reaksinya, gerakan bola mata, refleks okulovestibuler, dan sedikit dari pola pernapasan. Fungsi ini juga tergantung pada struktur di midbrain dan rostral pons.
Ukuran dan Reaksi pupil
Mempunyai nilai diagnostik yang penting pada pasien koma.
Ukuran, bentuk pupil, dan refleks cahaya yang normal, menunjukkan integritas strukstur midbrain.
Dilatasi pupil unilateral (>5,5 mm) menunjukkan peregangan atau penekanan NIII, sekunder karena efek massa ipsilateral. Mula-mula refleks cahaya menurun atau menghilang, bila penekanan berlanjut maka pupil dapat berbentuk oval atau bentuk pear dan nampak tidak di tengah (corectopia) karena inervasi pada otot pupil berkurang tidak merata. Kemudian dilatasi berlanjut sampai 6-9 mm disertai sedikit divergensi bola mata. Pada keadaan tertentu pupil kontralateral massa membesar lebih dulu oleh sebab tidak jelas. Hal ini dilaporkan 10 % pada SDH. Bila penekanan midbrain berlanjut maka kedua pupil akan berdilatasi dan tidak bereaksi terhadap cahaya. Kondisi akhir dari penekanan pupil yang berlanjut, ukuran pupil cenderung sedikit lebih kecil menjadi 5-7 mm. Ukuran pupil normal dan refleks cahaya normal menunjukkan integritas struktur midbrain, dan penyebab koma tidak dipikirkan massa.
Lesi pada tegmentum pons menyebabkan miosis pupil (<1mm) dengan sedikit reaksi terhadap cahaya kuat. Hal ini khas untuk perdarahan pons pada fase awal.
Refleks ciliospinal (dilatasi pupil bila ipsilateral leher dicubit) juga tidak ada pada lesi batang otak. Sindrom Horner (miosis, ptosis, enoftalmus, dan keringat berkurang) bisa diamati pada lesi batang otak atau hipotalamus homolateral atau merupakan tanda disseksi arteri karotis interna.
Reaksi pupil biasanya utuh pada koma karena intoksikasi atau gangguan metabolik tetapi ada pengecualian. Tetapi pada keracunan opiat, pupil sangat kecil dan konstriksi ringan pada refleks cahaya yang hanya bisa nampak pada kaca pembesar. Keracunan barbiturat memberikan gambaran pupil yang sama tetapi dengan diameter pupil cenderung > 1mm. Keracunan atropin atau semacamnya, antidepresan trisiklik, ditandai dengan pupil yang lebar dan tidak bereaksi terhadap cahaya dan juga tidak pulih dengan physostigmin.
Hippus (ukuran pupil yang berfluktuasi) katanya khas karena encefalopati metabolik.
Gerakan mata, kelopak mata, dan respons kornea.
Pada koma dangkal karena metabolik, mata bergerak konyugat dari sisi satu ke sisi lainnya secara random, kadang berhenti sesaat dalam posisi di samping. Bila koma bertambah dalam gerakan ini menghilang, dan mata akan tetap tidak bergerak dalam posisi eksotropik.
Deviasi satu mata ke lateral dan sedikit ke bawah mencurigakan paresis NIII, dan deviasi ke medial, paresis N.VI. Bisa ada deviasi conyugat mata ke sisi kontralateral paralisis (menatap ke sisi lesi) pada lesi besar di hemisfer otak atau deviasi konyugat ke sisi paralisis (menatap menjauhi lesi) pada lesi pons unilaeral, atau lesi iritatif hemisfer kontralateral deviasi.
Deviasi konyugat vertikal timbul pada lesi midbrain di pretectum kedua sisi garis tengah dan pada lesi regio komisura posterior. Downward gaze dan ke medial (melirik ke hidung) karena lesi di talamus dan midbrain bagian atas.
Pada bangkitan mata melirik ke arah kontralateral lesi atau ke arah sisi yang kejang.
Retraksi dan nistagmus konvergens dan “ocular bobbing” terjadi pada lesi di tegmentum midbrain dan pons. “Ocular dipping” mata bergerak pelan ke bawah kemudian kembali dengan cepat ke tengah bisa diamati pada koma karena anoksia dan intoksikasi obat, di mana gerakan mata horizontal utuh.
Gerakan anggota gerak spontan
Gerakan kedua lengan dan tungkai terus-terusan dan gerakan menggenggam dan seperti mengambil sesuatu menunjukkan traktus kortikospinalis cukup intak. Tahanan yang bervariasi terhadap gerakan pasif (rigiditas paratonik), gerakan menghindar yang kompleks, dan gerakan proteksi yang sederhana mempunyai arti yang sama, yang bila bilateral artinya koma tidak dalam. Adanya epilepsi parsial motorik berarti jaras kortikospinal yang bersangkutan utuh. Adanya kerusakan hemisfer yang luas seperti pada perdarahan hipertensif atau sumbatan arteri karotis atau serebri media, jarang bisa kelihatan bangkitan parsial pada sisi yang lumpuh. Aktifitas bangkitan bisa pada anggota gerak ipsilateral, anggota gerak kontralateral terhambat oleh lesi hemiplegi.
Perubahan postural
Rigiditas deserebrasi : opisthotonos, rahang terkancing, ekstensi kaku anggota gerak dengan endorotasi lengan dan fleksi plantar. Menunjukkan lesi pada midbrain, kelainan ipsilateral, bukan karena gangguan traktus kortikospinal.
Rigiditas dekortikasi : fleksi dan adduksi lengan, ekstensi tungkai. Lesi pada letak yang lebih tinggi pada substansia alba otak, kapsula interna dan talamus.
Pola pernapasan
Pola pernapasan yang bisa ditemukan :
1. Pernapasan cheyne strokes adalah pernapasan dengan periode hiperpnea yang meningkat dan menurun teratur diselingi periode singkat apnea. Ditemukan pada lesi supratentorial yang luas, lesi yang dalam di serebral bilateral atau diensefalon, gangguan metabolik atau intoksikasi pada otak. Timbulnya kelainan ini dikaitkan dengan terputusnya hubungan pusat pernapasan di batang otak dengan serebrum, sehingga kurang sensitif terhadap CO2 (dipacu oleh hiperventilasi). Akibat hiperventilasi kadar CO2 turun di bawah kadar untuk menstimulasi pusat, lama-lama pernapasan berhenti. Kadar CO2 menumpuk sampai melampaui ambang pernapasan dan siklus ini berulang. Atau efek stimulasi O2 terhadap pusat pernapasan yang menurun fungsinya.
Pernapasan cheynestroke bukan tanda fatal dan bisa ditemukan pada orang tua dalam keadaan tidur, atau tanda gangguan kardiovaskuler.
2. Hiperventilasi neurogenik sentral adalah meningkatnya kedalaman dan kecepatan pernapasan sampai menimbulkan alkalosis respiratorius. Pada lesi tegmentum midbrain bawah-pons atas, di depan aquaductus atau ventrikel 4, baik primer atau sekunder karena herniasi tentorium. Timbulnya dikaitkan dengan hilangnya mekanisme refleks yang mengatur respirasi.
3. Pernapasan apneustik (pernapasan Cheyne Strokes siklus pendek). Pernapasan cepat dan dalam beberapa kali diselingi fase apneu 2-3 detik dalam keadaan inspirasi penuh. Timbul pada lesi pons setengah bagian bawah bagian dorsolateral biasanya karena loklusi arteri basilaris.
4. Cluster breathing (pernapasan kelompok) : periode respirasi beberapa kali yang tidak teratur frekuensi dan amplitudonya diikuti interval istirahat dengan lama yang bervariasi. Timbul karena kerusakan medulla bagian atas.
5. Pernapasan ataksik (pernapasan Biot) adalah pernapasan yang bervariasi cepat dan dalamnya dengan interupsi yang tidak teratur. Pada lesi bagian dorsomedial medulla.
6. Intermittent prolonged inspiratory gasps.
7. Apneu
Tanda peninggian tekanan intrakranial
Tanda peninggian tekanan intrakranial seperti: riwayat sakit kepala sebelum koma, muntah berulang, hipertensi berat di atas tekanan darah yang biasa, dan perdarahan retina subhyaloid, biasanya dari perdarahan otak. Edema papil berkembang dalam 12-24 jam pada kasus trauma otak dan perdarahan, tetapi bila sangat hebat berarti ada lesi yang berlangsung lebih lama, maka perlu dipikirkan tumor otak atau abses. Peninggian tekanan intrakranial mengakibatkan koma dengan mengurangi aliran darah cerebral global tetapi hal ini timbul bila tekanan sangat tinggi. Peninggian tekanan pada satu bagian otak, menimbulkan pendorongan pada struktur-struktur di tengah dan timbul tanda-tanda lokalisasi yang salah karena pergeseran ke lateral dan herniasi.
Sindrom hidrosefalus akut sering karena perdarahan subarahnoid atau penyumbatan yang cepat pada sistim ventrikel oleh tumor pada fossa posterior. Tanda yang timbul Abulia, diikuti stupor dan selanjutnya koma dengan babinski bilateral, pupil yang kecil dan tonus yang meninggi pada tungkai dan tanda-tanda peninggian tekanan intrakranial seperti yang diuraikan seperti di atas.